loading...
Pembangunan Nasional ialah perjuangan peningkatan kualitas insan dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, menurut kemampuan nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global (Tap. MPR No. IV/MPR/1999).
Dalam mengimplementasikan pembangunan nasional senantiasa mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kokoh, baik kekuatan moral maupun sopan santun bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan nasional, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian awet, dan keadilan sosial.
Pernyataan di atas ialah cerminan bahwa intinya tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera, lahiriah maupun batiniah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia ialah pembangunan yang berkesinambungan, yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah dan mempersembahkan hasil dan daya guna yang efektif bagi kehidupan seluruh bangsa Indonesia maka pembangunan yang dilaksanakan mengacu pada perencanaan yang terprogram secara sedikit demi sedikit dengan memperhatikan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Oleh lantaran itu pemerintah merancang suatu perencanaan pembangunan yang tersusun dalam suatu Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), dan mulai Repelita VII diuraikan dalam suatu Repeta (Rencana Pembangunan Tahunan), yang memuat uraian kebijakan secara rinci dan terukur wacana beberapa Propenas (Program Pembangunan Nasional). Rancangan APBN tahun 2001 yaitu Repeta pertama dari pelaksanaan Propenas yang ialah klasifikasi GBHN 1999-2004, di samping ialah tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Sejak repelita pertama (tahun 1969) hingga repelita kini (tahun1999) sudah terlaksana beberapa kegiatan pembangunan yang akibatnya sudah menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Meskipun realisasi pembangunan sudah menyentuh dan dinikmati oleh hampir seluruh masyarakat, namun tidak berarti terjadi secara demokratis. melaluiataubersamaini kata lain, hasil-hasil pembangunan tersebut belum bisa menjangkau pemerataan kehidupan seluruh masyarakat. Masih banyak terjadi ketimpangan atau kesentidakboleh pembangunan maupun hasil-hasilnya, baik antara pusat dan daerah atau dalam lingkup yang luas yaitu kesentidakboleh antara Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), khususnya pada sektor ekonomi. Salah satu kesentidakboleh di sektor ekonomi tersebut diantaranya yaitu tidak meratanya kekuatan ekonomi di setiap wilayah, ibarat tidak meratanya tingkat pendapatan (per kapita) penduduk, tingkat kemiskinan dan kemakmuran, prosedur pasar dan lain-lain.
Dampak dari kesentidakboleh tersebut sudah menimbulkan beberapa gejolak dalam bentuk tuntutan adanya pemerataan pembangunan maupun hasil-hasilnya, dari dan untuk setiap wilayah di Indonesia. Untuk mengurangi bahkan menghilangkan kesentidakboleh tersebut pemerintah sudah menempuh beberapa akal pembangunan diantaranya dengan memberlakukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 wacana Otonomi Daerah yang pada prinsipnya ialah pelimpahan wewenang pusat ke daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Khusus pada pengembangan Kawasan Timur Indonesia, pemerintah sudah menempuh pula suatu akal pembangunan sektor ekonomi untuk setiap tempat andalan di setiap propinsi KTI, yakni melalui Keppres Nomor 8 tahun 1996 dengan tetapkan 13 Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Aktualisasi dari pelaksanaan Keppres tersebut yaitu dengan pembentukan suatu forum khusus Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI), dan forum ini sudah tetapkan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) untuk wilayah andalan Propinsi Sulawesi Selatan, yakni Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare yang mencakup lima wilayah, yakni Kotamadya Parepare, Kabupaten Barru, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidrap, dan Kabupaten Enrekang. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare berpusat di Kotamadya Parepare.
Pertimbangan utama pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare yaitu dalam rangka memacu dan meningkatkan kegiatan pembangunan, khususnya pada sektor ekonomi bagi daerah hinterland (sekitarnya) kelima Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare tersebut dengan mempersembahkan peluang bagi para investor, baik investor abnormal maupun investor luar negeri untuk berperan aktif secara lebih luas di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini ditegaskan dalam Keppres Nomor 164 Tahun 1998 wacana Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare, sebagai diberikut:
Bahwa dalam upaya memacu dan meningkatkan kegiatan pembangunan serta dalam rangka mempersembahkan peluang kepada dunia perjuangan untuk berperan serta secara lebih luas di Kawasan timur Indonesia, khususnya Propinsi Sulawesi Selatan dipandang perlu tetapkan beberapa wilayah tertentu sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang berpusat di Kotamadya Parepare.
melaluiataubersamaini demikian pembentukan KAPET Parepare tersebut ialah salah satu wujud faktual tindakan antisipatif pemerintah dalam rangka memasuki dan menghadapi kala globalisasi yang penuh dengan persaingan yang ketat dan semakin kompetitif.
Bila ditinjau dari pembentukannya, KAPET Parepare hadir satu tahun lebih lampau dibanding pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, dan bagi KTI, khususnya Propinsi Sulawesi Selatan, kehadiran KAPET Parepare mempunyai arti yang lebih penting lantaran sifatnya yang lebih “khusus” dan “focus” terhadap upaya memacu dan menyebarkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Namun di lain pihak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 diharapkan sanggup berperan sebagai instrumen pendukung operasional kinerja dan visi KAPET Parepare sebagai motor pencetus pembangunan ekonomi, yaitu terwujudnya wilayah KAPET Parepare sebagai tempat pusat pertumbuhan ekonomi yang sanggup menggerakkan perekonomian wilayah melalui percepatan pembangunan ekonomi yang didasarkan atas potensi sektor/komoditas unggulan serta keterkaitan antar wilayah yang berbasis kemandirian lokal.
Sejak kehadirannya, kinerja KAPET Parepare sudah melaksanakan upaya-upaya pendayagunaan potensi daerah, namun hingga dikala ini pertumbuhan ekonomi belum bisa mencapai angka optimal. Menurut penulis, hal tersebut disamping disebabkan oleh keterbatasan kemampuan daerah itu sendiri, khususnya dalam hal working capital (permodalan kerja), disebabkan pula oleh kurang terjalinnya komunikasi atau kekerabatan kerja organisasi antar kelima wilayah KAPET Parepare tersebut.
Hal tersebut menawarkan bahwa konsekuensi dari upaya percepatan pembangunan ekonomi tempat tersebut diharapkan adanya working interaction (interaksi kerja) dalam konteks working connection (hubungan kerja) organisasi yang terkoordinasi secara terbuka dan profesional antar kelima wilayah KAPET Parepare tersebut, diantaranya dalam bentuk interconnection (koneksitas) kebijakan-kebijakan organisasi, ibarat koordinasi, sosialisasi, sinergis, dan penilaian pelaksanaan kegiatan maupun akibatnya bagi kelima wilayah KAPET Parepare tersebut.
melaluiataubersamaini terjalinnya interconnection (koneksitas) antar kelima wilayah KAPET Parepare dalam bentuk interaksi komunikasi organisasi dalam kapasitasnya sebagai motor pencetus pembangunan ekonomi diharapkan sanggup memperlancar pelaksanaan percepatan pembangunan ekonomi secara terpadu, efektif dan efisien di setiap daerah hinterlandnya.
Dalam penelitian ini, penulis membatasi diri pada koneksitas dalam konteks komunikasi organisasi antar kelima wilayah KAPET Parepare tersebut, yang berkaitan dengan usaha-usaha yang mengarah pada percepatan pembangunan ekonomi untuk setiap daerah-daerah hinterlandnya dalam Propinsi Sulawesi Selatan.
Berangkat dari fatwa di atas, maka penulis berusaha mengkaji lebih cermat wacana koneksitas antar kelima wilayah KAPET Parepare tersebut dalam kaitannya dengan perjuangan percepatan pembangunan ekonomi masing-masing daerah hinterlandnya serta faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, dengan melaksanakan penelitian yang berjudul:
Analisis Koneksitas Komunikasi Organisasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Parepare terhadap Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Hinterland.
Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi, sebagaimana yang dikemukakan pada latar belakang masalah, maka melahirkan beberapa butir permasalahan sebagai diberikut:
1. Bagaimana koneksitas komunikasi organisasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Parepare ?
2. Bagaimana percepatan pembangunan ekonomi daerah hinterland Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare ?
3. Sejauh mana imbas dan kekerabatan koneksitas komunikasi organisasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare terhadap percepatan pembangunan ekonomi daerah hinterlandnya ?
Tag :
Komunikasi
0 Komentar untuk "Analisis Koneksitas Komunikasi Organisasi Tempat Pengembangan Ekonomi Terpadu Parepare Terhadap Percepatan Pembangunan Ekonomi Tempat ... (Km-04)"