loading...
Demokrasi sebagai suatu proses yang sudah meniscayakan semangat persamaan dan kebersamaan demi tercapainya kebaikan dalam berpolitik. Sesudah sukses bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilu 2004 secara langsung, maka disusul dengan pemilihan ditingkat lokal, yakni pemilihan kepala kawasan (Pilkada) secara langsung. Hadirnya Pilkada sebagai respon atas impian masyarakat lokal, yang kemudian direspon kembali oleh pemerintah melalui kebijakan.
Kebijakan penyelenggaraan perpolitikan di Indonesia setidaknya mempersembahkan peluang bagi masyarakat untuk menikmati sebuah demokrasi pada tingkat lolkal yang disebut Pilkada, namun banyak sekali dilema kemudian muncul sebagai serpihan dari dinamika politik lokal dan hal ini menjadi tantangan bagi para elite kawasan untuk menuntaskan banyak sekali permasalahan tersebut, serta mengatur dan mengelola segala potensi daerah.
Pilkada eksklusif ialah arus balik politik lokal atau sering disebut pergeseran dari sistem elite vote ke popular vote. Namun, dalam realitasnya tidak jarang ditemukan permasalahan disana sini, namun permasalahan yang paling mencolok ialah benturan banyak sekali kepentingan politik sehingga dalam ajang pilkada terkadang terjadi konflik yang tampaknya susah terhindarkan.
Pemilihan kepala kawasan dan wakil kepala kawasan secara eksklusif tidak spesialuntuk ialah format gres dalam kancah politik nasional, melainkan ialah arus politik demokrasi pada arus lokal. Kedudukan kepala kawasan sebelumnya yakni pada masa rezim orde usang dan orde gres ditunjuk eksklusif oleh pemerintah pusat tanpa melihat aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal kemudian berbalik kepada masyarakat untuk secara eksklusif menentukan pemimpin daerahnya.
Dalam masa orde baru, eksistensi tokoh masyarakat ini kemudian spesialuntuk dijadikan alat untuk melegitimasi kekuasaan orde gres (Soeharto), dan menjadi instrumen yang dipakai pemerintah untuk menekan impian masyarakat lokal yang menginginkan pengelolaan secara berdikari atas sumber-sumber yang ada di daerahnya.
Seiring dengan berlakunya kebijakan desentralisasi,kecenderungan tokoh masyarakat kemudian tidak lagi menjadi sebagai alat legitimasi pemerintah pusat tetapi tokoh masyarakat, sekarang lebih cenderung melihat ruang perpolitikan secara pragmatis. Namun, kudeta ditingkat lokal sekarang membuat kembali ruang-ruang konflik yang tajam serta memicu pula munculnya etnosentrisme dan ego kedaerahan yang berlebihan.
Namun, pilkada sanggup juga memdiberi ruang bagi tokoh-tokoh masyarakat lokal untuk mengaktualkan setiap gagasan ataupun kepentingan politik untuk kebaikan masyarakatnya. Karena tokoh masyarakat memiliki kedekatan ikatan emosional dengan masyarakat, maka untuk mengakomodir banyak sekali gagasan-gagasan untuk kepentingan masyarakat, tokoh masyarakat dibutuhkan bisa menyambut kebijakan desentralisasi tersebut. eksistensi tokoh masyarakat menyerupai yang ada di Kabupaten Mamuju, cenderung masih terikat oleh nilai-nilai usang yakni tradisi dan ikatan kulturalnya. kekuatan tokoh memang masih bertumpu pada ikatan primordial, khususnya ikatan keluarga (famili) dan kesukuan[1].
Pilkada Gubernur yang berlangsung di kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, ini menarikdanunik untuk dicermati lantaran eksistensi tokoh masyarakat sebagai serpihan yang tak terpisahkan dari masyarakat juga ialah serpihan dari partisipasi politik, ternyata sanggup member kembali ruang-ruang etnisitas untuk tumbuh rindang di masyarakat.
Bercermin pada ajang pilkada yang sudah bergulir didaerah lain, tampaknya bahwa mesin politik partai politik bukanlah satu-satunya penyokong kemenangan. Popularitas tokoh masyarakat sering kali justru menentukan kemana pilihan dijatuhkan. Dalam hal ini, kualitas dan rekam jejak selama ini menjadi contoh popularitas tokoh-tokoh yang bersaing dalam kontestasi politik lokal.
Disisi lain, bagi Tokoh masyarakat di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, selain kualitas serta rekam jejak pemimpin selama ini, ikatan etnisitas dan korelasi masih sangat kental. Faktor-faktor semacam ini secara eksklusif memdiberi celah bagi peranan patron sebagai pengarah opini publik yang potensial di ranah politik[2].
Melihat lebih seksama kontestasi politik lokal dalam pilkada Gubernur yang berlangsung di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, tokoh masyarakat masih lebih cenderung dipengaruhi oleh ikatan-ikatan primordialnya. Adapun tokoh masyarakatnseperti tokoh adat. Tokoh agama, tokoh tokoh pemuda, dan tokoh intelektual.
Perilaku menentukan tokoh masyarakat dan keterlibatannya pada pilkada Gubernur di Kabupaten Mamuju, mempersembahkan kesan bahwa pilihan rasional masyarakat dalam menentukan pemimpinnya cenderung dikesampingkan. Mereka yang pada dikala mencoblos, meski menentukan secara sadar pilihannya, akan tetapi masih didasarkan pada pertimbangan yang bersifat subjektif emosional, menentukan spesialuntuk lantaran masih adanya ikatan kekeluargaan, kekerabatan, perteman dekatan dan sebagainya[3].
Hal tersebut diatas disebabkan lantaran faktor etnisitas, ataupun korelasi yang masih amat kental pada sikap menentukan tokoh masyarakat, sehingga eksistensi tokoh masyarakat dengan model sikap menentukan tersebut, sanggup menghambat proses demokratisasi. Sehingga, jikalau hal tersebut diarahkan untuk kepentingan politik kekuasaan tertentu, maka hal tersebut menjadi kekuatan politik yang besar.
Kuatnya Ikatan korelasi (darah dan kekeluargaan) dan kesamaan kesukuan, bahasa, dan adat-istiadat ialah faktor-faktor primordial yang membentuk sikap menentukan masyarakat[4].
Etnisitas menjadi hal sangat fundamental dalam tingkah laris menentukan tokoh masyarakat pada Pilkada Gubernur tahun 2006 yang berlangsung di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat .
Berangkat dari fakta adil yang diuraikan diatas, yang mengindikasikan bahwa sikap menentukan tokoh masyarakat di Kabupaten Mamuju, masih tergolong sektarian dan sanggup menghambat proses demokratisasi di tingkat lokal.
Oleh lantaran itu, dalam melaksanakan penelitian ini dengan mengangkat judul Tokoh Masyarakat dan Perilaku Memilih. Fokus ini mengacu pada Perilaku memilh Tokoh Masyarakat pada Pilkada Gubernur tahun 2006 di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat.
Tag :
Ilmu Pemerintahan,
Pemerintahan
0 Komentar untuk "Tokoh Masyarakat Dan Sikap Memilih(Studi Perihal Sikap Menentukan Tokoh Masyarakat Pada Pilkada Gubernur 2006 Di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat) (Ipm-7)"