loading...
Sejarah wacana Aurangzeb tidak sanggup dilepaskan dari kebemasukan Dinasti Mughal yang didirikan oleh Zahirudin Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Babur. Ia sanggup menyatukan India yang pada pertama kala XVI M ialah kawasan terpecah-pecah dan mempunyai pemerintahan yang merdeka. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Sungai Gangga hingga Oxus. Babur spesialuntuk berkuasa selama empat tahun, dengan demikian ia belum sempat melaksanakan pembaruan yang berarti bagi Mughal.
Penguasa Mughal setelah Babur yaitu putranya, Nashirudin Humayun (1530-1540 M dan 1555-1556 M). Masa pemerintahannya kondisi negara dalam keadaan tidak stabil. Ia harus menghadapi banyak sekali pemberontakan, ibarat pemberontakan Bahadur di Gujarat dan Sher Khan. Humayun sanggup dikalahkan oleh Sher Khan yang menjadikan Ia melarikan diri dan mencari suaka politik ke Persia.
Sher Khan menobatkan dirinya sebagai raja Delhi dengan gelar Sher Shah. Ia melaksanakan pembaruan di bidang administrasi, keuangan, perdagangan, komunikasi, keadilan, perpajakan, dan pertanian di India. Sher Shah ialah satu-satunya penguasa yang berusaha menyatukan India tanpa membedakan ras dan agama. Pengganti Sher Shah yaitu penguasa-penguasa yang lemah, sehingga Humayun sanggup menguasai kembali Delhi pada Juli 1555 M, namun satu tahun kemudian Humayun meninggal dunia alasannya yaitu kecelakaan, jatuh dari lantai dua perpustakaan Sher Mandal di Delhi. Pendapat lain menyatakan bahwa Ia meninggal alasannya yaitu jatuh dari kuda ketika sedang bermain chaugan (permainan yang sangat terkenal di kalangan aristokrat India-Persia ibarat hoki, spesialuntuk saja pemainnya menunggang kuda). Ia dimakamkan di Sahsaram.
Jalaludin Muhammad Akbar (1556-1605 M) menggantikan tahta ayahnya dikala berusia empat belas tahun. Ia yaitu penguasa terbesar Mughal. Akbar memperluas imperium ini dari daerahnya yang asal di Hindustan dan Punjab, Gujarat, Rajastan, Bihar, dan Bengal (Bangla). Ke arah utara Ia merebut Kashmir,*Sind, dan Baluchistan. Sebelum final kala XVII M, imperium ini sudah meluas hingga ke ujung utara dan merebut Bijapur, Golkunda, serta beberapa wilayah merdeka di India Selatan.
Akbar bisa mendirikan negara kesatuan di India utara dan memperoleh sumbangan dari lebih banyak didominasi Hindu India. Sebagai raja, Akbar tidak berusaha menindas dan memaksa mereka untuk memeluk kepercayaan yang sama. Akbar sangat menonjolkan toleransi dan universalisme dalam pemerintahannya, sehingga tidak mengherankan kalau ia menghapuskan jizyah yang diputuskan oleh Syariah bagi dzimmi. Pada 1575 M, Akbar mendirikan Ibadat Khana (rumah ibadah), tempat berdiskusi dan berkumpul para jago dari tiruana agama. Pada puncaknya ia memperkenalkan Din-e-Ilahi, yakni semacam sintesis dari banyak sekali agama. Pluralisme yang diterapkan Akbar sangat tidak sama dengan komunalisme garis keras perkumpulan Syariah masa itu, sehingga Akbar dinilai sudah murtad.
Sepeninggal Akbar, Salim, putranya, naik tahta dengan gelar Nurudin Muhammad Jahangir Padsah Ghazi (1605-1627 M). Meskipun Jahangir juga melaksanakan penaklukan ke beberapa wilayah, Ia tidak sekuat ayahnya. Pada 1615 M Ia menaklukkkan Mewar yang dikuasai Raja Amar Singh dan pada 1620 M sanggup menguasai Bijapur dan Golkunda, sehingga seluruh Deccan (wilayah India yang paling selatan) menjadi miliknya. Jahangir masih meneruskan Sulh-e-Kul (toleransi universal) ayahnya, tetapi tidak Din-e-Ilahi. Meskipun Jahangir lebih ortodok dari ayahnya, ia mempunyai kebiasaan jelek yaitu mengkonsumsi minuman keras.
Jahangir berkuasa selama 22 tahun. Ia wafat 7 November 1627 M. Kekuasaan kemudian dipegang oleh Shah Jahan (1627-1658 M). Semasa berkuasa Ia menghadapi beberapa pemberontakan yaitu Khan Jahan Lodi (kepala daerah/raja muda Deccan) dan Jujhar Singh, putera Bir Singh Bundela dari Oricsha. Shah Jahan lebih taat kepada Syariah dibandingkan dengan ayahnya.
Tampuk kekuasaaan Mughal setelah Shah Jahan diduduki oleh Aurangzeb setelah menyingkirkan saudara-saudaranya. Pada 31 Juli 1658 M, Aurangzeb menobatkan dirinya menjadi raja Mughal dengan gelar Abu al Muzafar Muhyi al Din Muhammad Aurangzeb Bahadur Alamghir Padshah Ghazi (1027-1118 H/1618-1707 M). Sesudah kemenangannya itu Aurangzeb tinggal di Delhi dan Agra. Ia segera melaksanakan penaklukan, yang terpenting yaitu ke Palamau, kawasan utara Bihar, yang dipimpin oleh Daud Khan, Gubernur Patna pada 1661 M, penaklukan Chittagong oleh Shayesta Khan, Gubernur Bangla pada tahun 1666 M. Selanjutnya menyerang Tibet melalui Khasmir.
Kekuasaaan Aurangzeb menerima ratifikasi dari negara-negara muslim lain. Sekitar 1661-1667 M, mereka mengirimkan dutanya ke India seperti: Sharif Mekah, Raja Persia, Balkh, Bukhara, Kasghar, Urganj (Khiva), Shahr-e-Nau, Gubernur Turki di Basrah, Hadramaut, Yaman, serta Raja Abessinia.
Aurangzeb dikenal sebagai penguasa Mughal yang melaksanakan gerakan puritan dengan menerapkan Islam Orthodok. Ia menggantikan kebijakan konsiliasi Hindu dengan kebijakan Islam. Untuk itu Ia mensponsori pengkodifikasian aturan Islam dalam karya agungnya yang dikenal dengan Fatawa-e- Alamghir.
Sesudah memperkuat kekuasaannya, secara sedikit demi sedikit Aurangzeb menghapuskan tiruana praktek (tradisi) yang tidak sesuai dengan aturan Islam. Ia juga menghapuskan delapan puluh pajak yang sangat memberatkan rakyat, namun di pihak lain Ia menerapkan kembali jizyah yang sudah dihapuskan Akbar.
Selanjutnya untuk menegakkan kehidupan religius di masyarakat, Aurangzeb berusaha menerapkan contoh gres dengan mengangkat muhtasib (petugas pengawas moral), yang mempunyai kewenangan untuk mengontrol perjudian, prostitusi, pengguna narkotika, minuman keras, serta hal-hal yang merusak moral lainnya (1659 M).
Hal tersebut di atas pada umumnya dianggap menyulut kemarahan orang Hindu, yang berdampak pada timbulnya pemberontakan di masa itu. Dalam keadaan yang demikian pemberontakan itu sanggup ditumpas, namun secara umum tidak tiruana sanggup dipadamkan. Akhirnya Aurangzeb meninggal pada 3 Maret 1707 M dan dimakamkan di Khuld-e-Makan, 4 mil arah barat Daulatabad. Penguasa Mughal setelah Aurangzeb yaitu penguasa-penguasa lemah sehingga Mughal mengalami kemunduran.
Figur Aurangzeb berdasarkan R.C. Majumdar dan S.M. Ikram sangat mengagumkan. Ia taat beragama, gagah berani, berpengaruh ingatan, keras kemauan, dan pantang menyerah, tidak ibarat penguasa lainnya. Ia seorang sultan yang saleh, sederhana, dan menghindari kesenangan duniawi. Sebagai seorang raja Ia tidak pernah duduk di singgasananya.
Aurangzeb ialah orang yang senantiasa menjadi perbincangan kalangan sejarah. Ia sebagai satu-satunya pengusa Mughal yang secara disiplin menerapkan syariat Islam. Pada masa pemerintahannya imperium Mughal sudah sangat luas, melebihi masa Akbar, tetapi filosofi pemerintahannya tidak sama dengan Akbar. Ia berusaha untuk memdiberi corak keislaman di India yang lebih banyak didominasi beragama Hindu itu. Oleh alasannya yaitu itu penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana kebijakan keagamaan yang diterapkan Aurangzeb di India dan pengaruhnya, mengingat agama ialah duduk masalah krusial yang rentan mengakibatkan polemik.
Tag :
Agama Islam
0 Komentar untuk "Kebijakan Keagamaan Sultan Aurangzeb Di India (1658-1707 M) (Ai-8)"