loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Muchlis (2005), pemerintah Indonesia khususnya departemen pendidikan nasional sudah berupaya meningkatkan kualitas pendidikan matematika baik melalui peningkatan kualitas guru maupun melalui penataran-penataran, maupun peningkatan prestasi mencar ilmu siswa melalui peningkatan minimal nilai ujian nasional untuk kelulusan pada mata pelajaran Matematika. Namun prestasi mencar ilmu matematika siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah masih jauh dari harapan, ini terlihat prestasi wakil-wakil siswa Indonesia (IMO) yang kali pertama mengikuti tahun 1988 Canberra Australia dan hingga tahun 2005 menerima 1 perak, 10 perunggu dan 16 gaji mentions. Hal ini ialah suatu indikasi bahwa tingkat pemahaman matematika siswa Indonesia masih rendah. [1]
Sesuai dengan pendapat (Bruner (1997), tingkat pemahaman matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa sendiri sedangkan pembelajaran matematika ialah perjuangan memmenolong siswa mengkontruksi pengetahuan melalui proses bukan suatu produk. Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus didiberi peluang luasnya untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki.[2]
Salah satu ciri dari pembelajaran matematika masa sekarang yaitu penyajian didasarkan pada teori psikologi pembelajaran yang pada ketika ini sedang terkenal dibicarakan oleh para pakar pendidikan.[3] Salah satu yang dibicarakan mereka yaitu wacana matematika sekolah lantaran pembicaraan terkena matematika sekolah dan pembelajarannya tidak akan lepas dari teori psikologi yang mendasarinya, menyerupai gula dengan manisnya yang tidak akan pernah terlepas.[4] Matematika sekolah yaitu matematika yang diajarkan disekolah yaitu yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (SLTA dan SMK). Matematika sekolah ini ialah pecahan dari matematika yang dipilih guna menumbuhkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada IPTEK. Hal ini menawarkan bahwa matematika sekolah tetap mempunyai ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu obyek yang absrak serta berpola pikir deduktif konsisten.[5]
Oleh lantaran itu supaya proses pembelajaran lebih baik dan menarikdanunik perhatian siswa maka munculah model pembelajaran. Sesungguhnya makna kata pembelajaran sendiri dipahami sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap atau sikap siswa yang relatif permguan sebagai akhir dari pengalaman atau petes, kalau kegiatan mencar ilmu spesialuntuk bisa melaksanakan perubahan kemampuan dan bertahan dalam waktu sekejap, kemudian kembali ke sikap tiruanla. Ini menawarkan belum terjadi kejadian pembelajaran.
Dalam kaitan ini kiprah seorang guru yaitu berupaya biar proses pembelajaran yang terjadi pada siswa berlangsung secara efektif.[6] Agar sanggup mengajar efektif, guru harus meningkatkan peluang mencar ilmu bagi siswa (kuantitas) dan meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Kesempatan mencar ilmu siswa sanggup ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Mulai dan akhirilah mengajar sempurna pada waktunya. Hal ini berarti peluang mencar ilmu makin banyak dan optimal serta guru menawarkan kefokusan ketika mengajar sehingga sanggup membangkitkan minat atau motifasi siswa untuk belajar. Makin banyak siswa terlibat aktif dalam belajar, makin tinggi kemungkinan prestasi mencar ilmu yang dicapainya. Sedangkan dalam meningkatkan kualitas dalam mengajar hendaknya guru bisa merencanakan aktivitas pengajaran dan sekaligus bisa pula melakukannya dalam bentuk interaksi mencar ilmu mengajar. Bagi guru sendiri keberhasilan tersebut akan mengakibatkan kepuasan, rasa percaya diri, serta semangat mengajar yang tinggi. Hal ini berarti sudah menawarkan sebagian sikap guru professional yang dibutuhkan pada abad globalisasi dengan banyak sekali kemajuannya, khususnya kemajuan ilmu dan teknologi yang kuat terhadap pendidikan. [7] Selain itu seorang guru juga harus mempunyai aksara yang baik bagi siswanya, diantaranya karakteristik guru professional yaitu mempunyai kompetensi pendidikan (kemampuan yang terampil), menjalankan peranannya, mempunyai kepribadian yang luhur, memmenolong siswa dalam mengakibatkan sikap faktual dan memahami kendala dalam pendidikan.[8] Untuk itu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitasnya maka guru harus menjadi guru profesinal.
Dalam kegiatan mencar ilmu biar seorang guru sanggup melaksanakan tugasnya secara profesional, memerlukan wawasan yang mantap dan utuh wacana kegiatan mencar ilmu mengajar sanggup dilaksanakan dengan baik dan memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Salah satu wawasan yang perlu dimiliki guru yaitu wacana “Strategi Belajar Mengajar” yang ialah garis-garis besar haluan bertindak dalam rangka mencari samasukan yang digariskan. melaluiataubersamaini mempunyai taktik seorang guru akan mempunyai pedoman dalam bertindak yang berkenaan denagan banyak sekali alternative pilihan yang mungkin sanggup dan harus ditempuh. Sehingga kegiatan mencar ilmu mengajar sanggup berlangsung secara sistematis, terarah lancer dan efektif. melaluiataubersamaini demikian taktik diperlukan sedikit banyak akan memmenolong megampangkan para guru dalam melaksanakan tugas.[9] Dalam taktik mencar ilmu mengajar mengajar sendiri terdapat empat hal penting yang harus dilakukan yaitu:
- Merumuskan tujuan pembelajaran (TPK)nyaitu citra dari perubahan tingkah laris dan kepribadian penerima didik yang diharapkan.
- Memilih system pendekatan mencar ilmu mengajar yang dianggap paling efektif untuk mencapai tujuan.
- memilih dan tetapkan prosedur, metode dan metode mencar ilmu mengajar yang sempurna yang sanggup dijadikan pegangan dalam melaksanakan kegiatan pengajaran.
- Menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sebagai pegangan dan mengadakan penilaian mencar ilmu mengajar.[10]
Sehubungan dengan hal tersebut salah satu langkah biar seorang guru sanggup mempunyai dan menyebarkan taktik mencar ilmu tersebut yaitu menguasai pengetahuan yang cukup terkena hakikat mencar ilmu mengajar dengan pendekatan Developmentally Appropriate Practic (DAP). Developmentally Appropriate Practice (DAP) yaitu suatu kerangka teladan suatu filosofis atau juga pendekatan terkena bagaimana interaksi dan berafiliasi anak (peserta didik).[11]
Begitu pentingnya wacana teori pembelajaran yang sudah menjadi pijakan pertama sebelum timbulnya model, taktik pendekatan, metode serta metode-metode pembelajaran hingga setiap metode pembelajaran harus diubahsuaikan dengan teori-teori yang dikemukakan oleh jago pendidikan. Beberapa teori mencar ilmu diaplikasikan dalam pendidikan dan diungkapkan bagaimana implikasinya dalam pembelajaran matematika. Dari uraian tersebut maka metode pembelajaran dengan melihat tahap-tahap perkembangan psikologis anak akan sangat memmenolong dalam mencapai tujuan pembelajaran, serta meningkatkan pemahaman siswa.
Anggapan dilapangan mata pelajaran matematika masih ialah mata pelajaran yang cenderung kurang menarikdanunik dan sukar bagi siswa. Demikian juga melihat hasil UAN dari matematika secara umum belum menawarkan hasil yang menggembirakan.[12] Hal tersebut menawarkan bahwa untuk memperoleh pemahaman sendiri siswa sangatlah susah. Karena pelajaran matematika oleh sebagian siswa dianggap sebagai momok atau pelajaran yang kurang diminati oleh siswa dan pelajaran yang paling ditakuti. melaluiataubersamaini kondisi mirip ini maka membuat siswa kurang memahami matematika dengan baik. Salah satu hal yang membuat mereka tidak berminat dengan pelajaran matematika yaitu kurang tepatnya dalam pengambilan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru atau pendidik.
Setiap siswa perlu mempunyai penguasaan matematika pada tingkat tertentu yang dipelajari dari yang tergampang lampau, hingga yang tersusah. Karena sebagian siswa menganggap bahwa matematika yaitu momok, itu disebabkan mereka terlalu susah mamahami matematika dan model pembelajaran yang itu-itu saja. Mereka akan lebih memahami kalau siswa mempelajari dengan beberapa tahapan dari yang tergampang ketahap yang lebih susah. Sehingga siswa tidak akan merasa kesusahan lantaran siswa praktis menguasai materi. Dari sini perlu diketahui suatu model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan penguasaan materi matematika tersebut. melaluiataubersamaini model pembelajaran berorientasi pada teori Van Hiele diperlukan siswa akan sanggup meningkatkan pemahaman materi matematika secara terbaik dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing. Maka dari itu dipilihlah model pembelajaran berorientasi pada teori Van Hiele, yang nantinya sanggup menunjang keberhasilan proses mencar ilmu mengajar.
Menurut salah satu jago pendidikan khususnya dalam geometri yaitu Van Hiele. Menurut Van Hiele ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu: kombinasi yang baik antara waktu, materi pelajaran dan metode mengajar yang dipakai untuk tahap tertentu sanggup meningkatkan kemampuan berfikir penerima didik pada tahap atau jenjang yang lebih tinggi.[13]
Van Hiele yaitu seorang guru matematika bangsa Belanda yang pada tahun 1954 menulis disertasi wacana pengajaran Geometri. Dan ia juga salah satu jago pendidikan yang khusus dalam bidang geometri.[14] Oleh alasannya yaitu itu dalam hal ini saya mencoba memecahkan kasus problem persegi dan persegi panjang dalam bentuk dongeng ini sanggup dijalankan dengan cara menggunakan tahapan-tahapan, supaya bisa lebih praktis memahami, mengerti dan praktis mengingat materi yang sudah dijelaskan serta sanggup meningkatkan kemampuan berfikir yang lebih tinggi.
Salah satu kasus yang perlu dipecahkan yaitu soal matematika dalam bentuk dongeng yang ialah salah satu pengetahuan dasar yang harus dipelajari oleh siswa SLTP, lantaran sangat banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Para siswa sering menemukan problem matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu materi ini materi yang esensial lantaran dipakai di SMU dan tingkat akademi tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara dalam studi penlampauan di kelas VII F SMPN I Ngunut selama ini proses pembelajaran matematika khususnya materi persegi dan persegi panjang dalam bentuk soal dongeng masih didominasi oleh guru dan spesialuntuk sebatas pada upaya menjadikan anak terampil mengerjakan soal-soal ujian. Pada umumnya guru pribadi memberikan soal dalam bentuk cerita, memdiberi contoh pengerjaan kemudian melatih siswa dengan memdiberi soal sehingga pembelajaran yang berlangsung tidak cepat atau praktis dipahami oleh siswa.
Untuk itu salah satu cara meningkatkan pemahaman terhadap soal dalam bentuk dongeng yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berorientasi pada teori Van Hiele. Melalui model pembelajaran berorientasi pada teori Van Hiele ini siswa diperlukan bisa memahami materi dengan praktis dan jelas. Penerapan teori Van Hiele tersebut ada 5 tahapan yaitu (1) tahap pengenalan, (2) tahap analisis, (3) tahap pengurutan, (4) tahap deduksi dan (5) tahap akurasi.[15]
0 Komentar untuk "Model Pembelajaran Berorientasi Pada Teori Van Hiele Yang Sanggup Meningkatkan Pemahaman Matematika Siswa Dalam Menuntaskan Soal Dongeng Pada Topik Persegi Dan Persegi Panjang Di Kelas Vii F Smpn I Ngunut (Pmt-48)"