loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan ialah salah satu aspek penting dalam kehidupan guna membentuk sumber daya insan yang berkarakter dan bisa mengikuti arus perkembangan jaman yang semakin maju. Selain itu pendidikan ialah salah satu sektor penting dan mayoritas dalam memilih maju mundurnya suatu bangsa. Oleh alasannya yakni itu sektor pendidikan perlu mendapat perhatian khusus, terutama dalam hal ekspansi atau pemerataan peluang mencar ilmu setiap masyarakat negara disamping pendayagunaan seluruh unit sistemnya untuk mencapai kualitas hasil pendidikan yang diharapkan.
Perwujudan masyarakat berkarakter tersebut menjadi tanggung tanggapan pendidikan terutama dalam mempersiapkan akseptor didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh kreatif, berdikari dan profesional pada bidang masing–masing.[1]
Berkaitan dengan hal tersebut, dibutuhkan perubahan yang cukup fundamental dalam sistem Pendidikan Nasional. Yang dipandang oleh banyak sekali pihak sudah tidak efektif dan tidak bisa lagi mempersembahkan bekal, serta tidak sanggup mempersiapkan akseptor didik untuk bersaing dengan bangsa–bangsa lain di dunia.
Perubahan ini berkaitan dengan kurikulum yang ialah salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan ialah pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada tiruana jenis dan jenjang pendidikan. Berbagai pihak menganalisa dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi (Competency Based Curiculum) yang sanggup membekali akseptor didik dengan banyak sekali kemampuan yang sesuai dengan tuntutan zaman dan tuntutan reformasi.[2]
Secara simpel dalam belajar, setiap individu berusaha terus menerus mendapat pengetahuan dan ketrampilan gres yang diperluas untuk beradaptasi terhadap lingkungan biar sukses dalam hidupnya. Dan perjuangan individu untuk mempunyai pengetahuan dan ketrampilan sanggup dilaksanakan disekolah, didalam keluarga maupun didalam masyarakat.
Matematika ialah salah satu ilmu yang diajarkan di sekolah baik ditingkat pendidikan dasar maupun menengah yang tidak sanggup dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, alasannya yakni itu peningkatan pengajaran ilmu matematika disetiap jenjang pendidikan perlu ditingkatkan.
Dalam bidang studi matematika hukum konsep yang satu dengan konsep yang lainnya saling berhubungan. Seperti diungkapkan Dienes bahwa “berfikir matematis bekerjasama dengan struktur-struktur super yang secara sempurna terbentuk dari apa yang sudah dibuat sebelumnya”.[3] Maka, pemahaman suatu konsep dalam matematika akan sangat memilih keberhasilan pembelajaran pada konsep diberikutnya.
Dilihat dari hakekatnya pada tingkat pendidikan dasar matematika itu ajaib yang jauh dari jangkauan kemampuan anak usia sekolah dasar terlebih lagi bagi anak yang duduk di kelas rendah, tetapi matematika itu perlu dipelajari semenjak dari sekolah dasar di kelas rendah yang tahap berfikirnya intelektualnya masih terkait dengan benda konkrit sehingga proses berfikir masih sangat terbatas. melaluiataubersamaini demikian, matematika yang akan diajarkan ke anak sekolah dasar harus sesuai dengan kemampuan anak yaitu dengan mengkonkritkan konsep matematika yang ajaib tersebut.[4] Hal tersebut sanggup dilakukan dengan membuat model atau media yang sesuai dengan materi ajar. Misalnya pada materi pecahan, menyerupai bilangan
dapat digambarkan dengan bulat yang dibagi 2 dengan satu bab diarsir. melaluiataubersamaini demikian akseptor didik lebih mudah memahami makna
, yaitu setengah bulat atau setengah dari sesuatu.


Berlakunya kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang sudah direvisi melalui kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung tanggapan atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di dalam kelas ataupun di luar kelas).
Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut yakni orientasi pembelajaran yang tiruanla berpusat pada guru (teacher centered) beralih sentra pada anakdidik (student centered) metodologi yang tiruanla lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori dan pendekatan yang tiruanla lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semula perubahan tersebut dimaksutkan untuk merperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan.
Satu hal lagi bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai pembaharuan Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) tersebut juga menghendaki, bahwa suatu pembelajaran intinya tidak spesialuntuk mempelajari wacana konsep,teori dan fakta tapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. melaluiataubersamaini demikian materi pembelajaran tidak spesialuntuk tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi dan sintesis. Untuk itu, guru harus bijaksana dalam memilih suatu model yang sesuai yang sanggup membuat situasi dan kondisi kelas yang aman biar proses mencar ilmu mengajar sanggup berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
John Lock yang berpandangan bahwa bawah umur itu bagaikan kertas-kertas membersihkan. Orang remaja bebas menggambari, mewarnai, menulis bahkan menyobek atau meremas-remas kertas itu. Anak juga dianggap sebagai botol kosong, orang remaja berhak mengisi sepenuh-penuhnya, dengan sembarang isian sesuai dengan cita-cita orang tersebut. Melihat situasi semacam ini, pastilah timbul pertanyaan dalam hati kita. Apakah aktivitas itu benar-benar sudah sesuai dengan perkembangan psikologis anak ? apakah aktivitas dan tuntutan itu sungguh ialah kebutuhan dan minat anak ?
Montessori, menyampaikan bahwa saat mendidik anak-anak, kita hendak bahwa mereka yakni individu-individu yang unik dan akan berkembang dengan kemampuan mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang remaja dan guru adalah memdiberi masukana dorongan mencar ilmu dan memfasilitasi saat mereka sudah siap untuk mempelajari sesuatu.
Metode pengajaran Montessori yakni salah satu metode pengajaran untuk anak sekolah dasar yang diciptakan oleh Maria Montessori. Sesuai dengan tahap berfikir anak, metode pengajaran Montessori senantiasa memakai materi-materi manipulasi untuk memberikan konsep-konsep dasar matematika.
Metode pengajaran Montessori pertama kali diperkenalkan oleh Maria Montessori yang lahir di Italia pada tahun 1870 dan metode ini sendiri mulai diajarkan Montessori sehabis diangkat menjadi kepala sekolah pada tahun 1898. Metode ini ialah pengajaran untuk anak sekolah dasar. Karena itu metode pengajaran Montessori sanggup dilakukan oleh orang bau tanah di rumah untuk memmenolong pengajaran anak. Tetapi tidak menutup kemungkinan metode ini dipakai disekolah untuk memberikan konsep-konsep yang sesuai.
Pengajaran Montessori pada sembarang tingkatan senantiasa mengikuti prinsip-prinsip dasar observasi, kebebasan individu dan persiapan mencar ilmu dalam mata pelajaran matematika, metode pengajaran Montessori mengenalkan konsep-konsep dasar dengan memakai alat peraga. Materi-materi harus senantiasa dipergukan dengan sempurna sebelum anak dibiarkan mencar ilmu sesuai dengan kecapatannya sendiri.
Tujuan pembelajaran Montessori ini sendiri berbasis pada pengembangan seluruh potensi anak semenjak dini sampai anak sanggup melaksanakan segala sesuatunya secara mandiri. Pembelajaran dilakukan secara kasatmata dengan mempraktekannya.
Berdasarkan uraian diatas peneliti mengambil judul “Efektifitas Metode Montessori dalam Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik wacana Materi Pecahan pada Kelas V MI Al-Huda Joho 2 Kalidawir Tulungagung Tahun Pelajaran 2010/2011”.
Peneliti mengakibatkan forum MI Al-Huda Joho 2 Kalidawir Tulungagung sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan: Pertama; peneliti yakni salah satu guru forum tersebut, sehingga tahu betul masalah-masalah yang dihadapi akseptor didik dalam proses pembelajaran, kedua; prestasi akseptor didik pada mata pelajaran matematika di forum tersebut ternyata masih dibawah standar KKM, yaitu 60, ketiga, peneliti mengetahui bahwa dalam proses pembelajaran, cenderung membisu dan kurang memperhatikan klarifikasi guru, sehingga kelas tidak bisa serius dan aktif, dan hal ini menjadi inisiatif bagi peneliti untuk merupa model pembelajaran kelas.
0 Komentar untuk "Efektifitas Metode Montessori Dalam Meningkatkan Pemahaman Penerima Asuh Perihal Bahan Potongan Pada Kelas V Mi Al-Huda Joho 2 Kalidawir (Pmt-44)"