loading...
Orde gres tumbang pada tahun 1988, alasannya yaitu sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik dianggap tidak baik dan tidak sesuai lagi, alasannya yaitu planning pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan diputuskan dari atas ke bawah (top-down planing and development), dan sanggup diinterpretasikan mengekang demokrasi dan aspirasi daerah, dan bahkan menjadikan kesengsaraan rakyat banyak, oleh alasannya yaitu itu sistem pemerintahan yang sentralistik harus diganti dengan pemerintahan yang desentralistk.
Rasa ketidakpuasan rakyat yang dipendam semenjak usang kemudian meletus dalam gerakan reformasi politik menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang berkobar pada pertengahan 1998 dengan mengusung tiga prinsip dasar, yaitu demokrasi, transparansi dan akuntabilitas.
Demokrasi berarti mempersembahkan kebebasan dan peluang kepada rakyat untuk menikmati hak dasar yang meliputi; kehidupan yang layak, lapangan kerja yang layak, pendidikan yang murah, pelayanan kesehatan yang baik, kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan berserikat dan kebebasan berpolitik
Otonomi Daerah sebagai implementasi pemberlakuan UU No.32 tahun 2004 wacana Pemerintahan Daerah (sebagai revisi dari UU No.22/1999) sudah membawa banyak perubahan khususnya dalam paradigma pengelolaan daerah. Salah satu perubahan itu yaitu pemdiberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan beberapa bidang pemerintahan. sepertiyang dikemukakan (Hoessein, 2001, 32) :
“Otonomi kawasan ialah wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas berdasarkan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. melaluiataubersamaini demikian desentralisasi bahwasanya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan aneka macam kasus dan pemdiberian layanan yang bersifat lokalitas demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Desentralisasi sanggup pula disebut otonomisasi, otonomi kawasan didiberikan kepada masyarakat dan bukan kepada kawasan atau pemerintah daerah”.
Pada dasarnya tujuan utama dari pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yaitu membebaskan pemerintah pusat dari segala tugas-tugas pemerintahan yang membebani dan dinilai tidak perlu alasannya yaitu lebih efektif kalau ditangani oleh pemerintah daerah. melaluiataubersamaini demikian pusat lebih banyak waktunya untuk mengamati dan merespon setiap perkembangan yang terjadi di dunia global untuk dijadikan pertimbangan dari setiap kebijakan yang akan diambil.
Di lain pihak, desentralisasi memdiberi kewenangan yang lebih besar kepada kawasan untuk sanggup menangani masalah-masalah di wilayahnya dengan cepat dan efektif. Serta membangkitkan kreatifitas pegawanegeri pemerintah kawasan dan masyarakatnya dalam mensikapi perkembangan yang terjadi. Seiring dengan bertambah luasnya kewenangan ini, maka pegawanegeri birokrasi pemerintahan di kawasan sanggup mengelola dan menyelenggaraan pelayanan publik dengan lebih baik sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Pelayanan publik diperlukan lebih baik dan efisien alasannya yaitu besarnya kewenangan yang didiberikan kepada pemerintah kota/kabupaten untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah, dan dianggap lebih memahami duduk kasus dan budaya masyarakat setempat. Asumsi dasarnya yaitu kabupaten dan kota lebih erat kepada rakyatnya yang harus dilayani, maka masuk akal kalau didiberi wewenang yang besar untuk meningkatkan pelayan publik di daerahnya.
Selanjutnya dalam konsep desentralisasi dengan prinsip Bottom-up menjadi menarikdanunik untuk disimak bahwa prinsip tersebut tidak spesialuntuk sanggup dilaksanakan pada sistem pemerintahan saja, melainkan sanggup diterapkan pada referensi pembangunan kawasan dimana partisipasi masyarakat kemudian menjadi kunci keberhasilan peningkatan kualitas pemerintahan kawasan melalui seni administrasi training masyarakat yang tepat.
Pembinaan diartikan sebagai upaya peningkatan profesionalisme dan kinerja pelaku pembangunan daerah, termasuk aparatur, organsasi sosial kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dunia perjuangan dan anggota masyarakat untuk mengatasi aneka macam kasus yang dihadapi serta merealisasikan aspirasi dan cita-cita masyarakat untuk mewujudkan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Terdapat keterkaitan yang erat antara training masyarakat sebaga suatu seni administrasi untuk mencapai samasukan pembangunan masyarakat di kawasan dalam rangka mewujudkan keberhasilan pemerintahan daerah.
Pembinaan olahraga ialah konsep pembangunan yang mempersembahkan manfaat yang nyata dan positif terhadap kinerja pembangunan, yang selanjutnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Olahraga, dalam hal ini atlit instruktur dan pengurus. Pembinaan Olahraga ialah salah satu unsur keberhasilan, juga ialah salah satu kekuatan pembentuk pertumbuhan daerah. Pembangunan yang melibatkan upaya serta masyarakat Olahraga akan mencapai keberhasilan yang lebih efektif dan lebih produktif.
Jika ditinjau dari aspek sosial, terdapat ragam kasus yang kemudian sering terabaikan dari kacamata kebijakan pemerintah kawasan ibarat kurangnya upaya yang fokus untuk mengurangi dampak sosial yang mengungkung masyarakat dalam kondisi kemiskinan struktural apalagi kalau lebih diperparah dengan kurangnya susukan masyarakat untuk memeperoleh pengetahuan dan keterampilan serta warta yang dipakai untuk kemajuan masyarakat ditambah dengan kurang berkembangnya kelembagaan masyarakat dan organisasi sosial yang ialah masukana untuk melaksanakan interaksi serta memperkuat ketahanan dan tunjangan bagi masyarakat.
Menjadi tanggung tanggapan pemerintah kawasan untuk senantiasa mendorong dan mengoptimalkan potensi-potensi dalam masyarakat dalam wilayah otoritasnya biar pembangunan kawasan sanggup berhasil dengan baik, baik dalam aspek pembangunan ekonomi sosial maupun politik. Dalam serius penelitian kali ini, peneliti akan lebih menitikberatkan pada pembangunan sosial sebagai salah satu serius pembangunan kawasan dengan mengangkat bidang oahraga Taekwondo sebagai potensi masyarakat yang harus menerima perhatian mendalam dari pemerintah kawasan Polewali Mandar..
Undang-undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 2005 wacana sistem keolahragaan nasional menunjukan bahwa oahraga ialah bab dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional sehingga keberadaan dan training olahraga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang terang dalam sistem aturan nasional.
Permasalahan keolahragaan baik tingkat nasional maupun kawasan semakin kompleks dan berkaitan dengan dinamika sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dan bangsa serta tuntutan perubahan global sehingga sudah saatnya pemerintah memperhatikan secara menyeluruh dengan memperhatikan tiruana aspek terkait, adaptif terhadap perkembangan olahraga dan masyarakat, sekaligus sebagai instrumen aturan yang bisa mendukung training dan pengembangan keolahragaan nasional dan kawasan pada masa sekarang dan masa yang akan hadir.
Dalam Undang-undang tersebut, memperhatikan asas desentralisasi, otonomi dan upaya serta masyarakat, keprofesionalan, kemitraan, transparansi dan akuntabilitas. Sistem pengelolaan, training dan pengembangan keolahragaan nasional diatur dalam semangat otonomi kawasan guna mewujdkan kemampuan kawasan dan masyarakat yang bisa secara berdikari menyebarkan acara keolahragaan. Penanganan keolahragaan ini tidak sanggup lagi ditangani secara sekadarnya tetapi harus ditangani secara profesional. Penggalangan sumber daya untuk training dan pengembangan keolahragaan dilakukan melalui pembentukan dan pengembangan kekerabatan kerja para pihak terkait secara harmonis, terbuka, timbal balik, sinergis dan saling menguntungkan. Prinsip transparansi dan akuntabilitas diarahkan untuk mendorong ketersediaan warta yang sanggup diakses sehingga mempersembahkan peluang bagi tiruana pihak untuk berupaya serta dalam acara keolahrgaan, memungkinkan tiruana pihak untuk melaksanakan kewajibannya secara optimal dan kepastian untuk memperoleh haknya, serta memungkinkan berjalannya prosedur kontrol untuk menghindari belum sempurnanya dan penyimpangan sehingga tujuan dan samasukan keolahragaan nasional bisa tercapai.
Sekali lagi digambarkan dalam UU tersebut bahwa sistem keolahragaan nasional ialah keseluruhan subsistem keolahragaan yang saling terkait secara terencana, terpadu dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan keolahragaan nasional. Subsistem yang dimaksud antara lain, pelaku olahraga, organisasi olahraga, dana olahraga, masukana dan pramasukana olahraga, upaya serta masyarakat, dan penunjang keolahragaan termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, warta dan industri olahraga nasional yang keuntungannya sanggup dirasakan oleh tiruana pihak. Seluruh subsistem keolahragaan nasioanl diatur dengan memperhatikan keterkaitan dengan bidang-bidang lain serta upaya-upaya yang sistematis dan berkelanjutan guna menghadapi tantangan subsistem antara lain, melalui peningkatan koordinasi antar lambaga yang menangani keolahragaan, training organisasi keolahragaan, training sumber daya insan keolahragaan, pengembangan masukana dan pramasukana, peningatan sumber dan pengelolaan pendanaan serta penataan sistem training olahraga secara menyeluruh.
sepertiyang wilayah-wilayah lain yang ada dalam ruang kedaulatan NKRI, Kota polewali sendiri memiliki tanggung tanggapan yang serupa untuk melaksanakan pembangunan masyarakat yang sesuai dengan konteks pengembangan daerah. Dalam hal training masyarakat terutama dibidang olahraga, memiliki tanggung tanggapan dan kewenangan sebagaimana yang diatur dalam UU diatas untuk menjalankan koordinasi yang sinergis secara vertikal dan horisontal dalam rangka pengelolaan, training dan pengembangan keolahragaan kawasan melalui peningkatan kualitas keolahragaan.
Dalam konteks keolahragaan, kota polewali ialah kawasan dengan potensi keolahragaan yang cukup menjanjikan dalam prospek pembangunan sosial dengan berorientasi pada produktifitas masyarakat yang tentu saja membutuhkan stimulus bagi peningkatan pengelolaan sumberdaya lokal secara optimal berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan mengingat perkembangan pembangunan dalam bidang keolahragaan ini masih cukup baik dan lebih banyak didominasi dalam menyerap potensi-potensi masyarakat kalau terdapat saling menolong antara stakeholder di kawasan untuk mengembangkannya. Selain itu bidang ini sanggup menampung dan mempersembahkan ruang-ruang kreativitas sebagai wadah aktualisasi angkatan muda untuk sanggup diarahkan kearah pembangunan sosial yang positf mengingat sebuah ungkapan usang yang menyampaikan bahwa ”dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, hal ini kemudian sanggup mengurangi tingkat patologi masyarakat yang kemudian kalau ini diterapkan di Kota Polewali sebagai sebuah kota yang bisa menyebarkan potensi masyarakatnya.
Namun dalam pengamatan penulis terkait hal ini, upaya pemerintah kawasan masih kurang efektif dan efisien sehingga kemudian keberdayaan masyarakat terutama di bidang keolahragaan masih terbatas pada minat dan talenta yang belum terwadahi, susukan terhadap sumber daya dalam peningkatan produktivitas masyarakatnya disamping itu ketersediaan masukana dan pramasukana menjadi kasus utama dalam merealisasikan hal diatas.
Bertolak dari latar diatas kemudian keinginan penulis untuk mengelaborasi lebih jauh terkena training masyarakat terutama dalam pengembangan potensi keolahragaan. melaluiataubersamaini mengangkat judul penelitian ”Upaya Pemda dalam Pembinaan Olahraga cabang Taekwondo di Kabupaten Polewali Mandar. menjadi pijakan pertama dari sebuah penelaahan lebih lanjut menuju sebuah pembangunan di kawasan yang lebih memperhatikan kondisi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya insan (SDM) demi tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
0 Komentar untuk "Upaya Pemerintah Tempat Dalam Training Olahraga Cabang Taekwondo (Ipm-6)"