loading...
Hubungan antara pemerintahan dengan masyarakat negara/rakyat selalu berada dalam bingkai interaksi politik diantara keduanya dalam wujud organisasi negara. Hubungan negara dan rakyat ini sanggup tergambarkan dalam icon yang didiberi label demokrasi. Sejak lama, sebagai citra besar, demokrasi menjadi cara terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern.
Demokrasi sebagai aspek penting berkaitan dengan pemerintahan dengan hirarki kekuasaan yang terdapat dalam suatu sistem politik negara. Artinya, akan terdapat sistem politik nasional yang didalamnya terdapat sub sistem politik kawasan dalam bingkai sistem negara yang dianutnya. Hirarki suatu negara jangkauan pengaruh, sanggup merujuk pada dua jenis atau kelompok demokrasi, yaitu demokrasi dalam lingkup negara dan demokrasi lokal. Pemilahan demokrasi lokal ini bukan berarti terdapat determinasi wilayah pemberlakuan demokrasi atau bahkan terdapat perbedaan demokrasi dari induknya. Dalam goresan pena ini demokrasi lokal ditujukan sebagai cuilan utuh dari demokrasi di Indonesia dalam pelaksanaan rekrutmen elit politik di pemerintahan daerah.[1]
Demokrasi lokal ialah cuilan dari subsistem politik suatu negara yang derajat pengaruhnya berada dalam koridor pemerintahan daerah. Di Indonesia Demokrasi lokal ialah subsistem dari demokrasi yang mempersembahkan peluang bagi pemerintahan kawasan dalam membuatkan kehidupan korelasi pemerintahan kawasan dengan rakyat di lingkungannya.[2]
Semenjak abad reformasi, demokrasi yang diusung mengarah pada demokrasi partisipatif atau langsung, salah satunya lantaran banyak pejabat politik yang tidak melaksanakan tanggung jawabannya dengan baik, sehingga legitimasi mereka lemah. Di sisi lain memunculkan ketidakpercayaan rakyat pada penguasa mendorong rekrutmen pejabat politik ke arah demokrasi langsung. Sehingga tidak mengherankan kalau rekrutmen hampir tiruana jabatan politik dilaksanakan dalam format demokrasi yang bergerak pada korelasi negara dan masyarakat negara secara langsung.
Fase demokrasi pribadi ini ialah abad gres reformasi politik di Indonesia yang pertama kali digelar semenjak kemerdekaan Indonesia. Rekrutmen politik skala nasional ini ialah perkembangan demokrasi yang menerima ratifikasi dunia lantaran keberhasilannya. Sebagai tindak lanjut dari keberhasilan rekrutmen poltik dalam tataran demokrasi ini, pada tahun 2005 sudah dilakukan proses rekrutmen politik elit kawasan sebagai kelanjutan dari pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang sudah melahirkan pasangan pemimpin politik berbasis legitimasi rakyat, yaitu Bapak Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla. Pemilihan Kepala kawasan ialah proses demokrasi yang akan menyetarakan legitimasinya dengan keberadaan DPRD yang sudah dipilih secara langsung.
Demokrasi lokal dalam pemilihan kepala daerah, menjadi momentum yang masih mempersembahkan pertanyaan besar dalam pelaksanaannya. Pertanyaan ini berkaitan dengan demokrasi partisipatoris yang akan dilakukan. Betapa tidak, pemdiberian kedaulatan rakyat kawasan pada elitnya masih diwarnai ketidakjelasan, baik dari mekanisme kerja penyelenggara maupun penerima dan posisi pemilihnya.
Dari sisi kedaulatan rakyat daerah, demokrasi lokal dibangun untuk mempersembahkan porsi yang seharusnya diperoleh rakyat lokal dalam pemdiberian legitimasi pada elit eksekutifnya. Selama ini rakyat kawasan mempersembahkan kedaulatan spesialuntuk pada legislatif kawasan saja.
Ketidakpercayaan rakyat dan abad reformasi mendorong adanya pemilukada langsung. Hal ini tidak pribadi berkaitan dengan baik atau tidaknya demokrasi, lantaran di negara lain juga terdapat variasi pelaksanaan demokrasi yang langsung. Derajat kepentingannya ialah terpilihnya pejabat politik yang akuntabel sesuai dengan kebutuhan rakyatnya. Salah satu persyaratan mewujudkan demokrasi ialah adanya partai politik yang berfungsi terbaik dan efektif sebagai wadah aspirasi politik masyarakat dan sebagai media untuk melaksanakan bargaining kebijakan dengan negara. Sebagai perwujudan dan tersalurnya aspirasi publik oleh partai politik maka efektifitas fungsi partai politik haruslah dijunjung tinggi.
Partai politik umumnya didefenisikan sebagai organisasi artikulatif yang terdiri atas pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatian pada problem kekuasaan pemerintah dan bersaing guna memperoleh proteksi rakyat untuk menempati kantung- kantung kekuasaan politik.
Partai politik membuka peluang seluas-luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam aktivitas politik dan pemerintahan. Karena melalui partai politik sanggup diwujudkan pemerintahan yang bertanggung tanggapan dan memperjuangkan kepentingan umum serta mencegah tindakan pemerintah yang sewenang-wenang. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, dan mempersembahkan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan masukana suksesi kepemimpinan politik secara damai.[3]
Batasan terkena partai politik dikemukakan oleh Sigmund Neumann yang beropini bahwa partai politik ialah organisasai artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan bersaing memperoleh proteksi rakyat, (Neumann dalam Miriam budiardjo 1984:1).[4] melaluiataubersamaini semangat konstitusi yang menegaskan sistem pemilihan presiden dan kepala kawasan pun harus mengalami perubahan yang sesuai dengan pilihan rakyat dengan cara pandang mereka masing-masing.
Sejak tahun 2004, Presiden yang sebelumnya di pilih oleh MPR sudah dipilih pribadi oleh rakyat,. Begitupun dengan kepala kawasan yang doloenya dipilih oleh DPRD, maka semenjak tahun 2005 Kepala Daerah dipilih pribadi oleh rakyat. Ini ialah salah satu bentuk penyempurnaan dari UU otonomi kawasan yang baru, UU No.32/2004 yang sebut bahwa kepala kawasan dipilih pribadi oleh masyarakat.[5] INI salah satu pencapaian terbaik otonomi daerah, dimana masyarakat pribadi dilibatkan untuk menentukan pemimpin yang akan memerintah mereka selama pembatasan masa jabatan seorang kepala daerah, yaitu cukup satu periode saja, lima tahun ke depan. Kecuali bagi mereka yang benar-benar menonjol prestasi atau keberhasilannya. [6]
Partai Golongan Karya (Partai Golkar), sebelumnya berjulukan Golongan Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), ialah sebuah partai politik di Indonesia. Partai golkar bermula dengan berdirinya Sekber golkar di masa-masa final pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya 1964 oleh Angkatan Darat untuk menandingi efek Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
Dalam perkembangannya, Sekber golkar berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi penerima Pemilu. Pada Pemilu 1971 (Pemilu pertama dalam pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto), salah satu pesertanya ialah Golongan Karya dan mereka tampil sebagai pemenang. Kemenangan ini diulangi pada Pemilu-Pemilu pemerintahan Orde Baru lainnya, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Kejadian ini sanggup dimungkinkan, lantaran pemerintahan Soeharto membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan GOLKAR, menyerupai peraturan monoloyalitas PNS, dan sebagainya.
Sesudah pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi bergulir, GOLKAR berubah wujud menjadi Partai golkar, dan untuk pertama kalinya mengikuti Pemilu tanpa ada menolongan kebijakan-kebijakan yang berarti menyerupai sebelumnya di masa pemerintahan Soeharto. Pada Pemilu 1999 yang diselenggarakan Presiden Habibie, perolehan bunyi Partai golkar turun menjadi peringkat kedua sehabis PDI-P.
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri menjadi salah satu lantaran para pemilih di Pemilu legislatif 2004 untuk kembali menentukan Partai golkar, selain partai-partai lainnya menyerupai Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan lain-lain. Partai golkar menjadi pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pada tahun 2004. Kemenangan tersebut ialah prestasi tersendiri bagi Partai golkar lantaran pada Pemilu Legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mendominasi perolehan suara. Dalam Pemilu 1999, Partai golkar menduduki peringkat kedua.
Pemilihan kepala kawasan di kabupaten Toraja Utara yang dilaksanakan November 2010, ialah pemilihan kepala kawasan yang pertama kali dilaksanakan sehabis adanya pemekaran kabupaten Toraja. Toraja utara ialah kabupaten gres hasil pemekaran dari kabupaten induk Tana Toraja. Terbentuknya kabupaten Toraja Utara ialah buah dari undang-undang nomor 28 tahun 2008 yang diparipurnakan oleh dewan perwakilan rakyat RI pada tanggal 24 Juni 2008. Namun pelantikan kabupaten Toraja Utara gres berlangsung pada tanggal 31 Agustus 2008, bersamaan dengan perayaan ulang tahun Tana Toraja yang ke-761 dan ulang tahun Kabupaten Tana Toraja yang ke-51. melaluiataubersamaini adanya pelantikan tersebut, maka Toraja Utara sekarang menjadi kabupaten yang ke-24 di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sesudah diresmikan menjadi kabupaten gres yang diberibukota di Rantepao, Drs. Yohanis Suririk Dalipang ditunjuk sebagai pejabat sementara Bupati Toraja Utara. Dalipang dibutuhkan bisa menjalankan roda pemerintahan dibumi lakipadada tersebut dengan baik, setidaknya hingga dilaksanakannya Pemilukada. Sebab Pemilukada Toraja Utara gres akan dilaksanakan pada tahun 2010.
Pemilukada Toraja Utara ini diikuti oleh tujuh pasangan calon yang bertarung menjadi nomor satu di Kabupaten termuda di Sulsel. Tujuh pasangan masing-masing pasangan ialah nomor urut 1, Andarias Palino Popang-Sarah Lallo (Assa') yang di usung Partai Demokrat, nomor urut 2 Daniel Rendeng-Johanis Palimbong (Dambaan) yang di usung Partai Golkar , nomor urut 3 YS Dalipang-Simon Liling (Yes) Independen, urut 4, Bride Allorante-Johanis O.S Bari (Bijak) yang di usung PDIP dan PKDI, urut 5, Deka Paranoan-Mathius Lobo' (Damai) perseorangan, urut 6, Frederik Batti Soring-Frederik Buttang Lombelayuk (Sobat) yang di usung PKPI dan PDK serta urut 7, Kalatiku Paembonan-Alfrita Pasande (Kita) yang di usung PDS dan koalisi -partai kecil.
Partai Golkar di kabupaten Toraja Utara ialah mesin bunyi yang di anggap paling berpotensi memenangkan Pemilukada putaran pertama november 2010. Partai penguasa semenjak masa pemerintahan Soeharto ini sangat di agung-agungkan apalagi di pelosok desa-desa, dimana mereka menganggap partai ini ialah partai pemerintah yang sanggup membawa pemerintahan kawasan mereka ke arah yang lebih baik, menyerupai pada masa pemerintahan Soeharto.
Pada pemilukada sebelumnya di kabupaten induk Toraja Utara yakni Tana Toraja pertama 2010, Partai Golkar yang mengusung pasangan Theopilus Allorerung – Adelheid Sosang unggul dengan perolehan bunyi 30,07 persen dari jumlah total suara. Namun pemilukada ini berakhir ricuh, dimana Aksi brutal massa terjadi lantaran mereka tidak terima atas hasil penghitungan Pilkada Tana Toraja yang dimenangi calon dari Partai Golkar, Theofilus Allorerung-Adelheid Sosang (Teladan), dengan persentase di atas 30 persen. Kekecewaan atas hasil tersebut mendorong massa melaksanakan agresi perusakan dan memperabukan surat bunyi dan di depan kantor KPU Tana Toraja. Massa menilai pasangan yang didukung oleh partai golkar ini unggul bukan murni lantaran pilihan rakyat tetapi ada kecurangan yang didukung oleh suami calon wakil bupati (Adelheid Sosang) yang ialah Bupati Tana Toraja sebelumnya.[7]
Hasil pemilukada di kabupaten induk ini sangat berbanding terbalik dengan hasil pemilukada putaran pertama di Toraja Utara. Pasangan yang di usung oleh Partai Golkar tertinggal jauh dengan pasangan yang spesialuntuk di usung oleh partai kecil dan independent, sehingga tidak bisa lolos ke putaran kedua.
Adapun hasil penghitungan suaranya ialah : [8]
1. Andarias Palino Popang-Sarah Lallo (Assa'), Partai Demokrat. 3,19 persen
2. Daniel Rendeng-Johanis Palimbong (Dambaan), Partai Golkar. 17, 36 persen
3. YS Dalipang-Simon Liling (Yes), independen. 24, 34 persen
4. Bride Allorante-Johanis O.S Bari (Bijak), PDIP dan PKDI. 7,87 persen
5. Deka Paranoan-Mathius Lobo' (Damai), perseorangan. 4,06 persen
7. Kalatiku Paembonan-Alfrita Pasande (Kita), PDS dan koalisi -partai kecil.15,89 persen.
Hal ini ialah ujian yang sangat berat bagi partai golkar, dimana calon dari partai golkar Daniel Rendeng – Johanis Palimbong (Dambaan), spesialuntuk memperoleh 17, 36 persen suara, sementara Calon yang memperoleh bunyi terbanyak ialah calon yang di usung oleh koalisi partai kecil yang lolos ke putaran kedua. Padahal Daniel Rendeng diketahui mempunyai latarbelakang yang tidak jauh tidak sama dengan figur yang lolos ke putaran kedua Frederik Batti Soring, mereka ialah calon yang sama-sama pernah menjabat sebagai wakil bupati di Yahukimo dan Asmat, Papua.
Hasil pemilukada putaran pertama ini menciptakan banyak orang tercengang baik dari kawasan Toraja Utara sendiri maupun masyarakat yang berada diluar Toraja Utara dengan bertumbangnya para calon yang berdomisili di kawasan mereka dalam pertarungan pemilihan kepala daerah. Sejatinya calon yang berdomisili tetap di kawasan mereka lebih mengenal dan mengetahui apa yang mereka butuhkan, sehingga sebagai pemegang kendali kekuasaan akan praktis memenangkan pertarungan dibanding dengan calon yang berdomisili di tempat lain kemudian kembali dan mencalonkan diri dan justru penhadir ini yang memperoleh banyak perhatian dari masyarakat.
Pasangan lain yang dianggap sangat berpeluang besar untuk memenangkan pemilukada ialah pasangan Kalatiku Paembonan-Alfrita Pasande (Kita), yang disusung oleh partai PDS dan koalisi -partai kecil, lantaran secara umum dikuasai dari masyarakat Toraja Utara beragama Nasrani, ada keinginan besar mereka akan mendukung calon yang diusung oleh partai yang berbasis keagamaan, akan tetapi hal demikian ternyata tidak besar lengan berkuasa terhadap pilihan mereka, Pasangan ini spesialuntuk bisa mengumpulkan bunyi sebanyak 15,89 persen.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul: “Kekalahan Partai Golkar Pada Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Toraja Utara 2010”
Tag :
Ilmu Politik,
Ilmu Sosial
0 Komentar untuk "Kekalahan Partai Golkar Pada Pemilukada Di Kabupaten ..... 2010 (Plt-10)"