loading...
|
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu matematika intinya ialah sebuah ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lainnya, baik dalam pemecahan persoalan-persoalan maupun dalam pengembangan ilmunya. Hal ini dibuktikan bahwa matematika itu sebagai suatu ilmu yang berfungsi untuk melayani ilmu pengetahuan. Selain matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sebagai suatu ilmu, matematika juga melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya.[1] Sehingga matematika ialah pelajaran yang diajarkan dalam proses mencar ilmu mengajar di dunia pendidikan.
Sebagai salah satu pelajaran yang diajarkan di sekolah, diharapkan sebuah pembelajaran untuk mengembangkan kreatifitas dan kompetensi matematika akseptor didik. Maka guru hendaknya sanggup menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan contoh pikir akseptor didik. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap akseptor didik tidak sama-beda, tidak tiruana akseptor didik menyukai mata pelajaran matematika.[2] Hal ini dialami pula dalam pembelajaran matematika pada bahan pecahan.
Berdasarkan informasi yang didapat dari guru yang mengajar, peneliti memperoleh isu bahwa kemampuan akademik akseptor didik masih heterogen, atau kemampuan prestasi mencar ilmu masing-masing akseptor didik sangat beragam. Selain itu, akseptor didik mengalami kesusahan dalam mencar ilmu dan menerapkan rumus-rumus matematika terutama dalam menuntaskan soal-soal yang berafiliasi dengan bahan pecahan. Misalnya tentang operasi penjumlahan dan pengurangan pada cuilan biasa, cuilan campuran, persen dan cuilan desimal.
Faktor lain yang menghipnotis kesusahan akseptor didik dalam memahami bahan materi cuilan yakni perilaku hirau dan suka bermain di dalam kelas sehabis pelajaran disampaikan. Waktu yang didiberikan untuk menuntaskan kiprah tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini ditandai dengan menunggu akseptor didik lain dalam menuntaskan soal-soal cuilan yang didiberikan. Tidak berusaha untuk mengerjakan kiprah yang didiberikan.
Apabila ada pekerjaan rumah yang berkaitan dengan pelajaran matematika kurang direspon oleh akseptor didik. Beberapa akseptor didik justru lebih sering menunda menuntaskan kiprah tersebut untuk diselesaikan. Bahkan ada akseptor didik yang mengerjakan pekerjaan rumah itu di sekolah, bersamaan dengan hasil jawabanan akseptor didik lain yang tertuliskan di papan tulis pada waktu dikoreksi guru bersama akseptor didik.
|
Untuk itu, guru perlu menerapkan suatu seni administrasi pendekatan pembelajaran yang tidak sama dari yang dipakai sebelumnya. Agar pendekatan pembelajaran tersebut bisa menekankan pada proses keterlibatan akseptor didik secara aktif.
Pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran haruslah berorientasi pada akseptor didik. Yakni kiprah guru bergeser dari “menentukan apa yang akan dipelajari” ke “bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman mencar ilmu akseptor didik”. Sehingga pengalaman mencar ilmu diperoleh melalui serangkaian acara untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan kawan, lingkungan dan nara sumber lain.[3]
Proses interaksi yang terjadi dalam pembelajaran banyak tergantung pada pendekatan yang digunakan. Adapun pendekatan pembelajaran yang sanggup dipakai oleh guru antara lain pendekatan imposisi, pendekatan teknologis, pendekatan personalisasi, pendekatan intruksional, pendekatan konstruktivis, pendekatan pengolahan informasi, pendekatan inquiri, dan pendekatan pemecahan perkara atau problem solving.
Salah satu pendekatan yang bisa dipakai dalam pembelajaran matematika yang memmenolong akseptor didik untuk memproses isu yang diterima, menyusun pengetahuan mereka sendiri dan memcahkan masalah yakni problem solving.
Menurut Arends (1997), pendekatan problem solving ialah suatu pendekatan pembelajaran dimana akseptor didik mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk meyusun pengetahuan mereka sendiri, membuatkan inkuiri dan keterampilan berfikir tingkat lebih tinggi, membuatkan kemandirian dan percaya diri.[4]
Pendekatan dengan memakai problem solving, diharapkan akseptor didik bisa menjadi pemikir yang handal dan mandiri. Problem solving merangsang akseptor didik bisa menjadi seorang:
a. Eksplore – mencari inovasi baru
b. Inventor – membuatkan ilham atau gagasan dan pengujian gres yang inovatif
c. Desainer – mengkreasi rencana dan model terbaru
d. Pengambil keputusan – latihan bagaimana menetapkan pilihan yang bijaksana
e. Komunikator – membuatkan metode dan tehnik untuk bertukar pendapat dan interaksi.[5]
Dari tiruana kemampuan tersebut, diharapkan prestasi mencar ilmu akseptor didik dalam bidang matematika semakin meningkat.
0 Komentar untuk "Penerapan Pendekatan Masalah Solving Untuk Meningkatkan Prestasi Mencar Ilmu Penerima Didik Pada Bahan Cuilan Di Kelas Iv Sd Islam Al-Hidayah (Pmt-35)"