Studi Perbandingan Contoh Konsumsi Pangan Dan Non Pangan Rumah Tangga Kaya Dan Miskin Di Kota Makassar (Prt-144)

loading...
Dalam acara perekonomian suatu  negara, konsumsi memiliki tugas penting di dalamnya serta mempuyai imbas yang sangat besar terhadap stabilitas perekonomian. Semakin tinggi tingkat  konsumsi, semakin tinggi tingkat perubahan kegiatan ekonomi dan perubahan dalam pendapatan nasional suatu negara. Konsumsi keluarga ialah salah satu kegiatan ekonomi keluarga untuk memenuhi banyak sekali kebutuhan barang dan jasa. Dari komoditi yang dikonsusmi itulah akan memiliki kepuasan tersendiri. Oleh alasannya yaitu itu, konsumsi seringkali dijadikan  salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan masyarakat yaitu tujuan dan harapan suatu negara. (Mizkat,2005)

Tingkat kesejahteraan suatu negara ialah salah satu tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di negara tersebut dan konsumsi yaitu salah satu penunjangnya. Makin besar pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, maka makin tinggi tahap kesejahteraan keluarga tersebut. Konsumsi rumah tangga tidak sama-beda antara satu dengan lainya dikarenakan pendapatan dan kebutuhan yang tidak sama-beda pula.

Setiap orang atau keluarga memiliki skala kebutuhan yang dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan menghipnotis tingkat konsumsinya. Makin tinggi pendapatan makin banyak jumlah barang yang dikonsumsi. Bila konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan pendapatan tetap maka terpaksa tabungan yang dipakai maka tabungan akan berkurang.


Secara umum sanggup dikatakan bahwa duduk masalah yang dihadapi masyarakat yaitu bersumber dari jumlah kebutuhan yang tidak terbatas. Biasanya insan merasa tidak pernah merasa puas dengan benda yang mereka peroleh dan prestasi yang mereka capai. Apabila keinginan dan kebutuhan masa kemudian sudah dipenuhi maka keinginan yang gres akan muncul. Di negara miskin hal ibarat itu memang lumrah. Konsumsi kuliner yang masih rendah dan perumahan yang kurang memadai sudah mendorong masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih tinggi. Di negara kaya sekalipun, ibarat Jepang dan Amerika serikat masyarakat masih memiliki keinginan untuk mencapai kemakmuran yang lebih tinggi dari yang sudah mereka capai kini ini (Sukirno 2008:6)

Pola konsumsi sering dipakai sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat sanggup pula dikatakan membaik apabila pendapatan  meningkat dan sebagian pendapatan tersebut dipakai untuk mengkonsumsi non makanan, begitupun sebaliknya. Pergeseran teladan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dari kuliner ke non kuliner sanggup dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan anggapan bahwa sehabis kebutuhan kuliner sudah terpenuhi, kelebihan pendapatan akan dipakai untuk konsumsi bukan makanan. Oleh alasannya yaitu itu motif konsumsi atau teladan konsumsi suatu kelompok masyarakat sangat ditentukan pada pendapatan. Atau secara umum sanggup dikatakan tingkat pendapatan yang tidak sama-beda menimbulkan keguakaragaman taraf konsumsi suatu masyarakat atau individu.

Namun, jikalau dilihat lebih jauh peningkatan pendapatan tersebut tentu mengubah teladan konsumsi  anggota masyarakat luas alasannya yaitu tingkat pendapatan yang bervariasi antar rumah tangga sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan mengelolanya. melaluiataubersamaini perkataan lain bahwa  peningkatan pendapatan suatu komunitas selalu diikuti bertambahnya tingkat konsumsi semakin tinggi pendapatan masyarakat secara keseluruhan maka makin tinggi pula tingkat konsumsi. (Sayuti, 1989:46-47).

Kemudian korelasi konsumsi dengan pendapatan dijelaskan dalam teori Keynes yang mengambarkan bahwa konsumsi dikala ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposible dikala ini. Dimana pendapatan disposible yaitu pendapatn yang tersisa sehabis pembayaran pajak. Jika pendapatn disposible tinggi maka konsumsi juga naik. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposibel. Selanjutnya berdasarkan Keynes ada batas konsumsi minimal, tidak tergantung pada tingkat pendapatan yang disebut konsumsi otonom. Artinya tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi walaupun tingkat pendapatan = nol, dan hal ini ditentukan oleh faktor di luar pendapatan, ibarat ekspektasi ekonomi dari konsumen, ketersediaan dan syarat-syarat kredit, standar hidup yang diharapkan, distribusi umur, lokasi geografis (Nanga,2001).

Kebutuhan hidup insan selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhaan hayatinya saja akan tetapi menyangkut kebutuhan lainya ibarat kebutuhan pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai dengan proses pemerataan akan menimbulkan terjadinya kesentidakboleh antar keluarga. Di satu pihak rumah tangga dengan pendapatan yang lebih dari cukup cenderung mengkonsumsi secara berlebih di lain pihak rumah tangga miskin tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.

 Kota Makassar sebagai kota metropolitan berdasarkan data yang bersumber dari BPS sudah sanggup kita lihat bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga di Kota Makassar selama tahun 2002-2006 meningkat dengan cukup berarti. Pada tahun 2002 rata-rata pengeluaran rumah tangga di Kota Makassar mencapai Rp.1.068.429, kemudian meningkat menjadi Rp.1.976.959 pada tahun 2007. Disamping peningkatan rata-rata pengeluaran, indikasi meningkatnya kesejahteraan masyarakat ditunjukkan dengan terjadinya pergeseran teladan konsumsi. Pengeluaran konsumsi kuliner di tahun 2002 mencapai 54,83 persen menjadi 51,74 persen untuk konsumsi kuliner dan 48,26 persen untuk konsumsi bukan kuliner (BPS,2007).  Berikut yaitu tabel yang mengatakan rata-rata pengeluaran rumah tangga tahun 2002-2007

Tabel 1.1 Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Kota Makassar,2002-2007.

Jenis pengeluaran
2002
2007
Rata-rata
Rata-rata
(Rp)
(%)
(Rp)
(%)
Pengeluaran Makanan
585.818
54,83%
1.022.956
51,74%
Pengeluaran Bukan Makanan
482.611
45,17%
954.003
48,26%
Pengeluaran Rumah Tangga
1.068.429
100,00%
1.976.959
100,00%

Sumber : BPS Kota Makassar,Susenas 2002-2007

Namun masih ada juga penduduk yang kurang sejahtera dalam hal ini yaitu rumah tangga miskin. Akan tetapi, teladan konsumsi masyarakat makassar tergolong konsumtif. Konsumsi rumah tangga yang tinggi namun sanggup diseimbangkan dengan pendapatan yang tinggi ialah suatu kondisi yang wajar, namun apabila konsumsi yang tinggi dengan pendapatan yang rendah oleh alasannya yaitu ada demonstration effect  bisa menimbulkan kasus perekonomian yang sanggup mengurangi tingkat kesejahteraan di suatu negara.

Hal tersebut di atas, yang menjadi dasar ketertarikan penulis mengadakan penelitian dengan objek rumah tangga dalam hal ini rumah tangga miskin dan kaya yang dalam kenyataanya memiliki pendapatan yang jumlahnya tidak sama-beda dan teladan konsumsinya sanggup dikatakan cukup bervariasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melaksanakan penelitian  yang berjudul “ “Studi Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Makassar.”



Tag : Pertanian
0 Komentar untuk "Studi Perbandingan Contoh Konsumsi Pangan Dan Non Pangan Rumah Tangga Kaya Dan Miskin Di Kota Makassar (Prt-144)"

Back To Top