loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan penyebaran penduduk yang kurang seimbang, ialah faktor yang amat menghipnotis tentang problem ketenagakerjaan di tanah air Indonesia. Dalam literatur aturan perburuhan yang ada, riwayat kekerabatan perburuhan di Indonesia dipertamai dengan suatu masa yang sangat suram yakni zaman perbudakan di mana terjadi penindasan dan perlakuan di luar batas kemanusiaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkemampuan secara sosial ekonomi maupun penguasa pada masa itu.
Jika kekerabatan antara pekerja dan pengusaha tetap diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan aturan perburuhan untuk membuat keadilan sosial di bidang perburuhan akan sangat susah tercapai, lantaran pihak yang berpengaruh selalu ingin menguasai pihak yang lemah. Pengusaha sebagai pihak yang berpengaruh secara sosial ekonomi akan selalu menekan pihak pekerja yang berada pada posisi yang lemah/rendah.
Atas dasar itu, pemerintah secara berangsur-angsur turut serta dalam menangani problem perburuhan melalui banyak sekali peraturan perundang-undangan yang mempersembahkan kepastian aturan terhadap hak dan kewajiban pengusaha maupun pekerja. Campur tangan pemerintah dalam bidang perburuhan melalui peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah membawa perubahan fundamental yakni menjadikan sifat aturan perburuhan menjadi ganda yakni sifat privat dan sifat publik. Sifat privat menempel pada prinsip dasar adanya kekerabatan kerja yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sedangkan sifat publik dari aturan perburuhan sanggup dilihat dari adanya hukuman pidana, hukuman administratif bagi pelanggar ketentuan di bidang perburuhan/ketenagakerjaan dan sanggup dilihat dari adanya ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah (upah minimum).
Hubungan kerja ialah kekerabatan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi sehabis adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa kekerabatan kerja yaitu kekerabatan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang memiliki unsur pekerjaan, upah dan perintah. melaluiataubersamaini demikian jelaslah bahwa kekerabatan kerja terjadi lantaran adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja.
Saat ini masih banyak pekerja yang tidak mengerti akan hak dan kewajibannya sehingga banyak pekerja yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang memaksakan kehendaknya pada pihak pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja tersebut pada pekerjanya. Isi dari penyelenggaraan kekerabatan kerja dihentikan berperihalan dengan ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memaksa ataupun yang berperihalan dengan tata adab yang berlaku dalam masyarakat, ataupun ketertiban umum. Bila hal tersebut hingga terjadi maka perjanjian kerja tersebut dianggap tidak sah dan batal.
Perjanjian kerja memegang peranan penting dan ialah masukana untuk mewujudkan kekerabatan kerja yang baik dalam praktek sehari-hari, maka perjanjian kerja pada umumnya spesialuntuk berlaku bagi pekerja dan pengusaha yang mengadakan perjanjian kerja. melaluiataubersamaini adanya perjanjian kerja, pengusaha harus bisa mempersembahkan pengarahan/penempatan kerja sehubungan dengan adanya kewajiban mengusahakan pekerjaan atau menyediakan pekerjaan, yang tak lain untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Walaupun suatu perjanjian kerja sudah mengikat para pihak, namun dalam pelakasanaannya sering berjalan tidak menyerupai apa yang diperlukan contohnya problem jam masuk kerja, problem upah, sehingga menimbulkan perselisihan paham terkena kekerabatan kerja dan akhirnya terjadilah pemutusan kekerabatan kerja.
Tenaga kerja ialah faktor produksi yang masih belum terpenuhi hak-haknya dan sering diperlakukan semena-mena, jam kerja melampaui batas, upah tidak layak, upah minimum belum dilaksanakan, jaminan sosial kurang diperhatikan sehingga pekerja masih ada juga yang hidup dalam belum sempurnanya. Tujuan pekerja bekerja yaitu untuk memperoleh upah sebagai imbalan atas tenaga yang ia keluarkan, dan upah bagi pekerja sebagai akhir dari perjanjian kerja yang ialah faktor utama, lantaran upah ialah samasukan penting bagi pekerja guna menghidupi pekerja dan keluarganya demi kelangsungan hidupnya.
Dua pandangan yang tidak sama antara pengusaha dan pihak pekerja terkena upah yaitu di satu pihak pekerja melihat upah sebagai jaminan hidup lantaran harus diperoleh setinggi mungkin, sedangkan pihak pengusaha melihat upah sebagai komponen biaya produksi maka upah harus ditekan serendah mungkin. Akibat dari perbedaan pendapat atau pandangan dari kedua belah pihak inilah yang ialah sumber perselisihan yang sering terjadi. Kedudukan pekerja sebagai individu dalam kekerabatan kerja masih tergolong lemah, dalam hal ini pekerja sering menuntut perbaikan upah, biasanya hal ini tidak dipenuhi oleh pihak pengusaha. Tuntutan dari pihak pekerja kemungkinan kecil akan berhasil, tetapi keberhasilan itu selalu dibayang-bayangi akan adanya pemecatan dan juga bahaya akan diputuskan kekerabatan kerjanya apabila pekerja tersebut berbuat di luar kehendak pengusaha yang sudah diputuskan.
Mulai tanggal 1 Oktober 2005, pemerintah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). melaluiataubersamaini naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut, dalam suatu perseroan sudah menimbulkan banyak permasalahan antara pekerja dengan pengusaspesialuntuk contohnya terkena problem upah/penghasilan yang dinilai sudah tidak mencukupi kebutuhan hidup para pekerja sehari-hari berhubung dengan kenaikan harga-harga barang yang diakibatkan kenaikan harga BBM tersebut.
PT. Karya Bina Bersama sebagai lingkungan pekerja tertentu, pelaksanaan/penyelenggaraan kekerabatan kerjanya pun tidak terlepas dari permasalahan. Permasalahannya yang timbul yaitu dari kepentingan pihak pengusaha maupun kepentingan pihak pekerja, yaitu masing-masing pihak menuntut semoga selalu diperhatikan oleh pihak lainnya dalam kekerabatan kerja tersebut, walaupun tuntutannya itu menyimpang dari perjanjian kerja yang sudah disahkan bersama, lantaran pekerja menuntut kenaikan penghasilan yang dinilai sudah tidak mencukupi kehidupan buruh sehari-hari yang diakibatkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang bersama-sama secara aturan hal tersebut tidak sanggup dilakukan mengingat para pekerja masih terikat dalam perjanjian kerja selama 2 tahun.
Pengusaha menuntut pekerja semoga bekerja dengan semangat penuh lantaran pengusaha sedang mengejar sasaran dan pengusaha enggan menaikan upah pekerja disebabkan kontrak kerja pekerja tersebut belum berakhir. Dan upaya pengusaha sebelum kenaikan BBM yaitu menaikkan upah lembur bagi pekerja-pekerjanya semoga para pekerja bekerja dengan semangat penuh. Namun dengan keadaan ekonomi kini ini yang serba tidak stabil menghipnotis semangat kerja para pekerja menjadi menurun drastis akhir harga barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari juga ikut naik dan mengakibatkan penghasilan para pekerja otomatis tidak mencukupi kebutuhan hidup pekerja sehari-hari dan semangat kerja para pekerja juga ikut menurun. Penjualan produk-produk karet yang dalam sebulan kira-kira mencapai ±350 ton/bulannya sebelum kenaikan BBM, menjadi ±300 ton/bulannya akhir kenaikan BBM tersebut. Dan upaya dari pengusaha untuk menghadapi hambatan tersebut yaitu menjanjikan kenaikan upah pada para pekerja apabila para pekerja bisa bekerja dengan semangat penuh. Hal ini mengakibatkan para pekerja bekerja dengan semangat kerja yang menggebu-gebu lantaran menginginkan upah menyerupai yang dijanjikan oleh pengusaha. melaluiataubersamaini dipenuhi tuntutan para pekerja yaitu dinaikkan penghasilan pokok masing-masing pekerja sebesar 10% oleh pengusaha menjadikan penjualan majemuk jenis karet yang tiruanla dari bulan Oktober tahun 2005 hingga dengan bulan Desember tahun 2005 yang dalam sebulannya kira-kira mencapai jumlah ± 300 ton akhir kenaikan harga BBM. Dan pada bulan Januari tahun 2006, penjualan banyak sekali macam jenis karet menjadi sejumlah ±400 ton/bulannya dikarenakan pihak pengusaha menaikkan upah/penghasilan pokok masing-masing pekerja sebesar 10 %.
Menurut pengamatan penulis bahwa turunnya semangat kerja, banyak faktor yang menjadi penyebabnya, contohnya upah terlalu rendah, insentif kurang terarah, lingkungan kerja fisik yang buruk, lingkungan sosial yang kurang sangat senang dan masih majemuk lantaran lainnya. Tetapi bersama-sama prinsip turunnya semangat kerja disebabkan ketidakpuasan para pekerja baik pada barang material (upah, jaminan sosial kemudahan material) maupun pada bidang non material (penghargaan sebagai manusia, kebutuhan berpartisipasi, harga diri). Bila tidak diketahui sebab-sebab turunnya semangat kerja, maka pemecahan permasalahan yang timbul spesialuntuk akan bersifat tambal sulam semata-mata atau spesialuntuk pada permukaan/kulitnya.
Dalam kekerabatan kerja timbul perselisihan antara pihak pengusaha dan pihak pekerja biasanya berpokok pertama lantaran ada perasaan-perasaan kurang puas. Pengusaha mempersembahkan akal yang berdasarkan pertimbangannya sudah baik akan diterima oleh para pekerja, namun para pekerja yang bersangkutan memiliki pertimbangan dan pandangan yang tidak sama-beda, maka karenanya akal yang didiberikan pengusaha itu menjadi tidak sama, pihak pekerja yang merasa puas akan tetap terus bekerja sedangkan pihak pekerja yang merasa tidak puas akan menawarkan semangat kerja yang menurun hingga terjadi perselisihan-perselisihan.
Dalam kekerabatan kerja di PT. Karya Bina Bersama timbullah perselisihan dimana pihak pekerja menuntut kenaikan upah dan pihak pengusaha enggan menaikkan upah pekerja tersebut lantaran para pekerja masih terikat kontrak kerja selama 2 tahun sehingga timbullah perselisihan. Pengusaha enggan menaikkan upah para pekerja lantaran melihat ketentuan Pasal 59 ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni: “Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu spesialuntuk sanggup diadakan sehabis melebihi masa batas waktu tenggang 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini spesialuntuk boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling usang 2 (dua) tahun”. Atas dasar itulah pengusaha enggan menaikkan upah pekerja dan apabila upah para pekerja tidak dinaikkan, maka para pekerja akan bekerja dengan semangat yang menurun dan mengakibatkan penjualan majemuk jenis karet otomatis akan ikut menurun dan perusahaan tersebut juga akan terancam bangkrut. Upaya pengusaha mengatasi permasalahan yang timbul yaitu menjanjikan kenaikan upah terhadap para pekerjanya apabila bekerja dengan semangat penuh. melaluiataubersamaini kesepakatan tersebut, para pekerja bekerja dengan semangat penuh dan pada akhirnya mengakibatkan penjualan majemuk jenis karet mengalami peningkatan. Karena sesuai dengan kesepakatan pengusaha tersebut, maka pengusaha memenuhi janjinya dengan menaikkan upah pokok para pekerja sebesar 10%, meskipun kebijakan pengusaha tersebut berperihalan dengan Pasal 59 ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk mengulas permasalahan ini dalam satu goresan pena Karya Ilmiah dengan judul “Perubahan Perjanjian Kerja Terhadap Status Para Pekerja Waktu Tertentu Sesudah Kenaikan Upah (Studi Kasus PT. Karya Bina Bersama).”
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan diangkat penulis yaitu bagaimana perubahan perjanjian kerja terhadap status para pekerja waktu tertentu sehabis kenaikan upah pada PT. Karya Bina Bersama?
Judul : PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA TERHADAP STATUS PEKERJA WAKTU TERTENTU SETELAH KENAIKAN UPAH (STUDI KASUS PT.KARYA BINA BERSAMA) (HK-14))
Tag :
Hukum
0 Komentar untuk "Perubahan Perjanjian Kerja Terhadap Status Pekerja Waktu Tertentu Sehabis Kenaikan Upah (Studi Perkara Pt.Karya Bina Bersama) (Hk-14)"