Pandangan Tiga Tokoh Utama Perempuan Perihal Emansipasi Dalam Novel Tiga Orang Perempuan Karya Maria A. Sardjono (Pbi-2)

loading...
BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Indonesia dikala ini memasuki periode globalisasi yang ditandai dengan arus isu dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam pembangunan. Tidak spesialuntuk kaum laki-laki saja yang berperan aktif, perempuan dituntut untuk beperan aktif juga dalam mengisi pembangunan. Mereka harus lebih mempunyai suatu perilaku yang mandiri, disamping kebebasan untuk berbagi dirinya sebagai insan sesuai dengan talenta yang dimilikinya.

Perempuan banyak yang mempunyai tugas ganda selain sebagai ibu rumah tangga, mereka juga berperan sebagai perempuan yang bekerja atau lebih dikenal dengan sebutan perempuan karier. Oleh sebab itu perempuan belum bisa berperan secara utuh di masyarakat. Di satu sisi perempuan ingin berperan secara penuh baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, namun di sisi lain perempuan dihentikan melupakan kodratnya sebagai seorang wanita..

Menghadapi permasalahan di atas diharapkan adanya taktik yang sempurna yang bisa mendukung perempuan dalam beperan aktif baik di lingkungan keluarga maupun di luar sebagai perempuan karier tanpa menerima pandangan negatif dari masyarakat. Strategi tersebut ialah dengan gerakan emansipasi wanita. Namun pada umumnya masyarakat berprasangka bahwa gerakan emansipasi perempuan ialah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki, upaya melawan nilai-nilai atau norma-norma sosial yang ada, contohnya lembaga/institusi rumah tangga, perkawinan maupun perjuangan pemberontakan untuk mengingkari apa yang disebut kodrat.

Tujuan yang bahwasanya dari gerakan ini ialah untuk meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan supaya sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki, bukan untuk mengungguli atau mendominasi kaum laki-laki sevagai balas dendam dengan menindas atau menguasai kaum laki-laki. melaluiataubersamaini adanya pemahaman yang salah wacana gerakan emansipasi perempuan banyak pihak yang menentang gerakan ini terutama dari pihak laki-laki. Namun dari pihak perempuan pun ada yang menentang terutama mereka yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya tradisional yang masih kuat yaitu ciri tradisional yang mengharuskan perempuan menjaga kesalehan serta kemurnian mereka, bersikap pasif dan menyerah, rajin mengurus keluarga dan rumah tangga atau memelihara domestisitas.

Beberapa orang andal beropini terkena gerakan emansipasi atau sering disebut feminisme. Feminisme ialah teori wacana persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial; atau aktivitas terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Geofe 1986:837). Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Dzuhayatin (dalam Bainar 1998:16-17) feminisme ialah sebuah ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat.

Pandangan yang menyatakan bahwa emansipasi perempuan tidak spesialuntuk menuntut kesamaan saja dan itu dianggap tidak begitu penting, yang penting di
sini ialah bagaimana perempuan mempunyai peluang untuk berbagi potensi serta bakatnya supaya lebih maju (Widoyo 1991:16).

Permasalahan yang dihadapi oleh perempuan terutama yang menyangkut emansipasi perempuan ini ialah kenyataan sosial yang dihadapi oleh perempuan tidak spesialuntuk di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Dari kenyataan sosial yang dihadapi insan khususnya perempuan mempersembahkan pandangan gres kepada sastrawan untuk menuangkannya ke dalam karya sastra yang akan dibuatnya. Karya sastra ini ialah buah pikiran seorang pengarang yang bersumber dari pengalaman hidupnya sendiri maupun orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Wellek (dalam Budianta 1990:109) yang menyatakan bahwa sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra itu juga menjiplak alam dan dunia subyektif manusia. Suharianto (1982:11) menyampaikan bahwa karya sastra pada hakikatnya ialah pengejawantahan kehidupan, hasil pengamatan sastrawan atas kehidupan sekitarnya. Pengarang dalam membuat karya sastra didasarkan pada pengalaman yang sudah diperolehnya dari realitas kehidupan di masyarakat. Peran tokoh dari dunia konkret kemudian dituangkan ke dalam bentuk karya sastra.

Permasalaha yang menjadi sorotan publik dan ide dalam sebuah karya sastra dikala ini ialah terkena permasalahan gender. Adanya perbedaab gender sesungguhnya tidaklah menjadi kasus sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inqualities). Namun yang menjadi problem ternyata perbedaan gender sudah melahirkan banyak sekali ketidakadilan gender baik bagi kaum laki-laki dan terutama kaum perempuan. Ketidakadilan gender ialah sistem dan
struktur dimana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut (Fakih 2001:12). Permasalahan gender tersebut yaitu bahwa kehidupan perempuan di zaman lampau hingga kini mengalami biro diam-diam dan sangat diabaikan keberadaannya. Gambaran sosok perempuan selalu berada dalam kekuasaan laki-laki (Mukmin 1980:83). Menurut Fakih (2001:10) sebab konstruksi sosial gender, kaum laki-laki harus bersifat kuat dan agresif, maka laki-laki kemudian terlatih dan tersosialisasi serta termotivasi untuk menjadi atau menuju sifat gender yang ditentukan oleh suatu masyarakat, yakni secara fisik lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya, sebab perempuan harus lemah lembut, maka semenjak bayi proses sosialisasi tersebut tidak saja besar lengan berkuasa kepada perkembangan emosi dan visi serta ideologi kaum perempuan, tetapi juga mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis selanjutnya. melaluiataubersamaini adanya permasalahan gender tersebut membawa perkembangan gres bagi dunia sastra yaitu mempersembahkan efek terhadap cara pandang sastrawan untuk membuat tokoh perempuan dalam karya sastranya.

Teknik pandang sastrawan tersebut yang pertama ialah perempuan sebagai suplemen suami atau perempuan yang melihat kiprahnya menurut keadaan biologisnya (baik sebagai isteri, ibu rumah tangga, nenek, dsb). Teknik pandang yang kedua, perempuan sebagai sentral kapitalis. Artinya perempuan bisa berdikari dan berkarier di lingkungan luar (Mukmin 2001:13). Wanita yang mencoba menembus batas stereotip kedudukan perempuan dan melihat diri sendiri sebagai individu bukan spesialuntuk sebagai pendamping laki-laki. Tokoh perempuan menyerupai ini ialah mereka yang disebut perempuan feminis yang berusaha berdikari dalam berfikir dan bertindak, serta menyadari hak-haknya (Chudori 1991:28).

Berbicara terkena karya sastra yang feminis dalam hubungannya dengan emansipasi tokoh perempuan di masyarakat, salah seorang pengarang perempuan Indonesia yang tertarik membicarakan kasus perempuan dalam dunia sastra melalui karya-karyanya ialah Maria A. Sardjono. Sebagai pengarang Maria A. Sardjono ialah pengarang yang cukup poduktif membuat karya sastra yang bertemakan wanita.
Maria A. Sardjono ialah pengarang perempuan yang lahir di Semarang 22
April 1945 namun ia dibesarkan dan bersekolah di Jakarta. Ia menulis semenjak remaja, namun gres pada tahun 1974 karya-karyanya dipublikasikan. Ia sudah menulis kurang lebih 80 novel, belasan novelet dan buku dongeng belum dewasa dan kurang lebih 120 cerpen. Novel-novel karya Maria A. Sardjono di antaranya ialah Langit di atas Merapi, Pengantin Kecilku, Sepatu Emas Untukmu, Daun- daun yang Gugur, Menjolok Rembulan, Bintang Dini Hari, Kemuning, Ketika Flamboyan Berbunga, Melati di Musim Kemarau, Gaun Sutra Warna Ungu, Lembayung di Kaki Langit, Lembayung di matamu dan masih banyak lainnya. Di antara novel-novel karya Maria A. Sardjono tersebut ada empat novel yang sudah difilmkan dan beberapa kali dibeli rumah produksi untuk dibentuk sinetron. Salah satu sinetron tersebut ialah Tiga Orang Perempuan. Novel ini mengisahkan tiga perempuan tidak sama generasi terbentur oleh budaya yang diwarnai sistem patriarkat. Akibatnya timbul gejolak dalam kehidupan masing-masing dan kegiatannya mengalami kegamangan ketika harus mengungkapkan cinta terhadap perasaan laki-laki yang mereka kasihi.

Sang nenek membentengi dirinya dari perasaan cinta pada suaminya yang berpoligami. Sang Ibu lain lagi. Karena melihat rumah tangga orang tuanya, beliau bertekad sebagai perempuan super terhadap suami.

Gading sebagai generasi ketiga yang hidup di masa kini pun mengalami benturan nilai-nilai tersebut. Yoyok, kekasihnya, masih mempunyai ajaran yang sama menyerupai kakek moyangnya, yaitu daerah yang paling pas bagi perempuan ialah di dalam rumah. Gading sadar bahwa ada nilai lain yang menyangkut kasih yaitu pengorbanan, Yoyok sudah pergi meninggalkannya ke negeri orang. Kemana harus dicarinya lelaki itu? Dia yang kesudahannya memdiberinya kesadaran bahwa di rumah pun seorang perempuan tetap bisa berkarya dan mengungkapkan eksistensinya, setara dengan laki-laki. Apakah beliau harus mendapatkan jodoh yang didesakkan neneknya, seorang lelaki bangsawan modern yang pikirannya jauh lebih kuno dari Yoyok.

Dari uraian dongeng novel Tiga Orang Perempuan di atas sanggup kita ambil suatu permasalahan yang menyangkut kasus emansipasi wanita, sehingga menarikdanunik untuk dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini. Permasalahan yang sejenis juga pernah dibahas oleh penulis lain tetapi merujuk pada tugas tokoh perempuan di dalam keluarga dan masyarakat, bukan inti dari gerakan emansipasi yang dilakukan oleh tokoh utama wanita. Yang menarikdanunik dari novel Tiga Orang Perempuan ini ialah bagaimana pandangan tiga orang tokoh yang tidak sama generasi yaitu Nenek, Ibu, dan Gading yang terbentur oleh budaya yang diwarnai sistem patriarkat, bisa menyatukan perbedaan tersebut dalam menghadapi banyak sekali permasalahan.

Berdasakan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, penelitian ini akan mengulas secara lengkap dan utuh wacana tokoh perempuan dalam sebuah karya sastra (novel), khususnya ditinjau dari segi feminisme. Penelitian sejenis sudah banyak. Penelitian yang menjadi landasan dalam penelitian skripsi ini diantaranya skripsi berjudul Feminisme Dalam Novel Tumini (Perawan Onderneming) oleh Suprapti Dewi Mahanani yang mengulas kasus kedudukan wanita, tokoh perempuan dilihat dari perspektif gender. Dalam penelitian ini metode yang dipakai ialah metode struktural dengan pendekatan adil. Tokoh utama dalam novel ini yaitu Tumini yang digambarkan selalu menderita dan dilihat dari perspektif gender sebagai kaum perempuan ia mengalami ketidakadilan gender yang termanifestasi kekerasan dalam bentuk pemerkosaan.

Kemudian skripsi Fitriani Nur Rahayu berjudul Perspektif Feminisme Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Canting Karya Arswendo Atmowiloto yang mengulas penentuan contoh dan pendeskripsian feminisme. Penelitian ini memakai pendekatan sosiologi sastra. Tokoh utama dalam novel ini Bu Bei. Ia memperjuangkan perempuan supaya mempunyai kedudukan yang sejajar dengan kaum pria, persamaan hak atas rumah dan tanah serta persamaan hak untuk berkeluarga lagi. Penelitian sejenis tersebut sangat relevan dengan penelitian dalam kajian ini, yang mencoba untuk melengkapi penelitian sejenis yang sudah ada. Perbedaannya ialah pada permasalahan yang dikaji. Pada skripsi Suprapti (2001) yang berjudul Feminisme Dalam Novel Tumini (Perawan Onderneming) dibahas kasus kedudukan wanita, tokoh perempuan dilihat dari perspektif gender. Sedangkan pada skripsi Fitriani (2003) yang berjudul Perspektif Feminisme Tokoh Utama Wanita

Dalam Novel Canting Karya Arswendo Atmowiloto dibahas penentuan contoh dan pendeskripsian feminisme. Berbeda dengan skripsi Tri Rahmawati yang berjudul Peran dan Emansipasi Tokoh Utama Wanita Pada Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini (2003) dibahas tugas dan emansipasi tokoh utama perempuan baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. Penelitian dalam skripsi ini mengulas pandangan tiga tokoh utama perempuan yang tidak sama generasi wacana emansipasi. Perbedaan tersebut tidak hany dari segi umur tetapi juga menyangkut latar belakang kehidupan sosial ketiga tokoh perempuan itu.


Judul : PANDANGAN TIGA TOKOH UTAMA WANITA TENTANG EMANSIPASI DALAM NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA A. SARDJONO (PBI-2))


0 Komentar untuk "Pandangan Tiga Tokoh Utama Perempuan Perihal Emansipasi Dalam Novel Tiga Orang Perempuan Karya Maria A. Sardjono (Pbi-2)"

Back To Top