loading...
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan dari jaman ke jaman mempunyai peranan yang amat penting. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 wacana sistem pendidikan nasional pada pasal 1 ayat (1) sebut bahwa pendidikan yaitu perjuangan sadar untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran semoga akseptor didik secara aktif menyebarkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, etika mulia, serta ketrampilan yang diharapkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk menyiapkan akseptor didik yang berkarakter maka diharapkan motivasi berguru pada setiap siswa. Baik terhadap siswa yang pandai dan terlebih pada siswa yang tingkat intelegensinya rendah perlu mendapatkan proteksi semoga termotivasi dalam mengikuti kegiatan berguru mengajar di sekolah.
Motivasi ialah hal yang penting dalam proses pembelajaran alasannya yaitu keberadaanya sangat berarti bagi perbuatan berguru (Uno, 2007: 23). Selain itu motivasi berguru ialah faktor psikis yang sanggup menumbuhkan gairah, mengakibatkan perasaan bahagia dan semangat untuk belajar. Hasil berguru akan menjadi optimal jikalau ada motivasi. Makin sempurna motivasi yang didiberikan, maka akan berhasil pula proses berguru siswa. Kaprikornus motivasi akan senantiasa menentukan intensitas perjuangan berguru bagi para siswa. Sardiman (2003: 74) pertanda bahwa
motivasi akan menimbulkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan problem tanda-tanda kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melaksanakan sesuatu.
Di dalam kegiatan berguru mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi selain sanggup menyebarkan acara siswa juga sanggup mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi yang berpengaruh dalam berguru akan memberikan hasil berguru yang baik. Adanya perjuangan yang tekun dan terutama didasari dengan adanya motivasi, maka individu yang berguru itu akan melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prsetasi belajarnya. Namun apabila siswa tidak mempunyai motivasi yang berpengaruh maka hasil berguru yang dicapai juga tidak akan optimal, dalam hal ini siswa akan mengalami kegagalan belajar.
Siswa yang kurang mempunyai motivasi dalam berguru sanggup dilihat melalui ciri-ciri diantaranya sebagai diberikut: jarang mengerjakan tugas, praktis putus asa, harus memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi (kurang ada dorongan dari dalam diri sendiri), cepat puas dengan prestasinya, kurang semangat belajar, tidak mempunyai semangat untuk mengejar cita-cita, tidak bahagia mencari dan memecahkan soal-soal (Suhaimin, 2008).
Bagi siswa yang mempunyai motivasi intrinsik, mereka akan mempunyai kesadaran sendiri untuk memperhatikan klarifikasi dari guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang didiberikan. Siswa yang demikian tidak akan praktis mendapatkan dampak gangguan dari sekitarnya. Lain halnya bagi
siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang ialah dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini kiprah guru pembimbing yaitu membangkitkan motivasi akseptor didik sehingga mereka mau belajar.
Sebelum peneliti akan melaksanakan penelitian ini, ada diantara penelitian terlampau yang mereview wacana motivasi belajar. Penelitian sebelumnya, oleh Sulistiyaningrum (2003) wacana “keefektifan bimbingan berguru melalui layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan motivasi berprestasi pada siswa kelas 1
SMU Negeri 1 Semarang” memberikan bahwa ada 43 anak yang mempunyai motivasi rendah. Sampel ini diperoleh melalui skala motivasi kepada seluruh jumlah populasi yaitu kelas 1 Nilai yang diperoleh dari masing-masing sub variabel yaitu: nilai post test pada sub variabel “berorientasi sukses” yaitu 1211 dengan prosentase 70, 41 % kategori tinggi, nilai post test pada sub variabel “berorientasi jauh ke depan” yaitu yaitu 1463 dengan prosentase 75,61% kategori tinggi, nilai post test pada sub variabel “suka tantangan” yaitu 964 dengan prosentase 74,73 % kategori tinggi, nilai post test pada sub variabel “tangguh dalam bekerja” yaitu 1910 dengan prosentase 74,03 % kategori tinggi. Dari hasil penelitian tersebut memberikan bahwa dengan diadakanya bimbingan kelompok maka motivasi berprestasi siswa sanggup meningkat.
Fenomena di Sekolah Menengah Pertama Negeri 22 semarang memberikan bahwa ada beberapa siswa yang mempunyai motivasi berguru rendah terjadi pada siswa yang tingkat intelegeensinya rendah. Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan konselor sekolah dan didukung dengan data tes IQ. Gejala ini ditandai dengan ciri-ciri
sebagai diberikut; malas dalam mendapatkan pelajaran di kelas, jarang mengerjakan kiprah dari guru, malas mencatat materi dari guru, kurang serius apabila guru pertanda materi (berkhayal), bercanda sendiri dengan kawanya apabila guru sedang memberikan pelajaran, tidak berusaha untuk merubah kebiasaan berguru dan hasil belajarnya yang kurang baik.
Dalam fenomena di atas memberikan bahwa terdapat gejala-gejala motivasi berguru yang rendah pada siswa di sekolah. Apabila motivasi tersebut tidak ditingkatkan maka hal ini akan berakibat pada menurunya hasil berguru siswa dan tidak tercapainya prestasi yang diharapkan. Supaya siswa tidak mengalami hal tersebut maka penulis berpandangan bahwa dengan memakai konseling behavior diharapkan motivasi berguru siswa sanggup ditingkatkan dengan banyak sekali cara. Salah satunya dengan cara memperkuat sikap berguru siswa dan mempertahankan kebiasaan berguru yang sudah sesuai serta sanggup juga mencontoh sikap berguru orang lain sebagai pendorong semoga seseorang mempunyai motivasi untuk memalsukan sikap berguru yang baik dari orang lain. Pada dasarnya konsep motivasi dekat kaitanya dengan prinsip bahwa sikap yang diperkuat di masa kemudian akan lebih diulang lagi di masa kini dibandingkan dengan sikap yang dihukum. Kaprikornus untuk menumbuhkan motivasi berguru yang tinggi sanggup dilakukan dengan prinsip penguatan atau reinforcement alasannya yaitu pada dasarnya konsep utama dalam behavior theraphy yaitu reinforcement (Pujosuwarno,
1993: 80).
Konseling behavior memandang bahwa kepribadian insan itu pada hakekatnya yaitu perilaku. melaluiataubersamaini dasar bahwa konsep utama dari behavior
yaitu reinforcement atau penguatan maka penulis menentukan memakai konseling behavior untuk meningkatkan motivasi berguru siswa alasannya yaitu dalam kaitanya dengan konsep tersebut motivasi berguru sanggup ditingkatkan salah satunya dengan reinforcement dan juga melalui modeling. Kaprikornus dengan pemdiberian renforcement diharapkan siswa sanggup termotivasi dalam kegiatan belajarnya.
Siswa juga diharapkan untuk sanggup mengulangi sikap berguru yang diperkuat dan meniadakan sikap berguru yang salah. Hal ini sesuai dengan tujuan konseling behavior yaitu mengubah sikap yang maladaptif menjadi adaptif. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Latipun (2005: 114) juga pertanda bahwa tujuan yang khusus dari konseling behavioral yaitu mengubah sikap salah dalam pembiasaan dengan cara-cara memperkuat sikap yang diharapkan dan meniadakan sikap yang tidak diharapkan serta memmenolong menemukan cara- cara berperilaku yang tepat. Berdasarkan paparan diatas maka penulis akan melaksanakan penelitian dengan judul “Peningkatan Motivasi Belajar Pada Siswa Berintelegensi Rendah Melalui Konseling Behavior di Kelas VIII-B Sekolah Menengah Pertama Negeri
22 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009”.
0 Komentar untuk "Peningkatan Motivasi Mencar Ilmu Pada Siswa Berintelegensi Rendah Melalui Konseling Behavior Di Kelas Viii-B Smp Negeri 22 Semarang (Bk-2)"