loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Permasalahan
Setiap orang niscaya pernah berhumor. Ada yang berhumor lantaran mempunyai selera humor, ada pula yang berhumor lantaran dia seorang pelawak. Komunikasi dalam humor berbentuk rangsangan yang cenderung secara impulsif menimbulkan senyum dan tawa para penikmatnya. Menurut beberapa ahli, humor timbul lantaran dalam diri kita ada perperihalan antara rasa ingin ‘main-main’ dan ‘kefokusan’ serta ‘kegembiraan yang meledak-ledak’ dan ‘kesedihan yang berlebihan’(Hakim, 2002:1)
Humor mempunyai peranan yang cukup sentral dalam kehidupan manusia. Humor tidak semata-mata sebagai hiburan untuk melepaskan beban psikologis penikmatnya tetapi juga sebagai wahana Koreksi sosial terhadap segala bentuk ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat. melaluiataubersamaini bentuk yang unik ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat diungkap dengan bahasa yang humoris dan berkesan santai serta menggelitik pembaca ataupun pendengar.
Dalam humor diperlukan kecerdasan kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur. Penutur harus sanggup menempatkan humornya pada ketika yang tepat, lantaran bila saatnya tidak tepat sanggup jadi humor tersebut tidak saja tidak lucu namun juga sanggup menyakiti pihak lain. Lawan tutur harus sanggup bersikap remaja dalam menanggapi sebuah humor lantaran bagaimanapun ‘tajam’nya Koreksian dalam sebuah humor, tetaplah humor.
Secara umum humor ialah segala rangsangan mental yang menimbulkan orang tertawa. Cerita penghibur hati pada umumnya mengisahkan kejenakaan atau kelucuan jawaban kecerdikan, kebodohan, kemalangan, dan keberuntungan tokoh utama. Kadang-kadang tokoh utama sangat ndeso dan tidak sanggup menangkap maksud orang lain sehingga menimbulkan kesalahpahaman (Ozkafaci, 2001:2).
Tokoh humor yang terkenal, yaitu Nasruddin Hoja, yaitu orang yang sangat lucu, cerdik, dan selalu punya cara untuk menjawaban tiruana persoalan. Bahkan kini kira-kira 600 tahun sehabis ia meninggal, kita masih menertawakan dan mengingat trik-triknya, pikiran sehatnya, olok-oloknya, guakdotnya, kebijaksanaan, dan kejujurannya. Kisah-kisah Nasruddin menggambarkan dirinya sebagai sosok yang multikarakter dan seakan tak berzaman. Setiap orang di setiap zaman sanggup mengidentifikasi Nasruddin untuk kemudian tertawa lebar atau tersenyum simpul ketika menyimak kisah-kisahnya.
Sampai kini kisah-kisah Nasruddin itu sudah dibukukan dan setiap orang sanggup membaca dan menikmati dongeng humornya. Seperti, 360 Cerita Jenaka Nasruddin Hoja (CJNH)” karya Irwan Winardi, Surat ke Baghdad Nasruddin Hoja (SBNH): Parodi Sufi yang disusun oleh Mohammad Yasin Owadally dan diterjemahkan oleh Kustadi Suhandang, Hikmah Jenaka ala Nasruddin Hoja (HJNH), dan Tawa Membawa Hikmah Bersama Nasruddin Hoja (TMHBNH) yang keduanya disusun oleh Dwi Bagus M.B.
Di dalam kisah humor Nasruddin, setiap orang dan kebiasaan masyarakat sudah diKoreksi dan ditegurnya secara bakir dan agamis. Tidak terkecuali, sindirannya ditujukan terhadap negara, agama, budaya atau budpekerti kebiasaan. Semua lelucon, jiwa, dan belum sempurnanya masyarakat yang diterima darinya menjadi materi tawa banyak orang. Memang yang paling mencuat pertama kali ketika mendengar atau membaca kisah-kisah Nasruddin yaitu kejenakaan yang mengundang tawa. Tokoh ini seakan tak pernah dirundung duka. Dia melihat unsur insan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari dan memakai akalnya untuk membuat setiap orang sadar akan sisi lain dari realitas. Karena itu, leluconnya tetap hidup hingga kini. Bisa dilihat dalam sebuah dongeng Nasruddin ketika ia berkunjung ke rumah seorang pejabat untuk mencari dana buat pembangunan masjid. Si pejabat yang ketika itu sedang duduk di ambang jendela lantai atas segera menyelinap ke dalam sehabis mengetahui kehadiran Nasruddin. Hal itu sempat terlihat oleh Nasruddin. “Bilang sama Tuanmu, Mullah Nasruddin hadir minta sumbangan,” kata Nasruddin kepada penjaga pintu gerbang. Si penjaga masuk kemudian keluar lagi. “Wah, Tuanku gres keluar, akung sekali dia tidak sanggup menerimamu ketika ini,” katanya. Nasruddin yang ketika itu sedikit kecewa, menanggapi perkataan penjaga dengan tenang, “Baiklah, tetapi katakan pada Tuanmu, supaya lain kali bila keluar rumah tidakboleh biarkan wajahnya tertinggal di jendela atas. Bisa-bisa dicuri orang.”
Di balik lelucon-leluconnya tabiat Nasruddin akan terpancar, kejenakaan dalam kisah-kisah Nasruddin spesialuntuklah makna artifisial yang simpel diserap tiruana orang. Hal lebih esensial yang sanggup diselami dari kisah-kisah Nasruddin yaitu ungkapan-ungkapan moral yang menggelitik kesadaran kita dan mendorong arus kesadaran kita untuk mendapatkan pencerahan (enlightenment) yang lebih bermakna.
0 Komentar untuk "Analisis Pragmatik Humor Nasruddin Hoja (Pbi-10)"