loading...
Kepiting bakau (Scylla sp) ialah salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Menurut Karim (2005) undangan konsumen akan kepiting terus meningkat baik di pamasukan dalam negeri maupun di luar negeri, menimbulkan organisme tersebut sebagai salah satu komoditas andalan untuk ekspor non migas mendampingi udang windu.
Untuk memenuhi undangan pasar yang cukup tinggi perlu dilakukan peningkatan produksi kepiting bakau baik jumlah maupun kualitasnya. Salah satu perkembangan teknologi dalam budidaya perikanan untuk meningkatkan produksi kepiting bakau ialah produksi kepiting lunak atau soft shell. Menurut Fujaya (2007) harga jual kepiting lunak sanggup mencapai dua kali lipat disbanding kepiting berkulit keras.
Pada mulanya produksi soft shell dilakukan dengan cara mutilasi, namun dianggap kurang efektif. Selain tingkat mortalitas tinggi, juga mengakibatkan peningkatan bobot kepiting lambat. Oleh alasannya itu, Fujaya dkk. (2007) memakai ekstrak bayam (Amaranthus tricolor) sebagai stimulan molting. Ekstrak bayam tersebut dikenal dengan sebutan vitomolt yang mengandung fitoekdisteroid. Hasil penelitian mengatakan bahwa vitomolt efektif mempercepat dan menyerentakkan molting, tidak mengakibatkan kematian, pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan kontrol. Namun, aplikasi vitomolt yang didiberikan dengan cara penyuntikan kurang efisien dilakukan dalam skala besar. Upaya yang sanggup dilakukan ialah memakai pakan buatan sebagai media aplikasi vitomolt.
Pengkajian persentasi nilai nutrisi pakan terhadap memanfaatkan vitomol, sangatlah penting mengingat bahwa kebutuhan dan fungsi-fungsi akan nutrisi pakan akan mempengaruhi laju pertumbuhan kepiting bakau. Menurut Susanti (2009), pakan buatan dalam bentuk moist dengan kadar air 66,65% dengan komposisi nutrien sebagai diberikut protein 50,91%, lemak 5,84%, serat 8,24%, dan BETN 25,76% dalam berat kering, sanggup mempercepat pertumbuhan dan molting dengan takaran vitomolt 933 ng/g pakan. Selanjutnya, Busri (2010) mengambarkan bahwa penerapan vitomolt dalam pakan dengan kadar protein 30.62 %, BETN 41.72 %, dan lemak 6.31 % bisa mempercepat molting dan meningkatkan pertumbuhan kepiting bakau.
Terkait hal tersebut di atas, Anonim (2010) dalam www.scribd.com (2010) menerangkan bahwa crustesea memerlukan karbohidrat dalam jumlah yang banyak, alasannya selain diharapkan sebagai pembakaran dalam proses metabolisme juga diharapkan dalam sintesis khitin dalam kulit keras. Selanjutnya, berdasarkan Anonim (2010) dalam id.wikipedia.org (2010) menerangkan bahwa lemak yang ialah salah satu nutrisi pakan mempunyai fungsi dasar, yaitu menopang fungsi senyawa organik sebagai penghantar sinyal, menyerupai pada prostaglandin dan hormon steroid dan kelenjar empedu. Dimenambahkan oleh (Koolman dan Röhm, 1995) bahwa lemak dalam materi masakan ialah pembawa energi yang penting. Pada pemdiberian pakan yang benar, lemak dalam materi masakan sanggup mempersembahkan sekitar 30 – 35% energi tambahan. Menurut Serang (2006) pakan yang mengandung karbohidrat dan lemak yang sempurna sanggup mengurangi penerapan protein sebagai sumber energi yang dikenal dengan protein sparing effect. Terjadinya protein sparing effect, karbohidrat dan lemak sanggup menyediakan sumber energi untuk pemeliharaan metabolisme, sehingga energi yang berasal dari protein sanggup dipakai badan untuk pertumbuhan dan bukan dipakai untuk sumber energi.
Mengingat hal tersebut atas maka perlu adanya pengkajian ihwal kadar karbohidrat dan lemak pada pakan bervitomolt terhadap efisiensi memanfaatkan pakan dan pertumbuhan kepiting bakau.
Tag :
Perikanan
0 Komentar untuk "Pengaruh Sumbangan Banyak Sekali Kadar Karbohidrat Dan Lemak Pakan Ber-Vitomolt Terhadap Efisiensi Pakan Dan Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla Sp.) (Ikn-13)"