Ketidakpedulian Keluarga Yang Mempunyai Anak Autis Terhadap Pendidikan Dewasa Autis (Psik-8)

loading...
1.1 Konteks Penelitian
Orang bau tanah dituntut untuk peduli terhadap pendidikan anaknya. Sebagai pendidik yang utama dan pertama, orang bau tanah memiliki tugas penting dalam mendidik dan membimbing anaknya. Orang bau tanah tidak spesialuntuk bertanggung tanggapan semoga anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas, tetapi juga membuat anak menjadi langsung yang mandiri, bertanggungjawaban dan sanggup menghadapi kehidupannya kelak dengan baik dan berhasil. Tugas mendidik dan membimbing anak, tidak spesialuntuk dilakukan oleh seorang ibu, namun juga seorang ayah. Orang tua, khususnya ayah tidak spesialuntuk bertanggung tanggapan dalam mendidik, namun juga dalam memenuhi biaya pendidikan anaknya, tidak terkecuali ayah yang berprofesi guru.

Ayah yang berprofesi sebagai guru, hendaknya sanggup mempersembahkan layanan pendidikan yang sempurna untuk anaknya, terutama jikalau anak tersebut membutuhkan layanan pendidikan khusus ibarat pada anak autis. Anak autis membutuhkan penanganan yang cukup berat, lantaran membutuhkan taktik yang tidak sama dengan anak lain pada umumnya. Menurut Ginanjar (2008; 19) orang bau tanah ialah tokoh kunci yang sangat berperan dalam mempersembahkan contoh, bimbingan, dan kasih akung dalam proses pertumbuhan anak-anak. Orang bau tanah dibutuhkan sanggup mempersembahkan penanganan yang sempurna sesuai dengan kebutuhan anaknya.

Kepedulian terhadap anak autis hendaknya perlu ditingkatkan, hal ini mengingat bahwa jumlah penderita autis meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian mengambarkan bahwa pada tahun 1987, ratio penderita autis
1:5000. angka ini meningkat tajam menjadi 1:500 pada tahun 1997, kemudian jadi 1:150 pada tahun 2000. Para jago memperkirakan pada tahun 2010 menhadir penderita autis akan mencapai 60% dari keseluruhan populasi di dunia. Sekitar 80%, tanda-tanda autis terdapat pada anak laki-laki.(www.autis.or.id).
Semakin meningkatnya penderita autis tersebut hendaknya dibarengi dengan meningkatnya layanan untuk penderita autis. Namun pada kenyataannya, penanganan untuk anak autis masih sangat susah hal tersebut lantaran penanganan anak autis membutuhkan biaya yang sangat mahal. Penderita autis dari keluarga tidak bisa menjadi terabaikan lantaran biaya pendidikan untuk anak autis sangat mahal. Kasus ini menimpa seorang satpam yang harus membiayai pendidikan anaknya yang autis sebesar seratus ribu per hari, sedangkan penghasilannya tidak mencapai seratus ribu per hari (Kompas Jawa Barat, 2008).

Sebagai orang bau tanah yang memiliki anak autis memang memiliki tanggung tanggapan serta tugas yang penting dalam mempersembahkan pelayanan serta pendidikan bagi anaknya. Terutama orang bau tanah yang berprofesi guru. Tidak spesialuntuk seorang ibu, ayah juga berperan serta dalam mendidik anaknya. Seorang ayah yang berprofesi guru yang memiliki anak autis, memiliki tugas yang penting, lantaran selain membutuhkan pendidikan yang tepat, anak autis juga membutuhkan biaya yang besar dalam penanganannya. Biaya terapi yang harus dikeluarkan para orang bau tanah autis terbilang sangat mahal. Apalagi terapi tersebut membutuhkan waktu yang sangat usang dan tidak bisa dipastikan akhirnya. Salah satu lantaran utama mahalnya biaya terapi bagi bawah umur penderita autis yaitu lantaran tingginya juga bayaran untuk profesi di dunia autis, baik terapis, dokter, psikiater, maupun profesi terkait lainnya. Padahal masa depan bawah umur autis tergantung dari terapi yang optimal (www.portalinfaq.co.id)

Menurut Puspita dalam Hadis (2006; 113) bahwa peranan orang bau tanah anak autis dalam memmenolong anak untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan optimal sangat menentukan. Tindakan pertama yang perlu dilakukan oleh orang bau tanah ialah orang bau tanah perlu teliti dalam mengamati aneka macam tanda-tanda yang nampak pada diri anak yang autis. Tindakan lainnya yaitu mempersembahkan penanganan kepada anaknya berdasarkan problem dan tanda-tanda sikap yang nampak pada diri anak autis. Sedangkan berdasarkan Hamalik (2002; 33) tugas seorang guru yaitu selain sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Sebagai seorang pembimbing, guru berperan dalam proses pemdiberian menolongan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembiasaan diri secara maksimum terhadap sekolah, keluarga serta masyarakat.

Meskipun memiliki tugas penting dalam pendidikan, pada kenyataannya profesi guru tidak menjadikannya lebih peduli terhadap pendidikan anaknya. Hal ini terjadi pada seorang ayah yang berprofesi guru Sekolah Dasar di desa Sumbergirang. Ayah yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar ini, memiliki tiga orang anak dan seorang istri yang bekerja sebagai pegawai Tata Usaha di salah satu Madrasah Aliyah di Rembang. Salah satu anak dari keluarga ini menderita autis. Anak autis yang sekarang sudah berusia 15 tahun ini, spesialuntuk memperoleh pendidikan di sebuah SLB sampai kelas tiga. Anak autis yang sekarang sudah menginjak usia sampaumur ini ialah anak ketiga dari tiga bersaudara. Berdasarkan wawancara pertama dengan subyek yang ialah ayah dari sampaumur autis tersebut, anaknya berhenti sekolah lantaran tidak ada pengasuh yang sanggup mengantar jemput anaknya ke sekolah. Bahkan sehabis berhenti sekolah, sampaumur autis tersebut tidak menerima pendidikan baik formal maupun non formal. Berbeda dengan dua anak subyek lainnya yang memperoleh pendidikan sampai Perguruan Tinggi, sampaumur autis ini spesialuntuk disekolahkan sampai kelas tiga SLB. Mengingat profesi ayahnya sebagai guru, sampaumur autis ini tidak seharusnya berhenti dalam memperoleh pendidikan. Sebagai seorang ayah sekaligus seorang guru, hendaknya subyek sanggup bertanggungjawaban dan menjalankan kiprahnya secara terbaik.

Namun pada kenyataannya, subyek yang ialah seorang guru, tidak menjalankan kiprahnya secara terbaik, yakni membimbing dan mendidik anak. Hal ini terlihat dikala anaknya berhenti dari SLB, subyek tidak melajutkan pendidikan untuk anaknya di sekolah khusus autis ataupun mendidik dan membimbing anaknya di rumah.

Tentunya hal ini berperihalan dengan profesinya sebagai guru, yang seharusnya memiliki kepedulian lebih besar terhadap pendidikan.
Berdasarkan latar belakang inilah maka peneliti tertarik untuk mengetahui secara mendalam ihwal kepedulian orang bau tanah yang berprofesi sebagai guru terhadap pendidikan sampaumur berkebutuhan khusus, dalam hal ini yaitu sampaumur autis. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Ketidakpedulian Keluarga Yang Memiliki Anak Autis Terhadap Pendidikan Remaja Autis (Studi Kasus Pada Keluarga melaluiataubersamaini Ayah Yang Berprofesi Guru Di Desa Sumbergirang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang)”.


Tag : Psikologi
0 Komentar untuk "Ketidakpedulian Keluarga Yang Mempunyai Anak Autis Terhadap Pendidikan Dewasa Autis (Psik-8)"

Back To Top