loading...
Persoalan keuangan kawasan ialah salah satu unsur utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah, meskipun diakui bahwa banyak sekali variable lain juga mempengaruhi kemampuan keuangan daerah, menyerupai contohnya variabel sumber daya manusia, organisasi, manajemen, masukana dan pramasukana serta variabel penunjang lainnya. Pentingnya variabel keuangan kawasan berkaitan dengan kenyataan bahwa mobilisasi terhadap sumber-sumber daya keuangan kawasan dipandang sebagai penggalan yang paling krusial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pemdiberian otonomi luas kepada kawasan diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan kiprah serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, kawasan dibutuhkan bisa meningkatakan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keguakaragaman daerah. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi kawasan maka otonomi ini dititikberatkan pada kawasan kabupaten atau kota alasannya kawasan kabupaten atau kota bekerjasama eksklusif dengan masyarakat.
Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah kawasan dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan efisien, bisa mendorong kiprah serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan membuatkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Keberhasilan otonomi kawasan tidak lepas dari kemampuan dalam bidang keuangan yang ialah salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Daerah otonomi dibutuhkan bisa atau berdikari di dalam membiayai kegiatan pemerintah wilayahnya dengan tingkat ketergantungan keuangan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang lebih kecil.
Kemampuan pemerintah kawasan dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah kawasan dalam membiayai kegiatan kiprah pembangunan. Anggaran kawasan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ialah instrument kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran sebagai instrumen kebijakan dan menduduki posisi sentral harus memuat kinerja, baik untuk penilaian secara internal maupun keterkaitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan. Kinerja yang terkait dengan anggaran ialah kinerja keuangan berupa perbandingan antara komponen-komponen yang terdapat pada anggaran.
APBD sanggup dipakai sebagai alat untuk memilih besarnya pendapatan dan pengeluaran, memmenolong pengambilan keputusan dan pencapaian pembangunan, otoritas pengeluaran dimasa-masa yang akan hadir, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk penilaian kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi tiruana acara dari banyak sekali unit kerja.
Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan oleh pemerintah kawasan ialah untuk menyajikan gosip yang mempunyai kegunaan untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas (pertanggungjawabanan) pemerintah kawasan atas sumber yang dipercayakan. Pemerintah kawasan sebagai pihak yang diserahi kiprah untuk menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat, wajib memberikan laporan pertanggungjawabanan keuangan wilayahnya untuk dinilai apakah pemerintah kawasan berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintahan kawasan dalam mengelola keuangan wilayahnya ialah dengan melaksanakan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang sudah dilaksanakan.
Pengelolaan kinerja keuangan kabupaten Bulukumba meraih opini Wajar melaluiataubersamaini Pengecualian (WDP). Penilaian WDP pada pengelolaan kinerja keuangan kawasan menunjukkan bahwa aparatur pemerintah masih lemah dalam mengelola keuangannya. Terlalu banyak kejanggalan arus anggaran baik dalam bentuk penerimaan maupun pengeluaran menjadi salah satu indikator yang dinilai menjadi penyebab buruknya sistem keuangan tersebut. Ada enam indikator yang paling lemah yakni; sistem manajemen yang serampangan, banyak kebocoran anggaran dalam pendapatan, lemahnya sistem pertanggungjawabanan anggaran, kiprah Inspektorat lemah, SDM Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) kurang dan lemah, dan tidak adanya good will dari setiap stakeholder dalam mengelola anggaran tersebut sesuai dengan skenario anggaran yang semestinya.
Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga sanggup diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. melaluiataubersamaini analisa ini pemerintah sanggup menilai kemandirian keuangan kawasan dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah, mengukur sejauh mana acara pemerintah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, mengukur bantuan masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah, dan sanggup melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba mengangkat judul “Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Bulukumba”.
Tag :
Akuntansi
0 Komentar untuk "Evaluasi Kinerja Keuangan Kawasan Kabupaten…. (Ak-58)"