loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan intinya merupakan suatu perjuangan sadar untuk membentuk manusia Indonesia yang berkarakter, yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian unggul, mandiri, jujur, berpikir maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, mempunyai etos kerja tinggi, profesional, bertanggung jawab dan produktif. Apabila dicermati maka dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan dilihat dari sektor bidang usaha, ialah untuk mengembangkan kemampuan masyarakat belajar sehingga mempunyai keterampilan, berdisiplin, beretos kerja tinggi, profesional, bertanggung balasan dan produktif.
Sebagai salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional, penyelenggaraan pendidikan luar sekolah berperan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Pendidikan luar sekolah diselenggarakan dengan maksud untuk memdiberikan pengetahuan dan keterampilan yang berorientasi pada bidang kerja tertentu. Berbeda dari pendidikan jalur sekolah, penyelenggaraan pendidikan luar sekolah lebih menekankan pada pemberian bekal kepada masyarakat belajar agar mereka mampu menghidupi dirinya sendiri (Pidarta,1997:22). Hal ini berarti bahwa dengan adanya pendidikan luar sekolah, masyarakat belajar akan mempunyai sumber penghidupan yang layak bagi dirinya dan atau keluarganya. Salah satu contoh dari pendidikan luar sekolah yang ada di masyarakat adalah kursus atau kelompok belajar menjahit. Kelompok belajar merupakan kumpulan masyarakat yang berguru dan berusaha mempelajari sesuatu bidang ilmu pengetahuan atau keterampilan pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan (Depdikbud,1996:5).
Kelompok belajar menjahit ini diselenggarakan dengan tujuan memdiberikan pengetahuan dan keterampilan pada bidang jahit menjahit kepada masyarakat belajar, dengan harapan agar mereka mampu bekerja atau menciptakan lapangan kerja pada bidang jahit menjahit, misalnya modiste, konveksi, tailor dan sebagainya. Bagi masyarakat masyarakat yang belum memiliki pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan namun tidak memiliki keterampilan khusus, keberadaan kelompok belajar menjahit akan sangat memmenolong sebagai tempat untuk menimba ilmu menjahit untuk dijadikan modal keterampilan dalam mencari lapangan pekerjaan. Sedangkan bagi masyarakat masyarakat yang sudah mempunyai bakat atau kemampuan menjahit, keberadaan kelompok belajar menjahit dapat dijadikan sebagai tempat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, sehingga bakat yang dimilikinya dapat diasah dan dikembangkan secara lebih terarah.
Berdasarkan hasil observasi pertama peneliti, kelompok belajar menjahit yang ada di Kelurahan Bongsari Kecamatan Semarang Barat diselenggarakan oleh pemerintah kelurahan dimenolong dari pihak luar yaitu Lembaga Sosial Masyarakat Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata (LSM Soegijapranata). Biaya kursus sepenuhnya dibebankan oleh LSM tersebut, sehingga masyarakat yang ikut tidak dipungut biaya apapun. Kurikulum petes yang didiberikan disamakan dengan kurikulum yang ada pada kursus menjahit di luar, dengan harapan agar kualitas kursus yang diselenggarakan tidak kalah dengan kursus menjahit yang lain. Dalam pelaksanaannya, LSM selain mengundang tutor, juga memdiberikan dana atau modal usaha yang dapat digunakan oleh masyarakat belajar yang ingin membuka usaha pada bidang jahit menjahit. Selain itu juga disediakan pula peralatan latihan seperti mesin jahit, mesin obras dan bahan-bahan pendukung lainnya. Modal usaha dan peralatan yang didiberikan oleh LSM tersebut pada dasarnya merupakan pinjaman lunak, karena modal tersebut dapat dikembalikan jika masyarakat berguru sudah mampu untuk mengembalikan dan tidak disertai dengan bunga pinjaman. Kelompok belajar menjahit di Kelurahan Bongsari diikuti oleh 30 masyarakat belajar dari lingkungan Bongsari. Warga masyarakat yang ingin menjadi masyarakat belajar di kelompok belajar menjahit tidak dibatasi umur dan jenis kelamin. Hal ini merupakan kebijakan pemerintah kelurahan dengan harapan biar banyak masyarakat masyarakat yang ikut prgoram tersebut. Pertemuan kelompok belajar diselenggarakan sebanyak 2 kali seminggu, yaitu hari Kamis dan Minggu, bertempat di Balai Pertemuan Warga RW 4. Pemberian materi menjahit diasuh oleh Pimpinan Modiste Alwine Semarang.
Idealnya, sesudah mengikuti kelompok belajar menjahit, masyarakat belajar akan mempunyai kinerja menjahit yang lebih baik dan dapat menciptakan lapangan kerja baru. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawaban yang didiberikan kepadanya (Mangkunegoro,2000:69). Namun demikian, dalam pelaksanaannya di lapangan, sesudah final mengikuti kelompok belajar menjahit, banyak warga belajar yang masih bekerja pada orang lain, dan bahkan lebih disayangkan lagi bahwa pekerjaan mereka banyak yang tidak sesuai dengan bidang jahit menjahit. Warga belajar yang kurang berhasil dalam bidang menjahit tersebut pada umumnya kurang mempunyai minat dalam mengikuti kursus menjahit. Hal ini muncul sebagai akibat dari tidak adanya perhatian dan penjaenteng minat, pada saat penerimaan masyarakat belajar. Kondisi ini menunjukkan bahwa mereka kurang mempunyai sikap berwiraswasta dalam bidang jahit menjahit.
Sikap wiraswasta dapat diartikan sebagai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan tepat, guna memastikan sukses (Suharto,1998:2). Meskipun sudah didiberikan menolongan modal untuk membuka usaha jahit, namun kurang dimanfaatkan oleh masyarakat berguru secara optimal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tutor kelompok belajar menjahit di Bongsari, kinerja menjahit yang ditunjukkan oleh masyarakat belajar dapat dikatakan masih kurang ideal. Hal ini dapat dilihat dari tingkat absensi warga belajar yang mencapai 5% pada setiap kali pertemuan. Fenomena tersebut menandakan bahwa warga belajar kurang memiliki motivasi yang tinggi untuk menguasai bidang jahit menjahit. Hal ini jelas berdampak pada rendahnya kedisiplinan dan juga rasa tanggung jawaban mereka yang merupakan ciri dari sikap wiraswasta. melaluiataubersamaini demikian dapat dipahami adanya hubungan antara kinerja menjahit dengan perilaku wiraswasta pada masyarakat belajar.
Berdasarkan uraian di atas, kinerja menjahit dan sikap wiraswasta pada bidang jahit menjahit menjadi serius yang menarik minat peneliti untuk mengkaji lebih dalam perihal ada tidaknya hubungan antara kinerja menjahit yang dimiliki oleh masyarakat belajar dengan perilaku wiraswasta bidang jahit menjahit. Pengkajian tersebut akan dilaksanakan dalam penelitian skripsi berjudul “Hubungan antara Kinerja Menjahit dengan Sikap Wiraswasta pada Kelompok Belajar Menjahit di Kelurahan Bongsari Kecamatan Semarang Barat”.
Tag :
Tata Busana
0 Komentar untuk "Hubungan Antara Kinerja Menjahit Dengan Perilaku Wiraswasta Pada Kelompok Berguru Menjahit Di Kelurahan Bongsari Kecamatan Semarang Barat (Tb-1)"