Obedience, Compliance, Comformity, Acceptance Masyarakat Cikoang Dalam Perayaan Maudu’ Lompoa (Studi Eksploratif Terhadap Kepemimpinan (Psik-07)

loading...
Cikoang ialah salah satu desa yang terletak di pesisir selatan Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Desa Cikoang ialah dataran rendah yang berada pada ketinggian 50 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah 555,49 Ha. Penduduk orisinil Cikoang ialah suku Makassar. Desa ini dihuni oleh penduduk orisinil suku Makassar dan kaum Sayyid. Bahasa yang dipakai sehari-hari ialah bahasa Makassar. Penduduknya lebih banyak didominasi memeluk agama Islam sebagai keyakinan mereka. Jumlah penduduk sekitar 2444 jiwa dengan 574 kepala keluarga. Mata pencarian utama masyarakat Cikoang ialah bercocok tanam, membuat garam, mengelola tambak ikan, dan sebagai nelayan (Pemerintah Desa Cikoang, 2002). Jarak antara Desa Cikoang dengan Ibukota Kecamatan Mangarabombang ± 8 km, dari Ibukota Kabupaten Takalar ± 15 km, dan ke Kotamadya Makassar ± 52 km (Pemerintah Kabupaten Takalar, 2001).


Desa Cikoang mempunyai dua macam iklim yaitu iklim lembap dan iklim kering (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ujung Pandang, 1983/1984). Desa Cikoang termasuk kawasan diberiklim tropis (kering), hal ini disebabkan letak wilayahnya berada di pesisir pantai. Desa Cikoang juga mempunyai sebuah sungai yang bermuara ke laut. Masyarakat setempat menyebut sungai itu sesuai dengan nama desa tersebut, yaitu Sungai Cikoang. Di pinggir sungai inilah setiap tahun masyarakat Cikoang memuja dan mengagungkan Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai ritual agama Maudu’ Lompoa .
Maudu’ Lompoa ialah upacara yang dilaksanakan sekali setahun pada setiap Rabiul Awal (12 Rabiul Awal) untuk memperingati hari kelahiran nabi Besar Muhammad SAW atau biasa juga disebut sebagai Maulid Nabi (Saleh, 1996). Sebenarnya peringatan maulid nabi juga dilaksanakan oleh seluruh masyarakat diberbagai kawasan di Sulawesi Selatan, akan tetapi pelaksanaan Maudu’ Lompoa yang dilaksanakan di Cikoang kabupaten Takalar ini, mempunyai keunikan tersendiri.

Keunikan upacara maulid di kawasan Cikoang tidak spesialuntuk sekedar perayaan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, akan tetapi mengandung makna yang lebih dalam yaitu ihwal falsafah hidup yang bersahabat kaitannya dengan bencana alam semesta dan permulaan penciptaan roh insan atau lebih dikenal dengan konsep Nur Muhammad (Saleh, 1996). Selain perayaan Maudu’ Lompoa dilaksanakan dengan besar-bemasukan yang tidak spesialuntuk dihadiri oleh komunitas sayyid yang ada di Cikoang akan tetapi juga dihadiri oleh sayyid-sayyid yang ada diluar kawasan (Yuliana, 2004). Pelaksanaannya pun menelan biaya yang tidak sedikit, lantaran banyak sekali aksesoris atau perlengkapan dalam pelaksanaan perayaan maulid harus dipersiapkan oleh masing-masing keluarga. Seperti yang dikatakan oleh Saleh (1996) bahwa upacara pelaksanaan Maudu’ Lompoa mempunyai imbas yang cukup besar terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cikoang. Apalagi masyarakat Cikoang lebih banyak didominasi ialah petani dan nelayan yang mempunyai tingkat ekonomi yang cukup rendah.

Hadirnya perayaan Maudu’ Lompoa, bersahabat kaitannya dengan figur seorang ulama Aceh berjulukan Sayyid Jalaluddin, yang sudah berjasa meneruskan pedoman agama Islam di Cikoang. Masyarakat Cikoang mengenalnya sebagai anak dari Sayyid Muhammad Wahid Al-Aidid (Al-Aidid, 2003). Ulama ini berada di Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam. Sayyid Jalaluddin ialah keturunan Arab Hadramaut Arab Selatan dan masih terhitung sebagai itrah ahlulbait atau keturunan anak cucu Nabi Muhammad SAW yang ke-27 (Baharuddin, 2001). Ia kemudian berkeluarga dengan seorang putri ningrat Makassar dari kerajaan Gowa berjulukan I Acara Daeng Tamami. Selanjutnya Sayyid Jalaluddin menetap di Cikoang guna memantapkan pedoman Islam.

Kehadiran Sayyid Jalaluddin ialah cikal bakal muculnya keturunan-keturunan sayyid di Cokoang. Dalam status sosial di lingkungan masyarakat Cikoang, kaum Sayyid ialah golongan masyarakat tertinggi di antara anggota masyarakat lainnya. Mereka dipandang sebagai keturunan anak cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh lantaran itu, bagi kaum Sayyid wajib hukumnya merayakan Maudu’ Lompoa. Kaum Sayyid mempunyai imbas yang berpengaruh dari sisi kehidupan masyarakat Cikoang, khususnya pada bidang pemerintahan dan keagamaan.

Salah satu pemimpin kaum Sayyid di Cikoang ialah Karaeng Opua (Sayyid Opu). Seluruh acara yang terkait dengan Maudu’ Lompoa dan aturan-aturan susila kaum Sayyid harus diputuskan oleh Karaeng Opua. Kedudukannya diibaratkan sebagai raja yang diagungkan. Kaum Sayyid sangat hormat dan patuh terhadap tiruana aturan dan perintahnya. Karaeng Opua mempunyai penasihat, yaitu para anrong guru. Pola kerukunan, kebersamaan, kegotong-royongan, dan sejumlah aturan yang dibentuk Karaeng Opua, dimaksudkan supaya Maudu’ Lompoa tetap lestari dan pedoman nenek moyang mereka tetap terpelihara (Yuliana, 2004).

Masyarakat Cikoang sangatlah patuh kepada titah sang raja (Karaeng Opua), lantaran mereka percaya bahwa Sayyid Opu dan para penasehatnya (anrong guru) akan membawa mereka pada keselamatan di alam abadi kelak. Sehingga apapun yang dikatakan oleh Karaeng Opua dan para penasehatnya akan diikuti oleh masyarakat pendukungnya terutama dalam hal pelaksanaan maulid nabi (Maudu’ Lompoa). sepertiyang yang dikatakan oleh Yuliana (2004) bahwa masyarakat Cikoang tidak ada yang berani melawan ataupun membantah apa yang diperintahkan oleh Karaeng Opua utamanya dalam hal pelaksanaan Maulid Nabi. Masyarakat takut dikeluarkan atau tidak dimasukkan dalam golongan orang-orang yang akan di doakan keselamatannya diakhirat kelak. Hal semacam ini biasa dikenal oleh orng kebanyakan sebagai Tarekat.

Oleh lantaran itu kepatuhan masyarakat Cikoang terhadap Karaeng Opua dalam hal pelaksanan Maudu’ Lompoa, mempunyai alasan-alasan berpengaruh guna keselamatan mereka di alam abadi kelak. Penelitian ini pun berusaha mengkaji lebih jauh terkena kepatuhan masyarakat Cikoang dalam pelaksanaan perayaan Maudu’ Lompoa. Selain itu juga akan dikaji sejauh mana peranan kepemimpinan Sayyid dalam menjaga akidah para pengikutnya utamanya masyarakat Cikoang supaya tetap patuh dalam pelaksanaan perayaan Maudu’ Lompoa tersebut.

Bertolak dari permasalahan diatas maka, pertanyaan penelitian yang sanggup diajukan dalam penelitian ini ialah sebagai diberikut:
a. Apakah yang membuat masyarakat Cikoang begitu antusias dalam melaksakan Maulid (Maudu’ Lompoa) sehingga walau berada di luar kawasan sekalipun akan tetap berusaha hadir untuk menghadiri dan bahkan berpartisipasi dalam perayaan tersebut ?
b. Mengapa perayaan Maudu’ Lompoa begitu berarti dan bahkan begitu disakralkan oleh masyarakat Cikoang ?
c. Apakah fungsi Sayyid Opu (Karaeng Opua) dan para penasehatnya (Anrong Guru) dalam kehidupan masyarakat Cikoang ?
d. Mengapa Sayyid Opu dan para penasehatnya begitu dipatuhi oleh para pengikutnya atau masyarakat Cikoang ?


Tag : Psikologi
0 Komentar untuk "Obedience, Compliance, Comformity, Acceptance Masyarakat Cikoang Dalam Perayaan Maudu’ Lompoa (Studi Eksploratif Terhadap Kepemimpinan (Psik-07)"

Back To Top