loading...
Masalah kemiskinan ialah problem klasik yang hingga ketika ini masih menjadi problem utama, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penanganan kemiskinan kemudian menjadi suatu upaya yang mendapat perhatian banyak pihak. Hal ini melahirkan sejumlah teori/pandangan, dan pendekatan yang kemudian menghipnotis kebijakan yang tidak sama-beda.
Pandangan konvensional sebut kemiskinan sebagai belum sempurnanya modal dan menganggap masyarakat miskin sebagai objek yang tidak mempunyai informasi dan pilihan, sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Padahal dalam UU 1945 Pasal 34 ayat (1) sebut bahwa “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara” kemudian ayat (2) sebut bahwa “Negara berkewajiban menangani fakir miskin melalui pemberdayaan dan menolongan jaminan sosial”. Amanat Undang-Undang ini mempertegas pentingnya upaya penanggulangan kemiskinan.
Pendekatan diatas terbukti kurang optimal dalam memecahkan perkara kemiskinan bukan spesialuntuk disebabkan kesusahan anggaran dan lemahnya rancangan kebijakan, tetapi juga tidak adanya ratifikasi dan penghormatan atas bunyi dan hak-hak dasar masyarakat miskin. Oleh alasannya yaitu itu, pemecahan perkara kemiskinan tidak lagi sanggup dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui kebijakan sektoral dan terpusat, seragam dan berjangka pendek.
Masalah kemiskinan ini dikatakan sebagai suatu problema karena perkara kemiskinan menuntut adanya suatu upaya pemecahan perkara secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya pemecahan perkara kemiskinan tersebut sebagai upaya mempercepat proses pembangunan yang selama ini sedang dilaksanakan, karena perkara kemiskinan perlu di dasarkan pada pemahaman bunyi masyarakat miskin itu sendiri dan adanya ratifikasi pemenuhan dan kontribusi terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin, yaitu hak sosial, ekonomi, dan politik.
Demokratisasi yang berlangsung selama ini sudah membawa perubahan di aneka macam bidang, yang mendorong terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, sebagai indikator dalam mengukur kinerja penanggulangan kemiskinan. Salah satu wujud perubahan ini sudah diupayakan oleh pemerintah melalui UU No. 11 tahun 2009 wacana Kesejahteraan Sosial dimana didalamnya ditegaskan bahwa pemerintah atau negara wajib mengamanatkan penanggulangan kemiskinan, dengan tujuan dan bentuk-bentuk penanggulangan kemiskinan sebagai pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin.
Sejumlah studi menawarkan bahwa jumlah penduduk miskin dan termiskin di pedesaan masih cukup banyak. Mereka menjadi penggalan dari komunitas dengan struktur dan kultur pedesaan. Separuh dari jumlah tersebut berada dalam kategori sangat miskin (the absolute poor). Kondisi mereka sungguh memprihatinkan, antara lain, ditandai oleh malnutrion, tingkat pendidikan yang rendah, dan rentan terhadap penyakit. Jumlah penghasilan dari kelompok ini spesialuntuk cukup untuk makan. Karena itu, tidak mengherankan apabila perkembangan fisik dan mental mereka juga berjalan lamban.
Saat ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan populasi penduduk miskin yang masih cukup besar. Data BPS hasil Susenas tahun 2010 mencatat penduduk miskin sebanyak 31,02 juta jiwa atau 13,33% dari total jumlah penduduk. Dari jumlah penduduk miskin tersebut sebanyak 11,01 juta jiwa berada di perkotaan dan 19,93 juta jiwa di perdesaan. Sementara itu, sisanya mempunyai kondisi yang lebih baik daripada kelompok dalam kategori sangat miskin tersebut, meskipun tentu saja tetap berkategori miskin, yakni masih belum mempunyai pendapatan yang cukup untuk bebas dari belum sempurnanya. Mereka masih dililit oleh ketidakberdayaan. Ideologi dan teknologi gres yang diperkenalkan kepada mereka juga direspon secara negatif, terutama karena tidak mempunyai jaminan sosial yang cukup untuk menghadapi resiko kegagalan.
Kementerian Sosial RI pada sisi anggaran mempunyai keterbatasan sehingga jangkauan pelayanan sosial bagi keluarga miskin belum sanggup dilaksanakan secara luas. Pada kondisi ini seharusnya perlu janji seluruh pelaku untuk menetapkan prioritas. Pada segmen keluarga miskin yang paling parah dan secara sedikit demi sedikit menyentuh keluarga miskin pada segmen lainnya. Hal penting lainnya yaitu dibutuhkan sinergi dengan sektor lainnya dan partisipasi dari pihak/lembaga lain di dalam dan luar negeri.Kementerian Sosial RI didiberi kiprah menuntaskan permasalahan sosial atau kerap disebut sebagai instansi yang bertugas untuk penanganan Penyandang Masalah Sosial (PMS). Mengacu pada pasal 10 UU No. 32 tahun 2004 wacana Pemerintahan Daerah. Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial lintas Kabupaten/Kota ialah kewenangan dari pemerintah provinsi, sedangkan perkara sosial lingkup kabupaten/kota ialah kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota. Namun distribusi kewenangan tersebut hendaknya terjadi hingga tingkat pemerintahan terendah yaitu Pemerintahan Desa/Kelurahan. melaluiataubersamaini demikian pemberdayaan masyarakat miskin sanggup dilakukan dengan prinsip dari, oleh dan untuk keluarga miskin tersebut.
Terkait kebijakan penanggulangan kemiskinan dimana kebijakan ini diarahkan pada upaya : (1) penyediaan sistem data dan informasi yang menjamin mutu perencanaan, pelaksanaan, pengendalian penanggulangan kemiskinan secara terarah, sistemik, sinergis dan berkelanjutan. (2) peningkatan kapasitas sumber daya insan dan pengembangan perjuangan menuju terwujudnya peluang berusaha bagi penduduk miskin. (3) pemulihan dan peningkatan penataan lingkungan yang menjamin terlindungnya penduduk miskin dari resiko sosial. (4) peningkatan dan ekspansi advokasi dan aksebilitas yang menjamin penduduk miskin tahu, mau dan bisa menjangkau kanal pelayanan sosial dasar dan hak dasar.
Masalah kemiskinan yang dialami masyarakat tidak spesialuntuk pada perkara modal usaha, akan tetapi juga pada permasalahan tempat tinggal yang kurang layak huni, lingkungan sosial yang kurang sehat, membersihkan dan teratur yang ada di sekitar lingkungan masyarakat miskin. Penyediaan masukana lingkungan dan pemenuhan akan rumah tempat tinggal yang layak huni menjadi kebutuhan primer dari masyarakat miskin. Penataan lingkungan ini dilakukan guna mewujudkan kondisi sosial masyarakat yang sehat, nyaman, rapih, tertata baik dan harmonis.
Terbatasnya kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki kelompok masyarakat miskin sangat berdampak pada ketidakmampuan untuk mengakses sumberdaya sosial yang sanggup dimanfaatkan dalam meningkatka taraf hidupnya melalui pengelolaan acara sosial ekonomi. Kelompok masyarakat miskin perlu difasilitasi semoga mereka sanggup menjangkau aneka macam sistem sumber yang tersedia. Ketidakmampuan kelompok masyarakat miskin dalam mengatasi perkara yang dihadapi dan rentannya kondisi sosial ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perlu dilakukan advokasi sosial untuk mempersembahkan kontribusi dalam pemenuhan hak-hak dasar sebagai masyarakat negara. Bentuk dan mekanisme advokasi sosial ini perlu dirumuskan kebijakan, prosedur, dan panduan advokasi sosial bagi masyarakat miskin.
Pemberdayaan masyarakat miskin diarahkan pada peningkatan kemampuan mereka dalam mencapai kondisi sejahtera (well being). Pemberdayaan masyarakat miskin yang mengintegrasikan konsep sosial-ekonomi ditujukan untuk terciptanya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial dan melindungi hak asasi insan terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Aspek ekonomi pada jadinya spesialuntuklah sebagai penunjang untuk terciptanya suatu kehidupan sosial keluarga masyarakat miskin yang bermartabat.
Pemberdayaan KAT ialah salah satu acara pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang ada di Inodnesia, aneka macam taktik dan upaya yang dilakukan baik pemerintah sentra maupun pemerintah tempat dalam mengatasi perkara kesentidakboleh sosial yang ada, mulai dari peningkatan SDM, ekonomi, lingkungan sosial, politik, dan lain sebagainya. Pemerintah sentra mempersembahkan kewenangan pada setiap tempat untuk mengimplementasikan acara tersebut guna memmenolong perkara kesejahteraan masyarakat setempat.
Komunitas Adat Terpencil (KAT) ialah salah satu dari 22 jenis perkara kesejahteraan sosial yang menjadi samasukan garapan Departemen Sosial melalui acara Pemberdayaan Sosial. Kriteria yang dipakai yaitu hidup terpencil, hidupnya masih terikat pada sumber daya alam sekitar, habitatnya terasing dan terbelakang, dengan kriteria tersebut sanggup dipastikan mereka termasuk keluarga fakir miskin serta mempunyai tempat tinggal yang tidak layak huni dan juga adanya perempuan rawan sosial-ekonomi. Permasalahan kesejahteraan sosial lainnya yang menyertainya dan kemungkinan juga dialami oleh masyarakat KAT, menyerupai lanjut usia terlantar, balita/anak terlantar, penyandang cacat, anak badung, korban tindak kekerasan, dan lain-lain. Oleh karena itu masyarakat KAT perlu diberdayakan, namun tetap menghargai potensi dan nilai-nilai kearifan lokal yang sanggup dipakai sebagai contoh pemberdayaan KAT dengan taktik yang bertumpu pada pemberdayaan, kemitraan, partisipasi dan advokasi sosial.
Berdasarkan data Kemensos RI tahun 2010 bahwa Jumlah populasi Komunitas Adat Terpencil (KAT) di kabupaten Luwu sebanyak 1.170 KK atau 4.108 jiwa, sudah diberdayakan sebanyak 100 KK (450 jiwa), sedang diberdayakan sebanyak 255 KK (633 jiwa), sedangkan 815 KK (3.025 jiwa) belum diberdayakan.
Jumlah masyarakat KAT di kecamatan Bua Ponrang sebanyak 100 KK, dan jumlah masyarakat KAT yang sudah diberdayakan melalui acara pemberdayaan KAT yang dilaksanakan pada tahun 2005-2007 sebanyak 55 KK.
Di kabupaten luwu sendiri, perkara kemiskinan sudah ada semenjak lama, dan hingga ketika ini perkara tersebut belum tuntas secara penuh. Ini terlihat dari aneka macam citra kondisi yang dialami oleh sebagian masyarakat yang tinggal di tempat kabupaten luwu terutama di kecamatan Bua Ponrang, dimana kondisi mereka masih sangat jauh dari kehidupan yang layak, seperti rumah tidak layak huni, aksebilitas pelayanan umum yang tidak memadai, pengangguran, dan tidak terpenuhinya kebutuhan hak-hak dasar. Ini terjadi diakibatkan karena aneka macam faktor baik karena adanya faktor internal maupun faktor eksternal.
Kemiskinan ialah perkara yang menjadi prioritas perkara untuk dipecahkan terlebih lampau. Mengingat perkara kemiskinan selain sanggup menjadikan aneka macam perkara kesejahteraan sosial lainnya (keterlantaran, kecacatan, dan ketunaan sosial, dan lain-lain). kemiskinan ialah perkara kesejahteraan sosial yang menjadi info masyarakat dunia. Program Milllenium Development Goals (MDGs) hingga dengan tahun 2015, pemimpin dunia menyetujui bahwa kemiskinan menjadi salah satu samasukan prioritas untuk ditanggulangi bersama.
Sehubungan dengan itu, dibutuhkan suatu acara yang secara eksklusif menangani perkara kemiskinan yang sanggup mempersembahkan peluang serta impian khususnya bagi masyarakat komunitas etika terpencil untuk hidup secara layak dan sejahtera. Program tersebut diharapkan untuk mendukung lebih lanjut acara penanganan kemiskinan yang sudah berjalan menyerupai acara pemberdayaan KAT.
0 Komentar untuk "Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Komunitas Adab Terpencil Di Kecamatan ...(An-20)"