Pengaruh Gerakan Euskadi Ta’ Askatasuna (Eta) Terhadap Relasi Diplomatik Spanyol-Perancis (Is-19)

loading...


Pasca Perang Dunia I, semangat nasionalisme menyebar ke seantero dunia dan mendorong negara-negara yang masih berkutat dengan kolonialisme untuk segera mendapat kemerdekaannya. Pada masa ini kemudian sanggup dipastikan bahwa ke depan, nasionalisme akan terus menjadi ideologi yang menginspirasi dan mendorong gerakan pembentukan komunitas bersama menurut karakteristik etnis, kultur, atau pun politik.
Sejarah munculnya faham nasionalisme di dunia tidak sanggup lepas dari dampak Revolusi Perancis, namun hal ini juga sekaligus menjadi cikal bakal pertama meletusnya Perang Dunia II sekaligus munculnya fasis. Nasionalisme pada pada dasarnya mempunyai beberapa gagasan pokok diantaranya, pertama, nasionalisme berafiliasi dengan inovasi identitas nasional. Kesadaran akan identitas nasional ini sanggup dipicu oleh letak geografis, contohnya sekelompok masyarakat hidup dalam sebuah wilayah yang sama menyadari keberadaannya sebagai satu bangsa yang mempunyai pengalaman pahit tertentu yang dialami secara bersama.
Kedua, nasionalisme berafiliasi dengan kesadaran akan teritori. Dalam hal ini ketika suatu bangsa menyadari bahwa tanah airnya sedang dibawah kekuasaan ajaib maka kesadaran untuk melepaskan diri dari penjajahan muncul. Kesadaran akan teritori ini bersifat regional atau lokal; terbatas pada wilayah yang dihuni oleh kelompok suku atau etnis yang sama.

Negara-bangsa (nation-state) lahir sebagai bentuk dari kesadaran sebagai bangsa (nasionalisme), namun hal ini sanggup mencapai anti-titikpuncak–nya mabadunga paham nasionalisme ini diartikan secara berlebihan. Kebangkitan rasa nasionalisme pasca Perang Dunia I kemudian mengakibatkan lahirnya pemimpin-pemimpin yang anti toleransi terhadap suku bangsa yang lainnya. Rasa sentimen akhir masa kemudian mengakibatkan para pemimpin, khususnya dibenua Eropa saling berlomba-lomba untuk kembali merebut kejayaannya. Hal ini kemudian tanpa disadari melahirkan kelompok-kelompok yang mempunyai rasa nasionalisme yang berlebihan (new fascists) yang mempropagandakan doktrin-doktrin “nasionalisme” ihwal supremasi rasial, antisemitisme, dan penaklukan dunia.
 Pada dasarnya kelompok-kelompok ini meyakini bahwa demokrasi dan pemilihan umum yakni gejala “kelemahan” dan “korupsi” pada “semangat nasional”. Mereka mendambakan seseorang yang kuat, seorang tokoh penyelamat nasional yang akan menyingkirkan banyak sekali kompromi, tawar menawar yang lambat dan tenang dalam demokrasi, dan menggantinya dengan otorits mutlak seorang pemimpin, suatu sistem disiplin yang kaku dan kepatuhan buta, moralitas prajurit, dan usaha gigih untuk mendapat supremasi rasial atau nasional lewat kekerasan.
Gerakan fasis pada dasarnya bertujuan untuk membangkitkan kondisi bangsanya yang terpuruk serta mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi, namun untuk mencapai tujuan tersebut  mereka tidak akan pernah mengingkari tujuan utamanya yaitu menghapuskan demokrasi parlementer dan pemilihan umum bebas. Fasisme secara aktif menceramahkan “supremasi” dan “kemurnian” rasial, dan mempromosikan rasisme, prasangka bururk, serta diskriminasi.
Suatu belahan yang integral dalam ideologi fasis yakni misi untuk menindas, memperbudak, memmembuang, bahkan menghancurkan budaya-budaya/etnis  minoritas[1]. Pluralisme dan heterogenitas ialah pantangan bagi ideologi fasis, mereka berusaha menghilangkan perbedaan budaya-etnis dengan sistem kontrol menyeluruh. Secara historis, implementasi utama dari fasisme yakni Nazi (Sosialisme Nasional) Jerman dan Fasisme mussolini.
Gerakan Nazi ialah gerakan yang sangat kental dengan gerakan antisemitismenya, dan kepercayaan terhadap superioritas Ras Arya; khususnya ras Jerman, yang akan menjadi Herrenvolk (ras penguasa) dalam suatu tatanan dunia gres menurut suatu hirarki dominasi rasial[2]. Kebencian Nazi terhadap kaum Yahudi berpuncak pada genocide (pembasmian ras) yang tidak ada tandingannya dalam sejarah eropa.
Di sisi lain gerakan Falangis (fasis) di Spanyol yaitu Fuerza Nuevaa (kekuatan baru), terhadap undang-undang otonomi bagi tempat Basque dan terhadap gerakan-gerakan otonomi regional lain ibarat Catalonia menghadirkan sebuah Fasisme dibawah pemerintahan Jendral Franco yang otoriter. Suku Basque yang bermukim di Bilbao; salah satu kota terbesar di Pais Valco, belahan utara Spanyol dan ialah ibu kota dari provinsi Vizcaya (Basque); dan mengalami tindakan diskriminasi rasial oleh pemerintah Spanyol.
Kepemimpinan Jendral Franco di Spanyol yang berlangsung selama 36 tahun semenjak tahun 1939 sampai ketika ia meninggal pada tahun 1975. Pemerintahan Franco dipertamai dengan peperangan, yaitu yang populer dengan Perang Sipil Spanyol pada tahun 1936 sampai 1939[3], dimana Spanish Falange kehilangan pimpinan mereka Jose Antonio de Rivera ketika dihukum oleh kelompok militan akup kiri dibawah pimpinan Franco. Perang ini meninggalkan kerugian yang sangat besar bagi Spanyol selama bertahun-tahun. Sejak Rezim Franco memerintah di Spanyol, Franco banyak melaksanakan perubahan terhadap kebijakan-kebijakan yang terlampau, hal ini terutama bertujuan untuk memperkuat nation building Spanyol setelah perang saudara[4] , pertama, melarang penerapan atribut dan bahasa daerah dan spesialuntuk diperbolehkan untuk memakai bahasa Spanyol sebagai bahasa resmi, kedua, pelarangan pengibaran bendera selain bendera Spanyol dan memusatkan segala kekuasaannya  di ibukota.
Spanyol yakni negara yang terdiri dari beberapa provinsi dan setiap provinsinya mempunyai bahasa, budaya, dan bendera tersendiri. Hal ini terang diperihal oleh banyak masyarakat Spanyol, khususnya mereka yang bukan berasal dari ibukota Madrid. Namun tidak banyak protes yang sanggup dilakukan lantaran pemerintahan Franco yang diktatorial dan siapa yang berani menentangnya akan ditangkap dan dijatuhi hukuman. Hal inilah yang mengakibatkan banyak daerah di Spanyol yang berusaha untuk memisahkan diri dan menganggap diri mereka bukanlah bagian dari Spanyol, sebut saja Basque dan Catalonia.
ETA (Euskadi Ta Askatasuna) (Basque Father Land) (Pembebasan Tanah Basque) berpertama dari sebuah grup diskusi yang dibuat oleh mahasiswa- mahasiswa asal Basque pada tahun 1952 di Universitas Deusto di Bilbao yang mengakibatkan usaha untuk menentang pemerintahan diktator dari Jendral Francisco Franco sebagai informasi utama dari grup diskusi tersebut. Akhirnya pada tahun 1959 pada tanggal 31 Juli 1959 dibentuklah ETA sebagai kelompok perlawanan rakyat Basque[5]. Gerakan ETA bermarkas di Provinsi Basque, Spanyol; Vizcaya, Alava, Guipuzcoa, Navarra, dan Provinsi Basque Perancis yang beroperasi di dua negara tidak sama, yakni Spanyol dan Perancis.
Berdasarkan pada pergerakan nasionalisme pada umumnya, usaha Bangsa Basque juga dimotori oleh sekelompok penggagas mahasiswa, masyarakat urban yang tidak puas dengan pemerintahan yang ada. Kelompok ini kemudian bermetamorfosis organisasi separatis dan bersenjata, bahkan menjadi salah satu organisasi pemberontak paling lama  di Eropa.
Pada perkembangannya ETA bertujuan politik untuk menetapkan kemerdekaan dan paham Marxis Basque sebagai sebuah negara, Euzkadi, lewat agresi Gerakan, menentang kepentingan Spanyol dan menekan pemerintah kedalam sebuah konsesi serta membuat sebuah krisis ekonomi di Basque dengan sabotase dan melaksanakan agresi teror dalam wilayah tersebut.Tindakan yang dilakukan ETA yakni bermacam-macam dari sekedar membuat graffiti yang meliputi pesan-pesan kemerdekaan Basque atau bahkan bahaya bagi pemerintah dan pengerusakan fasilitas-fasilitas umum sampai pencurian, penculikan, pembunuhan, dan teror bom. Namun ada yang unik dalam modus operandi ETA, yaitu untuk teror bom, ETA biasanya mempersembahkan peringatan dengan menelpon pihak yang bersangkutan dengan objek pemboman dan menyampaikan bahwa akan terjadi ledakan ditempat tersebut sehingga sanggup dilakukan penyelamatan sebelum bom meledak.
Aksi perlawanan pertama yang dilakukan oleh ETA, yakni terlibat dalam pengeboman di kota Bilbao, Vitoria, dan Santander pada 1959. Selanjutnya pada tahun 1961, ETA melaksanakan agresi militer pertamanya, yakni ketika mencoba untuk menggelincirkan kereta api yang memuat pasukan veteran perang saudara yang hendak ke San Sebastian untuk memperingati dua puluh lima tahun perang saudara di Spanyol.
Pada ketika Jendral Franco meninggal dunia tahun 1976, kondisi perpolitikan             di Spanyol berangsur-angsur membaik, banyak orang yang dari pengasingan kembali. Pemerintah Spanyol juga mempersembahkan otonomi yang cukup besar untuk setiap daerah di Spanyol. Wilayah Basque juga didiberikan kebebasan untuk mengelolah wilayahnya dan didiberikan kontrol atas isu-isu ibarat pendidikan dan pajak, sementara bahasa dan budaya Basque juga mulai diajarkan di sekolah. Di sisi lain, kelompok ETA menganggap bahwa otonomi parsial yang didiberikan oleh pemerintah tidak cukup. Mereka percaya bahwa Basque harus mempunyai kemerdekaan penuh dari Spanyol, dan untuk itu maka kelompok ETA mengintensifkan kembali kekerasan dan teror dengan samasukan utama abdnegara kemanan dan para politisi.
Kelompok ETA ini kemudian diyakini memperoleh sokongan dana dari masyarakat Basque, pemerasan, perdagangan narkoba, penculikan dengan uang tebusan, dan perampokan bersenjata. Dana yang kemudian dihasilkan akan dipakai untuk membiayai kegiatan ibarat pembunuhan (target utama pemerintah Spanyol dan Perancis), serangan bom di tempat-tempat umum, dan perlawanan gerilya. ETA beroperasi disebagian besar daerah-daerah otonom Basque, Spanyol utara dan belahan barat daya Perancis.
Pemerintah Spanyol selama bertahun-tahun berusaha untuk menuntaskan konflik dengan ETA lantaran aksi-aksi radikal yang dilakukan ETA sudah banyak mengakibatkan kerugian besar bagi Spanyol antara lain, dengancara militer yaitu menggeledah tempat-tempat yang dianggap sebagai basis dari perkumpulan ETA dan menangkap anggota-anggota ETA, membuat kebijakan-kebijakan khusus yang berafiliasi dengan ETA, ibarat melarang acara partai politik Basque yang berafiliasi dengan ETA.
Sejak memasuki pertama era ke 21 tepatnya pasca peledakan gedung kembar WTC dan Pentagon (9/11) tahun 2001, acara kekerasan ETA berangsur-angsur menurun. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan Amerika Serikat “war on terror” sehingga membuat negara-negara sekutunya juga ikut melaksanakan hal tersebut. Spanyol ialah sekutu dari Amerika Serikat yang kemudian mengeluarkan kebijakan anti-teror dan kebijakan kontra-terror ditahun 2002. Kebijakan anti-teror ialah kebijakan yang lebih bersifat defensif ibarat pembuatan undang-undang “Lay de Partidos” yang mempersembahkan ruang lebih besar kepada pemerintah Spanyol untuk menghambat perkembangan kelompok terorisme. Kebijakan kontra-teror ialah kebijakan yg lebih bersifat ofensif ibarat pembentukan kerjasama abdnegara keamanan Spanyol dan Perancis dalam membasmi kelompok terorisme.
Hal ini kemudian menjadi menarikdanunik ketikan tahun 2003 pemerintah Spanyol juga mempersembahkan otonomi seluas-luasnya bagi 17 provinsi di Spanyol termasuk Basque yang salah satunya untuk sanggup mempunyai pemerintahan lokal sendiri yang berada eksklusif dibawah Madrid, serta usaha diplomasi untuk menuntaskan konflik secara damai.. Namun lantaran kedua belah pihak mempunyai tujuan yang sangat berperihalan, yaitu ETA menginginkan Basque merdeka sedangkan Spanyol menginginkan Basque untuk tetap berada dibawah Spanyol mengakibatkan segala usaha untuk menuntaskan konflik ini belum berhasil.
Dalam usaha untuk menangkap anggota-anggota ETA yang disinyalir banyak melarikan diri keluar Spanyol, pemerintah Spanyol bekerjasama dengan pemerintah negara-negara Eropa lainnya, khususnya Perancis untuk menangkap anggota- anggota ETA. Hal ini disebabkan daerah Basque pada ketika ini terbagi dua di wilayah Utara Spanyol dan Barat Daya Perancis, meskipun spesialuntuk sedikit agresi ETA yang terjadi di Perancis, itupun spesialuntuk dalam skala kecil, namun lantaran banyak anggota ETA yang lari ke Perancis, maka Spanyol dan Perancis mengadakan kerjasama untuk menangkap anggota-anggota ETA yang berada di Perancis. Selain itu, dengan adanya Kelompok Gerakan ETA yang disinyalir sebagai kelompok tertua di Eropa yang sampai sekarang masih eksis, kedua belah pihak melaksanakan peningkatkan kekerabatan kolaborasi khususnya dibidang keamanan dalam rangka memberantas pergerakan kelompok tersebut.


0 Komentar untuk "Pengaruh Gerakan Euskadi Ta’ Askatasuna (Eta) Terhadap Relasi Diplomatik Spanyol-Perancis (Is-19)"

Back To Top