loading...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa ialah masukana yang sangat penting dalam kehidupan kita lantaran bahasa ialah alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain, untuk membuatkan ekspresi, dan juga untuk membuatkan kemampuan intelektual seseorang.
Tarigan (1986:2) mengemukakan bahwa pada prinsipnya, tujuan pembelajaran bahasa yakni supaya siswa terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis.
Berkaitan dengan tujuan pembelajaran keterampilan berbahasa, perlu diterapkan suatu media pembelajaran yang efektif dan sanggup menunjang acara pembelajaran. Media pembelajaran yang majemuk menjadikan guru harus selektif dalam menentukan media pembelajaran yang akan digunakan. Salah satu faktor yang menghipnotis pemilihan media pembelajaran yakni materi pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan setiap materi memiliki karakteristik tersendiri yang turut menentukan dalam pemilihan media. Begitu pula dalam pembelajaran berbicara khususnya menceritakan, seorang guru harus menentukan dan memakai media yang sesuai sebagai penunjang acara pembelajaran supaya sanggup mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Keterampilan berbicara (speaking skill) ialah salah satu aspek dari keterampilan berbahasa selain keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan membaca (reading skill), dan kerampilan menulis (writing skill). Keempat aspek tersebut saling berafiliasi satu dengan yang lainnya.
Berbicara yakni kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata- kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta memberikan pikiran, gagasan dan perasaan (Tarigan 1981:15).
Keterampilan berbicara ialah keterampilan kebahasaan yang sangat penting. Syafi’ie (1993:33) mengemukakan dengan keterampilan berbicaralah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan berkomunikasi dengan masyarakat kawasan kita berada.
Berdasarkan hal tersebut peneliti menemukan kelemahan tingkat penguasaan keterampilan berbicara. Hal ini terlihat pada keterampilan berbicara siswa yang sering menentukan membisu ketika didiberi peluang untuk bertanya, tidak bersedia mengemukakan pendapat (usul, masukan atau tanggapan) secara verbal atau untuk menjawaban pertanyaan. Kebanyakan dari mereka lebih menentukan membisu dari pada berbicara lantaran banyak sekali alasan, contohnya takut salah, aib ditertawakan oleh mitra atau memang tidak ada keberanian untuk mengungkapkan walau bergotong-royong siswa mengetahui. Dalam hal ini perlu di upayakan suatu bentuk pembelajaran yang variatif, menarikdanunik, sangat bahagia, dan sanggup merangsang siswa untuk latihan berbicara.
Berdasarkan kenyataan tersebut, terlihat perkembangan kemampuan berbicara di kalangan siswa sangat memprihatinkan. Hal ini juga dialami oleh sebagian besar siswa kelas VII-G Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pemalang yang menjadi obyek penelitian ini.
SMP Negeri 4 Pemalang yakni salah satu Sekolah Menengah Pertama unggulan di Kabupaten Pemalang, selain prestasinya juga lantaran letak dan posisinya yang strategis. Sekolah Menengah Pertama Negeri 4Pemalang memiliki beberapa kelas yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Masing-masing kelas VII terdiri atas tujuh kelas, yaitu kelas VII-A hingga VII-G, kelas VIII terdiri dari tujuh kelas, yaitu kelas VIII-A hingga VIII-G, dan kelas IX terdiri dari tujuh kelas juga, yaitu kelas IX-A hingga IX-G.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan peneliti di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pemalang, peneliti spesialuntuk mengambil satu kelas sebagai objek penelitian yaitu kelas VII-G, lantaran berdasarkan guru pengampu mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas VII, siswa-siswa di kelas VII khususnya kelas VII-G dari tahun fatwa yang kemudian hingga tahun fatwa kini siswa-siswanya mendapat nilai terendah dibandingkan dengan kelas yang lain. Hal ini dilihat dari aspek berbicara khususnya kompetensi dasar menceritakan.
Proses mencar ilmu mengajar aspek berbicara khususnya dalam kompetensi dasar menceritakan kurang berhasil. Hal ini sanggup diketahui oleh peneliti sehabis melihat daftar nilai siswa, diketahui bahwa nilai tertinggi yaitu 70 diperoleh 3 siswa, nilai 68 diperoleh 5 siswa, nilai 65 diperoleh 20 siswa, nilai <65 diperoleh 14 siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa yang mendapat nilai tertinggi, mereka merasa senang dengan pembelajaran menceritakan, walaupun mereka masihmerasa kesusahan mengeluarkan gagasan yang muncul ketika harus menceritakan di depan. Sedangkan, hasil wawancara dengan siswa yang mendapat nilai terendah yaitu nilai
54, mereka merasa tidak senang dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia terutama keterampilan berbicara. Hal ini disebabkan oleh metode dan media yang digunakan guru kurang bervariasi sehingga siswa merasa bosan.
Kemampuan siswa dala m aspek berbicara di kelas VII-G masih lemah dan belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar. Hal ini sanggup dilihat dari jumlah siswa yang 42 anak, ada 24 siswa yang kurang memahami materi lantaran faktor dari dalam diri siswa sendiri, 5 siswa disebabkan lantaran gurunya yang kurang terperinci menerangkan, 8 siswa merasa tidak ada yang perlu disalahkan dalam berhasil atau tidaknya proses pembelajaran, dan 5 siswa yang beropini bahwa berhasil atau tidak berhasilnya proses pembelajaran disebabkan oleh faktor diri sendiri dan gurunya. Data tersebut diperoleh sehabis peneliti melaksanakan wawancara dengan siswa.
Oleh lantaran itu, minat berbicara siswa perlu dikembangkan. Salah satu bentuk keterampilan berbicara dalam kurikulum 2006 yang tertuang di Sekolah Menengah Pertama yakni kompetensi menceritakan dengan alat peraga. Dalam kompetensi ini siswa dituntut untuk sanggup menceritakan memakai alat peraga. Siswa bisa menuangkan ide-ide mereka ke dalam dongeng yang mereka buat dan mereka sajikan kepada siswa-siswa yang lain memakai alat peraga.
Bercerita ialah salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk mempersembahkan isu kepada orang lain (Tarigan 1988:35). Dikatakan demikiankarena menceritakan termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian- pengertian atau makna-makna yang menjadi jelas.
melaluiataubersamaini menceritakan, seseorang sanggup memberikan banyak sekali macam cerita, ungkapan banyak sekali perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan ungkapan kemauan dan harapan membagikan pengalaman yang diperoleh.
Dalam hal ini, peneliti memakai media boneka untuk menarikdanunik perhatian dan minat siswa. Media boneka juga berfungsi untuk memmenolong siswa memperoleh kegampangan ketika menceritakan, lantaran dengan menolongan boneka sebagai alat peraga akan membangkitkan ide-ide siswa yang tertuang dalam sebuah dongeng yang akan mereka ceritakan di depan kelas. Mereka juga tidak akan canggung lagi menceritakan memakai media boneka lantaran mereka tidak menceritakan eksklusif menghadapi siswa-siswa yang lain melainkan dengan media boneka mereka merasa menjadi tokoh dalam boneka tersebut. Dalam penelitian ini media boneka yang akan digunakan dalam pembelajaran menceritakan yaitu suatu media yang akan dibentuk oleh siswa sendiri pada mata pelajaran seni rupa. Makara h al ini akan menambah semangat dari para siswa itu sendiri pada keterampilan menceritakan yang akan peneliti lakukan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pemalang, dalam keterampilan proses pembelajaran berbicara khususnya kompetensi menceritakan, selama ini siswa cenderung: (1) siswa kurang berani menceritakan di depan umum; (2) siswa merasa takut, malu-malu, dan kurang percaya diri bila ditunjuk untuk menceritakan di depan kelas; (3) kata-kata yang digunakan siswa dikala menceritakan kurang menarikdanunik; (4) siswa tidak menguasai materi cerita; (5) guru sering membatasi topik pembicaraan; (6) metode-metode yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan menceritakan kurang efektif; dan (7) penerapan media pembelajaran yang kurang menarikdanunik bagi siswa. Menjadi pertanyaan besar bagi peneliti, mengapa rendahnya keterampilan menceritakan sanggup terjadi, faktor apakah yang menjadikan hal itu terjadi, dan bagaimana pemecahannya? Berikut ini identifikasi persoalan secara terperinci terkena persoalan tersebut.
Pertama, siswa kurang berani menceritakan di depan umum. Hal ini lantaran siswa menganggap bahwa berbicara khususnya menceritakan di depan umum ialah hal yang menakutkan, sehingga siswa kurang terampil menceritakan di depan umum. Oleh lantaran itu, guru harus mempersembahkan motivasi kepada siswa dengan mempersembahkan pengetahuan dan metode menceritakan di depan umum supaya siswa lebih berani menceritakan di depan umum.
Kedua, siswa merasa takut, malu-malu dan kurang percaya diri bila ditunjuk untuk menceritakan di depan kelas. Masalah ini terjadi lantaran siswa kurang latihan menceritakan. Saat guru menunjuk siswa untuk menceritakan di depan kawan-kawannya mereka merasa enggan, sehingga guru harus menunggu hingga beliau mau maju ke depan. Oleh lantaran itu, guru harus memotivasi dan memdiberi peluang kepada siswa untuk latihan menceritakan, baik di kelas maupun di rumah.
Ketiga, kata-kata yang digunakan siswa dikala menceritakan kurang menarikdanunik. Siswa kesusahan dalam menentukan kata-kata yang menarikdanunik dikala menceritakan. Hal ini terjadi lantaran mereka kurang terbiasa menceritakan memakai bahasa Indonesia. Mereka terbiasa memakai bahasa Jawa dikala menceritakan kepada kawannya. Oleh lantaran itu, siswa harus dibiasakan untuk berkomunikasi, khususnya menceritakan dengan memakai bahasa Indonesia, sehingga mereka terbiasa memakai dan bisa menentukan kata- kata yang menarikdanunik dikala menceritakan dengan bahasa Indonesia.
Keempat, siswa tidak menguasai materi yang akan diceritakan. Masalah ini terjadi lantaran selama ini hal-hal yang diceritakan oleh siswa yakni hal-hal yang belum diketahui oleh siswa atau kurang dikuasai siswa. Oleh lantaran itu, guru harus memdiberi peluang kepada siswa untuk memahami materi dongeng yaitu dengan mempersembahkan waktu di luar jam pelajaran kepada siswa untuk mencari materi dongeng dan memahaminya.
Kelima, guru membatasi topik pembicaraan. Selama ini, guru seringkali membatasi siswa untuk menceritakan dengan topik tertentu, contohnya sesuai dengan tema atau materi dikala itu, walaupun tidak sesuai dengan minat siswa. Hasilnya pembelajaran yang berlangsung kurang optimal, lantaran kurang memdiberi kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan dan mengekspresikan gagasannya. Salah satu cara yang sanggup dilakukan guru untuk mengatasi persoalan tersebut yaitu dengan memdiberi kebebasan pada siswa untuk menceritakan sesuai dengan minatnya.
Keenam, metode yang digunakan dalam pembelajaran kurang efektif. Selama ini metode-metode pembelajaran yang digunakan yakni metode-metode usang yang kurang membuat siswa tertarik terhadap pembelajaran. Dalam prosesnya siswa dituntut satu persatu ke depan kelas secara individu untuk menceritakan, sehingga siswa merasa grogi, takut, dan aib terhadap kawan-kawan sekelasnya. Salah satu cara untuk mengatasinya yaitu dengan memperbaiki metode pembelajaran. Guru hendaknya membuat kelompok-kelompok kecil supaya siswa sanggup mendiskusikan terlebih lampau terkena dongeng yang akan mereka sajikan di dalam kelas yang memungkinkan siswa sanggup menceritakan dengan nyaman dan berani tanpa rasa takut, aib dan grogi. Dalam penelitian ihwal kompetensi menceritakan memakai alat peraga, peneliti memakai media boneka, di mana siswa dalam kelompoknya masing-masing membuat dongeng dengan topik yang mereka imajinasikan berdasarkan komitmen kelompok, yang sebelumnya kata-kata yang akan mereka tampilkan sudah dirancang/ditulis terlebih lampau sebelum mereka pertunjukkan di depan kelas.
Ketujuh, penerapan media pembelajaran yang kurang menarikdanunik bagi siswa. Media pembelajaran berfungsi untuk menunjang proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran sanggup tercapai dengan baik. Penggunaan media yang tidak sesuai dengan minat siswa akan menghambat proses pembelajaran, yang pada balasannya hasil pembelajaran yang dicapai tidak optimal. Permasalahan ini sanggup diatasi dengan menentukan media pembelajaran yang sesuai dengan minat siswa. melaluiataubersamaini demikian, siswa akan tertarik dengan media tersebut dan akan semangat dalam menceritakan. Dalam hal ini, peneliti memakai media boneka untuk menarikdanunik perhatian dan minat siswa. Media boneka juga berfungsi untuk memmenolong siswa memperoleh kegampangan ketika menceritakan, lantaran dengan menolongan boneka sebagai alat peraga akan membangkitkan ide-ide siswa yang tertuang dalam sebuah dongeng yang akan mereka ceritakan di depan kelas.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti bermaksud untuk melaksanakan perbaikan dalam pembelajaran keterampilan berbicara dalam kompetensi menceritakan dengan alat peraga melalui penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VII-G di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pemalang dengan memakai media boneka.
Tag :
Pendidikan Seni
0 Komentar untuk "Peningkatan Keterampilan Bercerita Memakai Media Boneka Pada Siswa Kelas Vii-G Smp Negeri 4 Pemalang Tahun Anutan 2006/2007 (Ps-3)"