loading...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
melaluiataubersamaini berhembusnya angin reformasi yang ditandai dengan jatuhnya kekuasaan orde gres pada tahun 1998, maka berubahlah sistem pemerintahan di negara kita yang didorong oleh suara-suara dan tuntutan dari rakyat Indonesia akan pentingnya pinjaman kekuasaan antara pusat dan daerah, semoga tidak terjadi kecemburuan antara Jakarta dan wilayah-wilayah yang nota benenya mempunyai potensi yang luar biasa dalam sumberdaya alamnya yang diperlukan sanggup meningkatkan kesejahteraan penduduknya tetapi, yang terjadi yaitu sebaliknya yaitu kekayaan alam yang terdapat di kawasan dikeruk oleh pemerintah pusat dengan sistem yang berlaku ketika itu, sedangkan kawasan tersebut spesialuntuk kebagian sebagian kecil saja dari kekayaan daerahnya. Karena itulah kemudian muncul suara-suara dari kawasan yang menuntut adanya otonomi daerah. melaluiataubersamaini semakin gencarnya tuntutan tersebut dan juga untuk mengantisipasi semakin berkem-bangnya embrio disintegrasi maka dewan perwakilan rakyat sebagai pemegang amanah rakyat beru-saha mendorong inisiatif desentralisasi dan otonomi daerah, yang selama beberapa tahun terakhir terus dikampanyekan oleh para akademisi dan kalangan Ornop sebagai upaya untuk semakin mendorong iklim demokrasi dan peningkatan kese-jahteraan masyarakat di daerah.
Namun peraturan yang sudah disusun tersebut mempersembahkan kesan menga-burnya semangat otonomi kawasan yang tengah dikembangkan atau sanggup disebut otonomi yang setengah hati. Ditambah lagi adanya peraturan sektoral yang masih sangat bersifat sentralistis. Daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22 th 1999 ialah kawasan yang berwenang dan berkewajiban untuk mengurusi sendiri urusan rumah tangganya selain beberapa urusan yang memang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. melaluiataubersamaini demikian, selain urusan-urusan peme-rintahan, satu hal yang harus dilimpahkan atau harus menjadi urusan pemerintah dan masyarakat kawasan yaitu pengelolaan asset negara di daerah, menyerupai sumberdaya alam. Tanpa adanya kewenangan tersebut maka layaklah kalau otonomi kawasan di Indonesia disebut sebagai otonomi kawasan yang setengah hati.
Sangatlah masuk akal apabila daerah-daerah di Indonesia menuntut adanya oto-nomi daerah, dengan kondisi alam yang sangat kaya akan sumberdaya alam, seharusnya penduduk/rakyat Indonesia mempunyai kesejahteraan yang tinggi. Sa-lah satu kekayaan Indonesia yaitu hasil hutan, berdasarkan data dari FWI/ GWI tahun 2001 hutan di Indonesia ialah yang terluas dan terkaya keguakara-gaman hayatinya di dunia. Meskipun luas daratan Indonesia spesialuntuk 1,3 persen dari luas daratan permukaan bumi. Namun keguakaragaman hayati yang terkandung di dalamnya sangat tinggi, mencakup 11 persen spesies tumbuhan dunia, 10 persen spesies mamalia, dan 16 persen spesies burung. Selain itu Indonesia ialah salah satu negara yang mempunyai hutan dengan keguakaragaman tertinggi di dunia. Menurut Athoillah tahun 2003 hutan di Indonesia di huni tidak kurang dari 500 spesies mamalia, 1500 spesies burung, dan 100.000 spesies tumbuhan. Kekayaan tersebut sanggup dilihat dengan membandingkan kekayaan hayati hutan di paparan Sunda yang dihuni oleh 287 spesies mamalia dan 732 spesies burung, dengan hutan sebelah barat Rusia yang besarnya empat kali hutan di paparan Sunda yang “spesialuntuk” mempunyai 143 jenis mamalia dan 398 jenis burung. Oleh kesudahannya bagi Indonesia, hutan ialah kekayaan yang tidak ternilai harganya.(Anonymous, 2003).
Di Jawa Timur, berdasarkan data tahun 2001 mengatakan bahwa, dari total 1.361.448 hektare ”milik” perhutani Jatim, 812.889,5 ha ialah hutan industri, sedangkan hutan lindung ”spesialuntuk” 315.503.3 ha dan hutan suaka alam/ta-man nasional seluas 233.053,2 ha. Menilik lebih dalam lagi kondisi hutan di kabupaten Malang, luasan hutan yang dikuasai oleh perhutani KPH Malang seluas 117.946,3 ha. Bila dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten Malang yang 334.787 ha, maka luasan hutannya mencapai 35 persen dari luas daratan. KPH Malang terbagi menjadi dua wilayah yakni Malang barat terdiri dari kawasan Ke-panjen, Singosari, Pujon dan Ngantang seluas 46.175,2 ha dan wilayah malang ti-mur terdiri dari Sengguruh, Sumber Manjing, Tumpang dan Dampit seluas 71.771,1 ha. Berdasarkan kelas perusahaan, maka Jati yaitu yang terluas, yakni 45,1 % ( 42.887 ha ) diikuti oleh Pinus 29,01 % ( 27.583,3 ha ) dan Damar 25,89 % ( 24.617,9 ha ). (Anonymous, 2003).
Dan ironisnya di kala otonomi kawasan menyerupai kini ini muncul demam isu konflik gres atas kuasa pengelolaan hutan yang bersifat struktural antara penguasa hutan warisan orde gres yang tidak lain yaitu perhutani, melawan pemerintah di kawasan sebagaimana yang terjadi di kota Batu. Pemerintah kawasan merasa bahwa dirinya mempunyai kewenangan untuk mengelola hutan sebagai penggalan dari pemdiberian otonomi kawasan versi UU No. 22/99 sementara di sisi lain, Perhutani tetap berpegang pada UU Pokok Kehutanan yang mempersembahkan wewenang penge-lolaan hutan pada perhutani (Anonymuos, 2003). Mereka para elit stuktural lebih sibuk memikirkan bagaimana mendapat dan meningkatkan pendapatan bagi kelompok maupun kepentingan pribadinya, tanpa memikirkan kepentingan masyarakat kecil khususnya masyarakat desa sekitar hutan dan laju kerusakan hutan di wilayah kekuasaannya yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, sedangkan petaka yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan hutan sudah terjadi berulang-ulang.
Ternyata pemerintah hingga ketika ini masih saja menutup pendengaran akan pentingnya konservasi hutan dengan cara bekerja sama antara pemerintah kawasan dan masyarakat desa hutan yang di dalamnya terdapat kelompok tani hutan. Padahal pentingnya pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan sudah diatur dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri. Karena itulah dianggap perlu untuk diadakan penelitian yang mengulas peranan kelompok tani hutan dalam konservasi hutan di kabupaten Malang. Dari penelitian ini, diperlukan pemerintah semakin memahami dan segera menindaklanjuti dengan tetapkan kebijakan yang lebih memperkuat kedudukan kelompok tani tersebut dalam keikutsertaannya dalam mengelola hutan di wilayah tinggalnya.
Tag :
Pertanian
0 Komentar untuk "Peranan Kelompok Tani Pelestari Sumberdaya Alam Dalam Konservasi Dan Pemanfaatan Hutan (Studi Di Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang) (Prt-105)"