loading...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam GBHN sudah digariskan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pembangunan jangka panjang tersebut dilaksanakan secara bertahap. Sedangkan tujuan dari setiap tahap tersebut adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat serta meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan tahap-tahap berikutnya.
Dalam era pembangunan duapuluh lima tahun, yang dibagi-bagi menjadi lima tahap Pelita, Indonesia menempatkan pembangunan pertanian sebagai prioritas pertama. Sebab pembangunan dibidang pertanian pada khususnya, dan pembangunan dibidang ekonomi pada umumnya, relatif menunjukkan hasil-hasil yang posistif disamping dampak negatifnya, tetapi diakui ataupun tidak belum semua hasil-hasil kemajuan tersebut dinikmati oleh sebagian besar penduduk, terutama golongan orang miskin (Hadi Prayitno dan Lincolin Arsyad, 1987).
Memasuki tahun 1997, Indonesia mengalami krisis multidimensi yang mengakibatkan runtuhnya dinasti orde baru. Namun, sektor pertanian masih tetap eksis memdiberi bantuan devisa pada negara hingga saat ini. Sehingga perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada kemajuan pembangunan disektor pertanian. Sasaran pembangunan pertanian adalah meningkatkan hasil pertanian untuk mendukung sektor industri. Salah satu sektor industri yang ada di Indonesia adalah pabrik rokok dengan komoditas tembakau sebagai salahsatu materi baku utama. Tanaman Tembakau disamping sebagai pengahasil devisa negara, juga merupakan sumber pendapatan bagi petani. Karena selain memberikan manfaat secara ekonomis, tanaman tembakau mampu mengisi kekosongan lahan di musim kemarau, terutama di daerah Madura yang setiap musim belum sempurnanya air.
Perkembangan produksi tembakau menurut laporan Dinas kehutanan dan Perkebunan menunjukkan bahwa produksi tembakau Madura di lapangan mencapai ± 38.000 ton yang terdiri dari kabupaten Pamekasan sebesar ± 19.000 ton, kabuapaten Sumenep sebesar ± 12.000 ton dan kabupaten Sampang sebesar ± 7.000 ton yang seluruhnya terbeli oleh pabrik rokok. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan pabrik rokok terhadap tembakau Madura sangatlah besar.
Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu sentra pertanaman tembakau Madura dengan luas areal rata-rata tiap tahun mencapai 34.565 Ha atau 50 % dari total areal tembakau se-Madura dengan luas 70.405 Ha (Anonymus, 2001). Ditinjau dari segi sosial, jumlah petani yang menanam tembakau sebanyak 95.895 KK dengan tenaga kerja yang terserap dalam budidaya tembakau sebanyak ± 287.685 orang (Anonymus, 2004). Isdijoso et al. (1998) menambahkan bahwa usahatani tembakau Madura mempunyai peran berkisar antara 60 – 80 % terhadap total pendapatan petani.
Meningkatnya areal tembakau yang diikuti oleh meningkatnya harga tembakau, memdiberi petunjuk bahwa keunggulan kompetitif tembakau akan meningkatkan pendapatan rumah tangga dan pengembangan ekonomi wilayah. Sehingga tembakau merupakan salah satu komoditas ekonomi dan sosial yang memiliki peranan penting terutama pada pendapatan devisa dari bea cukai yang pada tahun 2004 target terbesar Rp. 27,6 triliun.
Salah satu masalah utama yang dihadapi petani tembakau di Madura adalah masalah perdagangan. Masalah perdagangan ini melibatkan hubungan antara penjual (petani) dengan pembeli (tauke = kaki tangan pembeli dari pabrik rokok). Kurangnya pengetahuan para petani tentang tata cara penjualan tembakau kepada tauke sudah melahirkan pedagang baru yang disebut juragan dan bandol. Juragan merupakan orang yang mendapat kepercayaan dari tauke untuk membeli tembakau dengan mutu dan harga yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Sedangkan bandol adalah asisten atau pembantu juragan untuk mendapatkan tembakau dari para petani. Secara sederhana dikatakan bahwa juragan dan bandol berperan sebagai pialang atau perantara dalam perdagangan tembakau Madura.
Seperti hal yang sudah disebut diatas bahwa hampir keseluruhan tembakau Madura dipasarkan di pabrik-pabrik rokok yang terbesar diseluruh Indonesia (tersebar di luar pulau Madura). Oleh karena itu untuk memperlancar pemamasukan tembakau, pabrik rokok kretek melakukan pembelian yang sesuai dengan kebutuhan menggunakan lembaga perantara yang berhubungan langsung dengan petani. Di Madura lebih dikenal dengan sebutan bandol atau tengkulak. Tugas dari para pedagangan pengumpul (bandol) berperan sebagai grosir atau distributor bagi pedagang eceran hasil-hasil pertanian. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian tentang peranan bandol tersebut dalam mempelancar tataniaga tembakau khususnya tembakau rajangan.
Tag :
Pertanian
0 Komentar untuk "Peranan Bandol (Tengkulak) Dalam Tataniaga Tembakau Rajangan Madura (Prt-122)"