Male Feminis Dan Kontra Male Feminis Dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari (Pbi-5)

loading...
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Karya sastra yaitu salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang ditetapkan dengan bahasa, baik mulut maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati, dipahami, dispesialuntukti, dan dimanfaatkan oleh masyarakat pembacanya. Pengarang itu sendiri yaitu anggota masyarakat dan lingkungannya, ia tak bisa begitu saja melepaskan diri dari masyarakat lingkungannya.


Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang mengangkat perkara perempuan dan menceritakan perjalanan hidup seorang perempuan (Srintil) dalam menggapai kehidupan yang diinginkannya. Selanjutnya, tokoh perempuan itu juga bertemu dengan banyak tokoh laki-laki yang mempunyai huruf yang tidak sama-beda, huruf yang mendukung tokoh perempuan dan huruf yang menghambat kebahagiaan tokoh wanita..

Karya sastra, menyerupai diakui banyak orang, ialah suatu bentuk komunikasi yang disampaikan dengan cara yang khas dan menolak segala sesuatu yang serba “rutinitas” dengan mempersembahkan kebebasan kepada pengarang untuk menuangkan kreativitas imajinasinya. Hal ini menyebabkan karya sastra menjadi lain, tidak lazim, namun juga kompleks sehingga mempunyai aneka macam kemungkinan penafsiran dan sekaligus menyebabkan pembaca menjadi “terbata-bata” untuk
berkomunikasi dengannya. Berpertama dari inilah kemudian muncul aneka macam teori untuk mengkaji karya sastra, termasuk karya sastra novel.
Novel ialah sebuah “struktur organisme” yang kompleks, unik, dan mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Hal inilah, antara lain, yang menyebabkan susahnya pembaca menafsirkan sebuah novel, dan untuk keperluan tersebut diharapkan suatu upaya untuk menerangkannya disertai bukti-bukti hasil kerja kajian yang dihasilkan.

Novel ialah salah satu jenis karya sastra prosa yang mengungkapkan sesuatu secara luas. Berbagai insiden di dalam kehidupan yang dialami oleh tokoh kisah ialah tanda-tanda kejiwaan.
Manfaat yang akan terasa dari hasil kajian itu yaitu apabila pembaca (segera) membaca ulang karya sastra yang dikajinya. melaluiataubersamaini cara ini akan dirasakan adanya pembedaan: ditemukan sesuatu yang baru, yang terdapat dalam karya sastra itu sebagai akhir kekompleksitasan karya yang bersangkutan sehingga sesuatu yang dihadapi gres sanggup ditentukan. melaluiataubersamaini demikian, pembaca akan lebih menikmati dan memahami cerita, tema, pesan-pesan, tokoh, gaya bahasa, dan hal-hal lain yang diungkapkan dalam karya yang dikaji (Nurgiyantoro 1995: 32).

Dalam kesusastraan Indonesia modern banyak pengarang yang menghasilkan kisah fiksi, sebagai pola sanggup disebutkan di antaranya Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari, Para Priyayi karya Umar Kayam. Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi AG serta Roro Mendut karya J.B. Mangunwijaya. Kebanyakan inti cerita
dan karya-karya itu wacana budpekerti Jawa dan perkara perempuan Jawa yang masih memegang teguh nilai-nilai dan pandangan hidup perempuan Jawa.

Karya sastra yang dijadikan objek kajian penelitian ini yaitu novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari alasannya novel tersebut menempatkan perempuan sebagai tokoh utama meskipun masih dipengaruhi tokoh pria. Tokoh perempuan dalam novel Ahmad Tohari yaitu sosok perempuan yang penuh dengan permasalahan yang harus dihadapi. Masalah cinta, rumah tangga, asal usul, dan kebahagiaan yang masih dihadapi dan harus dipecahkan oleh sang tokoh.

Lebih lanjut, Srintil ingin mempertahankan sesuatu yang menjadi haknya. Ia ingin berhenti menjadi ronggeng dan menjadi perempuan seutuhnya, berkeluarga dan mempunyai anak. Srintil sebagai ronggeng harus melaksanakan pengorbanan, ia mengorbankan sebuah kesucian dalam program Bukak-Klambu. Kartareja sudah menyanyembarakan kesucian Srintil pada laki-laki yng bisa memenuhi syarat.

Pembaca menyukai novel-novel Ahmad Tohari alasannya kemenarikdanunikan ceritanya. Ahmad tohari sering mengangkat tema wacana kehidupan masyarakat lapisan bawah yang disajikan dengan gaya bahasa yang bisa menghidupkan suasana kisah dan praktis dipahami pembaca. Ahmad Tohari bisa melahirkan karya yang mengangkat kesukaran hidup kaum bawah alasannya pengalaman hidup yang sangat berkesan, terutama yang mengangkat wacana kemelaratan para tetangga, kebodohan, serta ketidakberdayaan mereka keberpihakan Ahmad Tohari terhadap wong cilik seakan menjadi obsesinya yang tidak pernah berkesudahan.

Pribadi-pribadi yang terwujud dalam diri tokoh-tokoh insan Jawa dalam karya Ahmad Tohari ialah cerminan dari kepribadiannya selaku pengarang dalam pergulatannya dengan pengalaman hidup. Ahmad Tohari memang tinggal dan dibesarkan di tempat Jawa, tepatnya di tempat Jati Lawang, Banyumas, sehingga masuk akal bila nilai kultur Jawa yang melatarbelakangi hidupnya sangat lekat dan kentara mewarnai hampir dalam tiruana karyanya.

Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk terdiri dari tiga episode yaitu episode pertama berjudul Ronggeng Dukuh Paruk, episode kedua didiberi judul Lintang Kemukus Dini Hari, dan yang ketiga yaitu Jantera Bianglala. Menurut pengarangnya, novel Ronggeng Dukuh Paruk sengaja dipersiapkan untuk menjadi trilogi, dikala menulis episode pertama, pengarang mengakui mengalami kebuntuan untuk menuntaskan dalam sebuah trilogi sekaligus. Novel tersebut berkisah wacana dunia Ronggeng Dukuh Paruk. Tokoh-tokohnya yaitu Srintil dan Rasus yang menginjak pintar balig cukup akal pada sekitar tahun 1965. Sekian tahun sebelumnya, Dukuh Paruk yaitu sebuah desa kecil yang terpencil dan terbilang miskin. Namun, segenap masyarakatnya mempunyai suatu pujian tersendiri alasannya mewarisi kesenian ronggeng yang senantiasa menggairahkan kehidupan. Tradisi itu nyaris musnah sehabis terjadi peristiwa alam keracunan tempe bongkrek yang mematikan belasan masyarakat Dukuh Paruk. Untunglah mereka menemukan kembali semangat kehidupan sehabis gadis cilik Srintil pada umur belasan tahun secara alamiah menunjukkan bakatnya sebagai calon ronggeng (Yudiono 2003: 17-
18).

Lebih jauh, novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari tampaknya ingin mengatakan sisi lain dari kehidupan perempuan, sebuah fenomena yang jarang terjadi dikala sosok perempuan dengan tekad dan kegigihannya berusaha keluar dari jeratan nasib yang kurang memihaknya. Hal lain, novel ini banyak mengangkat tokoh laki-laki untuk secara tolong-menolong memerangi suatu ketidakadilan, baik yang berasal dari sosok laki-laki maupun sosok perempuan itu sendiri. Laki-laki dan perempuan yaitu sosok yang secara maknawi mereka sama, konstruksi sosial di masyarakatlah yang menyebabkan mereka diperlakukan tidak sama.
Dalam waktu singkat, Srintil mengambarkan kebolehannya menari disaksikan orang-orang Dukuh Paruk sendiri. Srintil sebagai seorang ronggeng, harus menjalani serangkaian upacara tradisional yang puncaknya menjalani upacara bukak klambu, yaitu menyerahkan keperawanannya kepada siapapun lelaki yang bisa mempersembahkan imbalan paling mahal.

Selama ini perempuan dipandang sebagai sosok yang lemah. Banyak anggapan yang beredar di masyarakat wacana diri perempuan itu sendiri yang menyebabkan perempuan semakin terpinggirkan. Adanya anggapan bahwa sosok perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya perilaku yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Laki-lakilah yang dianggap secara umum dikuasai yang berada di pusat. Perempuan spesialuntuk sebagai kanca wingking atau dalam istilah bahasa jawanya “swargo nunut neroko katut” (Fakih 2003: 12).

Srintil ialah sosok perempuan yang berparas cantik. Sejak usia sebelas tahun ia sudah menjadi Primadona alasannya menjadi ronggeng. Kecantikan Srintil banyak menrik perhatian orang terutama kaum laki-laki. Mereka rela mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuk sekedar bertayub dan pulas dengan Srintil.

Perbedaan yang terperinci antara konsep jenis kelabuin (sex) sudah melahirkan ketidakadilan, baik kaum laki-laki dan terutama perempuan. Disadari atau tidak, dikala gagasan feminis ini dilihat secara sekilas, tampaknya perempuanlah yang menjadi korban konsep-konsep gender tersebut. Laki-laki bisa menjadi feminis bila perilaku dan tingkah laris mereka mengatakan perilaku menghargai dan menghormati perempuan. Namun, tatkala istilah male feminis dimunculkan, akan ada sebuh oposisi yang menyatakan perlawanan dari male feminis yang bisa disebut dengan istilah kontra male feminis. Sikap laki-laki yang kontra male feminis terlihat dari tingkah laris mereka yang tidak menghargai perempuan, bahkan cenderung semena-mena (Adian dalam Subono 2001: 26).

Dominasi tokoh laki-laki cukup mewarnai novel Ronggeng Dukuh Paruk tersebut Srintil banyak melibatkan tokoh laki-laki. Pada kenyataannya tokoh laki- laki ada yang mendukung atau yang disebut male feminis dan ada pula yang tidak mendukung dan disebut kontra male feminis. Namun, menyerupai yang dijelaskan sebelumnya bahwa tokoh kontra kontra feminis lebih secara umum dikuasai dibanding dengan laki-laki yang male feminis. Tokoh male feminis inilah yang banyak memmenolong tokoh perempuan untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Mereka dalam bersikap dan tingkah lakunya sangat menghormati dan menghargai perempuan.

Jadi, laki-laki pun bisa menjadi feminis bila tingkah laris mereka mengatakan perilaku menghargai dan menghormati perempuan. Dan laki-laki bisa menjadi kontra male feminis bila mereka mengatakan perilaku tidak menghargai dan menghormati perempuan. Terlihat terperinci bahwa laki-laki dan perempuan perlu berkolaborasi untuk membangun sebuah masyarakat yang bebas dari diskriminasi dan hal ini terperinci terlihat dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yaitu Srintil, Rasus, Ki Kertareja, Bajus, Marsusi, Sakarya, Sulam, Dower, Warta, Darsun, dan lain-lain. Deretan nama-nama dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk sudah bisa memerankan kiprahnya dengan baik. Hampir tiruana tokoh yang dimunculkan oleh Ahmad Tohari sudah bisa mengatakan karakteristik pribadi yang unik, sanggup mempersembahkan penginderaan yang terperinci dan terasa begitu nyata, lengkap dengan segala pelukisan gambaran, penempatan, dan perwatakannya masing-masing tokoh tersebut.
Berdasarkan hal di atas, dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mereview tokoh male feminis dan kontra male feminis dalam novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari menurut teori male feminis dan kontra male feminis.


Judul : Male Feminis Dan Kontra Male Feminis Dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari (PBI-5))


0 Komentar untuk "Male Feminis Dan Kontra Male Feminis Dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari (Pbi-5)"

Back To Top