loading...
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan bidang ilmu pendidikan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat di banyak sekali bidang. Untuk itu dibutuhkan sumber daya insan (SDM) yang berkarakter yang bisa menopang perkembangan IPTEK tersebut. Lembaga pendidikan ialah masukana yang baik dalam pelatihan SDM. Oleh alasannya ialah itu tidaklah mengherankan bila bidang pendidikan menerima perhatian, penanganan dan prioritas yang baik dari pemerintah, masyarakat maupun para pengelola pendidikan. Sebagai negara berkembang, cara untuk mengejar ketinggalannya di bidang IPTEK ialah dengan melakukan pembangunan di bidang pendidikan.
Dalam undang-undang No.2 wacana Pendidikan Nasional yang berlaku, ada perjentidakboleh pendidikan jalur sekolah yaitu “Pendidikan Dasar” yang mencakup SD dan Sekolah Lanjutan Pertama (SMP), “Pendidikan Menengah” yang mencakup Sekolah Umum Lanjut Pertama dan Sekolah Menengah Kejuruan, serta “Pendidikan Tinggi” yang ialah jenjang pendidikan terakhir.[1]
Dalam tiruana jenjang pendidikan, pelajaran matematika mempunyai porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Tetapi kenyataannya yang terjadi masih saja metematika menjadi pelajaran yang paling ditakuti oleh penerima didik. Hal itu menimbulkan pertanyaan seberapa besar kemampuan para penerima didik untuk mendapatkan pelajaran matematika dalam aktivitas berguru mengajar.[2]
Matematika yang didiberikan di jenjang persekolahan itu kini disebut sebagai matematika sekolah (school mathematics). Sudah tentu diharapkan pelajaran matematika yang didiberikan pada persekolahan itu akan mempunyai donasi yang berarti bagi bangsa masa depan, khususnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertera dalam mukadimah undang-undang dasar R.I.[3]
Menyikapi kenyataan di atas sekaligus ialah tantangan bagi dunia pendidikan maka paradigma pembelajaran juga harus diubah. Dari yang tiruanla banyak mengajari menjadi banyak mendorong anak untuk belajar. Dari yang tiruanla di sekolah spesialuntuk diorientasikan untuk menuntaskan soal menjadi berorientasi pola pikir kreatif, dari yang tiruanla pesera didik dianggap sebagai kertas putih yang siap ditulisi oleh guru, kini penerima didik bukan lagi kertas putih, tetapi individu unik yang mempunyai karateristik tertentu dan bisa menyebarkan potensinya apabila difasilitasi.[4]
Ketika penerima didik percaya bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengerjakan soal matematika yang susah, maka mereka akan pasrah dan tidak lagi berusaha ataupun termotivasi pada pelajaran matematika.[5]
Pada setiap materi matematika selalu berkaitan dengan materi selanjutnya. Mempelajari suatu konsep b, seseorang perlu memahami lampau konsep a. Tanpa memahami konsep a, mustahil orang tersebut memahami konsep b. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah sedikit demi sedikit dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman berguru yang lalu.[6] Hal inilah yang menimbulkan matematika menjadi pelajaran yang tidak disukai peserta didik.
Seseorang peserta didik akan lebih simpel mempelajari sesuatu bila berguru itu didasarkan kepada apa yang sudah diketahui, alasannya ialah itu untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengetahuan dan pengalaman berguru yang doloe dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses berguru matematika. Belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti proses berguru matematika akan terjadi dengan lancar bila dilakukan secara kontinyu.[7]
Pada umumnya proses berguru mengajar matematika spesialuntuklah mentransfer ilmu dari guru kepada penerima didik. Dalam wujud pelimpahan fakta matematis, bahkan sering, dalam menanamkam konsep spesialuntuk menekankan bahwa konsep-konsep itu ialah hukum yang harus dihafal, tidak perlu tahu dari mana asal mula rumus tersebut. Peserta didik diprogram spesialuntuk untuk bisa menghafal rumus-rumus dan mengerjakan soal tanpa harus tahu apa makna dan fungsi soal tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pada penanaman konsep tidak begitu bermakna penerima didik spesialuntuk bisa mengerjakan soal yang sudah didiberikan pola dan penyelesainnya. Menjadikan penerima didik beranggapan matematika haruslah menghafal rumus–rumus yang rumit sebelum menuntaskan persoalan.[8]
Menurut teori konstruktivis, penerima didik harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.[9] Memdiberikan kegampangan pada proses ini, dengan mempersembahkan peluang pada penerima didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan memakai taktik mereka sendiri untuk belajar. Guru sanggup memdiberi anak tangga yang membawa penerima didik ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan penerima didik sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.
Pada proses pembelajaran terjadi pembaharuan pengetahuan seseorang yang dikembangkan melalui situasi dan pengalaman baru. Sehingga pengetahuan yang doloe bisa disesuaikan dengan pengetahuan yang baru. Sering seorang penerima didik mengalami kesusahan dalam memahami suatu pengetahuan tertentu, salah satu penyebabnya alasannya ialah pengetahuan gres yang diterima tidak terjadi hubungan dengan pengetahuan yang sebelumnya, atau mungkin pengetahuan pertama sebelumnya belum dimiliki. Dalam hal ini pengetahuan pertama menjadi syarat utama dan menjadi sangat penting bagi penerima didik untuk dimiliki.[10]
Inti dari pembelajaran kontruktivis ialah keaktifan penerima didik dalam proses pembelajaran. Penekanan berguru penerima didik aktif ini sangat penting dan perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan. Keaktifan dalam proses pembelajaran penerima didik akan termenolong menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal alasannya ialah mereka berpikir dan mencipta bukan meniru.
Berdasarkan pada prinsip konstruktivisme, muncul berbagai metode pembelajaran yang menyebarkan keaktifan dan berpikir kritis pada penerima didik. Diantaranya ialah : problem solving, realistic mathematics education, dan open ended approach.[11] Tidak tiruana materi pada matematika sanggup disampaikan dengan satu model pembelajaran alasannya ialah terdapat belum sempurnanya dan kelebihan masing-masing. Makara guru harus benar-benar menguasai model pembelajaran yang dipakai semoga pembelajaran dalam kelas menjadi komunikatif dan tidak membuat penerima didik menjadi jenuh.
Terkadang dalam mempelajari matematika kebanyakan peserta didik akan mendapatkan masalah. Namun terjadinya suatu masalah tergantung bagaimana seseorang mendapatkan masalah tersebut sesuai kemampuan pertamanya dan dalam proses aktivitas berguru mengajar. Bruner menganggap, bahwa berguru inovasi sesuai dengan pencaharian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memdiberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang benar-benar bermakna.[12]
Menyadari tidak satu jalan tetapi ada banyak jalan untuk menjawaban masalah matematika dengan benar, penerima didik akan lebih berminat dan menyebarkan cara berpikir. Maka dengan sendirinya kebijaksanaan sehat dan pemahaman penerima didik yang dimiliki akan semakin tumbuh dengan pembelajaran yang mempersembahkan kebebasan kepada penerima didik diantaranya adalah pembelajaran problem posing dan open ended.
Model pembelajaran problem posing ialah model pembelajaran yang dilakukan dengan meminta peserta didik untuk mengajukan masalah. Rekomendasi untuk pembaharuan matematika sekolah, yang ketika ini menyarankan pentingnya tugas peserta didik dalam menghasilkan penyusunan soal. Sebagai pola ‘the curriculum and Evaluation Standar for School Mathematics’ (NCTM, 1989) menyatakan secara eksplisit bahwa penerima didik harus mempunyai pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal mereka sendiri, yang ialah aktivitas utama dalam pembelajaran matematika.[13]
Lebih jauh dalam “the Profesional Standar for teaching Mathematics “ (NCTM, 1991) dimasukankan pentingnya bagi guru-guru untuk mempersembahkan peluang kepada penerima didik mengajukan soal-soal mereka (problem posing): “peserta didik seharusnya didiberi peluang untuk merumuskan soal-soal dari situasi yang didiberikan dan membuat soal-soal dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari soal-soal yang didiberikan”.[14]
Selanjutnya, pendekatan open ended ialah pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan menyajikan masalah yang mempunyai jawabanan tidak tunggal atau cara penyelesaiannya tidak tunggal. Ketika masalah dirancang dengan jawabanan tidak tunggal, maka proses berpikir penerima didik akan bebas memilih bentuk jawabanannya, asalkan jawabanan tersebut logis dan rasional. melaluiataubersamaini jawabanan atau proses tidak tunggal tersebut sanggup mendorong penerima didik untuk berpikir kreatif.[15]
Problem posing dan open ended ialah pendekatan pembelajaran yang sanggup dipakai untuk meningkatkan kebijaksanaan sehat penerima didik. Keduanya memilki kareteristik yang mempersembahkan kebebasan berpikir. Problem posing mengarahkan penerima didik untuk mengajukan masalah, sedangkan open ended mengarahkan penerima didik untuk menuntaskan soal yang mempunyai jawabanan tidak tunggal.[16] Namun dalam mengkonstruksi masalah dan jawabanan yang tidak tunggal tidaklah simpel bagi guru. Perlu ada pendekatan yang memadukan problem posing dan open ended. Salah satu alternatif yang sanggup dipakai ialah dengan pohon matematika.
Pohon matematika ialah balikan dari masalah-masalah yang biasa didiberikan di kelas. Dalam hal ini penerima didik menumbuhkan daun dengan membangun masalah atau konsep matematika dari suatu pohon yang berupa pokok bahasan yang didiberikan.[17] Dalam pembelajaran matematika dengan pohon matematika ini, semakin banyak masalah yang dibuat, maka pohon tersebut semakin banyak daun, berarti semakin “rindang”. Sebaliknya bila daun yang dibentuk salah, maka daun tersebut menjadi “benalu” yang mengurangi kerindangan pohon. Dari kerindangan pohon matematika ini, sanggup dilihat kreativitas penerima didik.[18]
Pohon matematika sebagai media pembelajaran diharapkan menimbulkan penerima didik bisa mengkonstruksi pengetahuan pertama dan pengetahuan yang gres serta pengalaman yang diperoleh dari suatu pembelajaran. Sehingga penerima didik bisa berpikir secara sistematis dan kreatif dalam memecahan suatu permasalahan.
Agar pendekatan open ended bisa berhasil diterapkan kepada penerima didik, salah satu yang dipertimbangkan ialah pengambilan materi. Materi yang sanggup disajikan dengan pendekatan open ended ialah materi berdiri datar kecuali berdiri datar bulat yang mempunyai satu jawabanan tunggal yang tidak sama dengan konsep open ended.
Belajar matematika itu harus beruruntun, jadi untuk mempelajari materi berdiri datar juga harus beruntun dimulai dari pengetahuan pertama yang dibutuhkan untuk mempelajari materi berdiri datar. Pengetahuan pertama penerima didik yang harus didapatkan ialah berhitung dari penjumlahan, pengurangan, dukungan dan perkalian. Makara bukan spesialuntuk menjadi prasyarat pengetahuan pertama saja tetapi juga mengasah penerima didik untuk lebih kreatif lagi dalam berhitung.
Materi berdiri datar sendiri erat hubungannnya dengan kehidupan sehari-hari jadi kegunaan mempelajari berdiri datar banyak misalkan saja pengubinan dan pengukuran luas daerah. Bangun datar sendiri ialah syarat mempelajari berdiri ruang. Sebelum mempelajari berdiri ruang maka harus menerima materi berdiri datar yang ialah konsep dari berdiri ruang.
Pengalaman dari penerima didik yang bekerjasama dengan berdiri datar dalam kesehariannya cukup untuk menunjang prestasi belajar, khususnya dalam mempelajari berdiri datar. Prestasi berguru ialah hasil dari pengukuran terhadap penerima didik yang mencakup faktor kognitif, afektif dan psikomotor sehabis mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan memakai instrumen tes yang relevan.[19]
Menurut al-Ghazali dalam Slameto bahwa perhatian ialah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal atau sekumpulan objek.[20] Untuk menjamin berguru yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap materi yang dipelajarinya. Jika materi pelajaran tidak menjadi perhatian penerima didik, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka berguru dan penurunan prestasi belajar.
0 Komentar untuk "Pengaruh Pendekatan Open Ended Dengan Memakai Pohon Matematika Terhadap Prestasi Berguru Matematika Penerima Didik Kelas Vii Smpn 1 Sumbergempol (Pmt-36)"