loading...
A. Latar Belakang
Sejak pertama dibentuknya organisasi pemerintah (birokrasi), yaitu pada pertama kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945 sampai ketika ini sudah banyak keluhan bahkan Koreksian pedas dari para pemerhati pemerintahan. Sejarah birokrasi di Indonesia mempunyai raport buruk, khususnya semasa Orde Baru, di mana yang menimbulkan birokrasi sebagai mesin politik. Imbas dari itu tiruana, masyarakat harus membayar biaya yang mahal, ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya dan ketidakpastian siapa yang bertanggung balasan yaitu beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi.
Lebih dari itu, layanan birokrasi justru menjadi salah satu causa prima terhadap maraknya korupsi, kongkalikong dan nepotisme. Pejabat politik yang mengisi birokrasi pemerintah sangat dominan. Kondisi ini cukup usang terbangun sehingga membentuk sikap, sikap dan opini bahwa pejabat politik dan pejabat birokrasi tidak sanggup dibedakan .
Dari banyak sekali sumber disebutkan bahwa setidaknya ada tiga penyebab ketidakberfungsian birokrasi dalam menjalankan tugasnya ketika ini sehingga merusak struktur dan pondasi ekonomi – sosial – politik di Indonesia. Ketiga penyebab ketidakberfungsian birokrasi tersebut ialah permasalahan struktur birokrasi, permasalahan budaya dan nilai yang berkembang dalam birokrasi, dan permasalahan lingkungan birokrasi itu sendiri.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik khususnya yang berkaitan dengan pelayanan publik harus dilaksanakan secara akuntable, responsif, dan efisien. Suatu pelayanan publik sanggup mampu dikatakan mempunyai akuntabilitas tinggi apabila aktivitas tesebut dianggap benar dan sesuai dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berkembang di dalam masyarakat. Artinya, pelayanan publik yang baik relatif harus berdasar pada kepuasan atau setidaknya berdasar pada apa yang diinginkan oleh masyarakat .
Pelayanan publik yang ketika ini banyak menjadi sorotan yaitu bidang kesehatan. Hal ini diakibatkan oleh kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan yang semakin meningkat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan juga semakin meningkat. Namun, hal tersebut tidak disertai dengan manajement pelayanan kesehatan yang baik oleh pemerintah. Tidak itu saja, bidang kesehatan yaitu salah satu bidang pelayanan publik yang pelayanannya cukup mengecewakan, banyak masyarakat miskin yang tidak mendapat saluran kesehatan yang layak
melaluiataubersamaini motifasi guna mempersembahkan administrasi pelayanan yang baik di bidang kesehatan, Pemerintah Pusat melalui Keputusan Menteri Kesehatan No.1457/MENKES/SK/X/2003 wacana standart pelayanan minimal bidang kesehatan kabupaten / kota, kemudian diperkuat oleh Keputusan Gubernur Jawa Timur No.27 Tahun 2004 wacana standart pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan kabupaten / kota di Jawa Timur sudah menetapkan sebanyak 26 jenis pelayanan disertai dengan 47 indikator kinerjanya untuk dilaksanakan oleh setiap kabupaten / kota di Jawa Timur. Ditambah lagi dengan layanan suplemen sebanyak 7 jenis layanan dengan 7 indikator kinerja.
melaluiataubersamaini berdasar pada Keputusan Menteri Kesehatan, Kabupaten Sampang sudah melakukan standart pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan pada tahun 2003. Semua point pelayanan yang ada di dalam standart pelayanan minimal (SPM) kesehatan dilaksanakan, termasuk juga pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan yang dirasa sangat bersentuhan dengan kepentingan mayoritas masyarakat Sampang.
Data BPS pada tahun 2001 mengatakan ada 2.196.363 rumah tangga miskin, atau 23,12 persen dari 9.499.756 jumlah rumah tangga yang ada di Jatim. Jumlah rumah tangga yang paling banyak dililit kemiskinan berada di Kabupaten Bondowoso, yakni 45 persen. Disusul Sampang (43,22 persen), Situbondo (33,75 persen), Ponorogo (33,06 persen), Pacitan (33,05 persen), Probolinggo (30,73 persen), dan Bojonegoro (30,62 persen). Dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jatim, penduduk miskin terbanyak berada di Kabupaten Sampang. Persentase penduduk miskin di kabupaten itu mencapai 45,69 persen dari 750.046 penduduk Sampang atau dengan kata lain ada 342.725 jiwa penduduk miskin di Sampang .
Jenis pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan menjadi sangat penting, alasannya yaitu melihat kondisi kasatmata masyarakat Sampang, di mana kesejahteraan masyarakatnya masih rendah, saluran untuk memperoleh kesehatan rendah, pengetahuan akan kesehatan juga sangat rendah. melaluiataubersamaini implemntasi pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan, dibutuhkan masyarakat miskin yang berada di Kabupaten Sampang sanggup menikmati pelayanan kesehatan yang memadai dari Pemerintah Kabupaten Sampang dalam hal ini yaitu Dinas Kesehatan melalui puskesmas-puskesmas yang sudah disediakan.
Tag :
Ilmu Sosial
0 Komentar untuk "Implementasi Keputusan Gubernur No.27 Tahun 2004 Ihwal Standart Pelayanan Minimal (Spm) Bidang Kesehatan Kabupaten / Kota Di Jawa Timur (Is-3)"