Strategi Peningkatan Kinerja Pegawanegeri Tubuh Pengawasan Kawasan Kabupaten Kediri (An-8)

loading...
BAB I 
PENDAHULUAN


1.1.   Latar Belakang
  Lebih dari tiga dasa warsa Program Keluarga Berencana Nasional dilaksanakan di Indonesia. Selama kurun waktu tersebut sudah banyak hasil yang dicapai, salah satu bukti keberhasilan agenda antara lain semakin tingginya angka pemakaian kontrasepsi (prevalensi) menurut pendataan keluarga tahun 2003 di Kabupaten Kediri menawarkan proposi peserta KB untuk tiruana cara tercatat sebesar 211.703 penerima atau 74,85  %, dari PUS sebesar 282.821.
Angka prevalensi yang dicapai ini sudah sanggup mempersembahkan donasi cukup besar terhadap turunnya angka fertilitas, pada dikala pertama agenda KB dimulai angka fertilitas di Kabupaten Kediri tercatat sebesar 5,61 per perempuan PUS, di tahun 1980 angka TFR sudah turun menjadi 4,68 per perempuan PUS,  di tahun 1987 sudah sanggup ditekan menjadi 3,39, sedangkan pada tahun 1990 semakin turun menjadi 3,31, menurut hasil pendataan keluarga tahun 2003 TFR menjadi 2,01.
Semakin berkurangnya angka kelahiran di Kabupaten Kediri dengan sendirinya besar lengan berkuasa terhadap angka pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk yang semakin menurun mempersembahkan imbas pada jumlah penduduk secara keseluruhan. Hasil pendataan keluarga tahun 2003 di Kabupaten Kediri, yang terbagi 23 Kecamatan menawarkan bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Kediri tercatat sebesar 1.460.271 jiwa, terdiri dari 727.094 jiwa penduduk laki-laki dan 733.177 jiwa  penduduk perempuan. Nampaknya kepadatan penduduk berada di ibu kota Kabupaten yaitu Kecamatan Pare yang terdiri dari 18 Desa dengan jumlah penduduk sebesar 141.542 jiwa terdiri dari 70.674 jiwa penduduk laki-laki dan 70.868 jiwa penduduk perempuan sedangkan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) relatif besar yaitu 25.114. Tentunya hasil yang dicapai ini bukan spesialuntuk ialah imbas dari agenda KB semata tetapi juga lantaran adanya janji yang tinggi dari pemerintah maupun banyak sekali pinjaman dari lintas sektoral
Kebijakan-kebijakan pembangunan menyerupai pengendalian pertumbuhan penduduk, penyebaran penduduk, serta peningkatan taraf hidup masyarakat sudah dilakukan, perjuangan tersebut diterapkan dalam bentuk program, salah satu diantaranya ialah Program Keluarga Berencana Nasional.
Program Keluarga Berencana Nasional pada hakekatnya ialah ialah agenda masyarakat yang menghimpun dan mengajak tiruana potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia..     

 
Saat ini Indonesia sudah mulai melakukan pembangunan yang berorientasi pada keadilan dan kesetaraan jender dalam agenda KB. Sejalan dengan kondisi yang ditempuh, maka upaya peningkatan partisipasi laki-laki dalam KB ialah tantangan agenda dimasa menhadir yang dihadapi bersama, sementara itu kondisi pada dikala ini partisipasi laki-laki dalam pelaksanaan agenda KB di Kabupaten Kediri masih sangat rendah yaitu sebesar 0,42 %. Hal ini ialah duduk masalah agenda yang utama dan dianggap paling menonjol, sehingga perlu penaganan yang fokus dikala ini. melaluiataubersamaini meningkatnya partisipasi laki-laki dalam ber-KB nanti diharapkan mempersembahkan donasi terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi laki-laki dalam KB yang dilihat dari banyak sekali aspek, yaitu dari sisi klien laki-laki itu sendiri (pengetahuan, perilaku dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan yaitu : sosial, budaya, masyarakat dan keluarga istri, keterbatasan gosip dan aksesabilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis alat kontrasepsi pria, sementara persepsi yang ada di masyarakat masih kurang menguntungkan. Oleh alasannya ialah itulah upaya peningkatan partisipasi laki-laki melalui advokasi perlu diseriuskan pada faktor-faktor tersebut.
Untuk mencapai peningkatan partisipasi laki-laki dalam ber-KB diharapkan keterjalinan langkah baik dari instansi tehnis (BKKBN) maupun instansi lintas sektoral yang terkait, terutama pemerintah Desa sebagai ujung tombak pembangunan di wilayahnya.
Fenomena yang sering muncul dilapangan bahwa dalam pencapaian peserta KB dengan sasaran yang sudah diputuskan dan penekanannya pada sasaran kuantitas, sehingga pencapaian tersebut dianggap sebagai indikator keberhasilan. Untuk memenuhi sasaran tersebut pemerintah mempersembahkan motivasi dan memfasilitasi terhadap agenda KB mandiri, khususnya dalam penyediaan alat kontrasepsi dan pelayanan medis.
Usaha untuk melibatkan masyarakat dalam agenda KB Mandiri kurang adanya perhatian terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Hal tersebut harus dibuat melalui persepsi faktual terhadap suatu program. Sedangkan persepsi faktual terhadap suatu agenda pembangunan termasuk agenda KB terbentuk dari gosip yang diterima dari sumber gosip yang layak dipercaya. Disinilah peranan Kepala Desa / kelurahan  sangat memilih sebagai pemimpin masyarakat untuk gotong royong dengan petugas pelaksana tehnis memanfaatkan segala potensi yang ada di masyarakat, termasuk tokoh agama, tenaga medis dan tokoh masyarakat lainnya untuk memberikan tujuan dan manfaat ikut agenda KB khususnya KB mandiri.
Dalam penjelesan Undang-undang No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa di sebutkan bahwa Kepala Desa/kelurahan  mempunyai fungsi antara lain :
1.                    Menggerakkan partisipasi masyarakat dalam wilayah Desa.
2.                    Melaksanakan koordinasi jalannya pemerintahan, pembangunan, dan training kehidupan masyarakat Desa.
3.                    Program pembangunan yang masuk ke Desa/kelurahan  ialah agenda pembangunan Desa yang terdiri dari banyak sekali acara sektoral dan secara tehnis operasional dilaksanakan gotong royong oleh banyak sekali departemen forum non departemen termasuk agenda Keluarga Berencana Nasional.
Untuk pelaksanaan fungsi dan tanggung tanggapan tersebut, diharapkan adanya koordinasi dan dalam pelaksanaan koordinasi ini Kepala Desa/kelurahan  berperan sebagai koordinator sesuai dengan suara pasal 10 dan 24 Undang-undang Nomor 5 tahun 2974, tentang pokok-pokok pemerintahan.
Program Keluarga Berencana Nasional yang dilaksanakan di tingkat Desa secara operasional dilaksanakan pribadi oleh Pengendali Program Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB) yang dimenolong oleh Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang mempunyai potensi sangat terbatas dalam melakukan tugasnya yaitu tidak mempunyai otoritas terhadap masyarakat, sehingga sanggup menghambat kegiatannya dalam memobilisasi dan merekrut Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi akseptor, selain itu keterbatasan untuk memanfaatkan potensi pemimpin informal dalam pelaksanaan agenda Keluarga Berencana Nasional, serta keterbatasan ketrampilan di bidang medis sehingga dalam melibatkan petugas medis mereka tidak mempunyai kewenangan.
Kepala Desa/kelurahan  dalam melakukan kiprah pembangunan di daerahnya diharapkan sanggup mengkoordinasikan tiruana acara yang masuk ke Desa semoga pelaksanaan programnya tidak menjadi tumpang tindih antara agenda yang satu dengan yang lainnya. Untuk kiprah ini diharapkan kemampuan manajerial dan kepemimpinan Kepala Desa atau  dalam rangka mendayagunakan seluruh potensi masyarakatnya. Kemampuan ini sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan wawasan seorang Kepala Desa/kelurahan, namun lantaran keterbatasan figur-figur pemimpin di tingkat Desa yang mempunyai potensi tersebut ditambah dengan aspek tradisi yang cenderung money politic dalam pemilihan seorang Kepala Desa, sehingga kemampuan menajerial dan kepemimpinan para Kepala Desa tidak diperhatikan, sehingga tingkat kemampuan baik dari kuantitas maupun kualitas aparatnya sangatlah terbatas bila dikaitkan dengan padatnya agenda pembangunan yang harus dilaksanakan.
Dalam upaya pemerintah Desa bersama masyarakat untuk melakukan pembangunan Desa, spesialuntuk akan berhasil bila dilaksanakan dengan satu pola, sistem dengan prosedur yang sempurna sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat French & Raven bahwa ada lima bentuk kekuatan yang harus dimiliki seorang pemimpin apabila ingin menggerakkan mengubah perilaku anggota masyarakat yaitu :
( 1 ) Reward power, ( 2 ) Coersive power, ( 3 ) Legitimate power, ( 4 ) Referent power dan ( 5 ) Expert power.  ( Mann, 1978 ). Jika dianalisis unsur yang terlibat dalam agenda KB sanggup berdiri diatas kaki sendiri ini, maka kelima kekuatan ini dimiliki bila tiruana potensi yang ada dalam masyarakat dilibatkan dan dikoordinasikan oleh Kepala Desa/kelurahan  sebagai pemegang otoritas.
Usaha ini gres bisa tercapai bila upaya koordinasi dilaksanakan oleh Kepala Desa/kelurahan  selaku penguasa tunggal diwilayahnya, semoga tiruana potensi yang dibutuhkan dalam kaitan agenda sanggup dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh masyarakat, khususnya Pasangan Usia Subur ( PUS ) dalam mendapatkan agenda pembangunan memerlukan gosip yang terperinci dari sumber gosip yang mereka percaya. Apalagi kalau agenda yang bersangkutan menuntut pengorbanan, contohnya pengorbanan materiil, tenaga, ajaran terlebih kalau menyangkut norma kebiasaan yang dianutnya, maka disinilah kiprah seorang Kepala Desa/kelurahan  sebagai pendamping instansi tehnis dalam melakukan programnya termasuk Program Keluarga Berencana  khususnya KB mandiri.



Judul : Strategi Peningkatan Kinerja Aparat Badan Pengawasan Daerah Kabupaten Kediri (AN-8)

0 Komentar untuk "Strategi Peningkatan Kinerja Pegawanegeri Tubuh Pengawasan Kawasan Kabupaten Kediri (An-8)"

Back To Top