loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suasana perpolitikan nasional pasca tumbangnya rezim orde gres Suharto, disambut oleh tiruana kalangan sebagai masa kebebasan dan berekpresi. Keadaan ini semakin bertambah seiring dengan dilakuakannya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang di anggap turut melindungi kekuasaan sewenang-wenang tersebut selama 32 tahun dan kerap melahirkan kekuasaan tanpa batas.
Nuansa kehidupan demokratis semakin terasa ketika para elit politik kembali melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing. Sentralisasi kekuasaan yang menumpuk pada forum direktur pada masa lalu, bermetamorfosis pemerataan kekuasaan dengan saling kontrol di antara tiap forum negara.
Hal ini pula yang memulihkan kembali tugas forum perwakilan. Lembaga yang ialah simbol dari keluhuran demokrasi di mana didalamnya terdapat orang-orang pilihan yang dijadikan wakil rakyat yang mempunyai integritas, tanggung jawaban, susila serta kehormatan, yang kemudian sanggup dibutuhkan menjadi perangkat penyeimbang dan pengontrol terhadap kekuasaan direktur sebagi penggagas roda pemerintahan.
Bagi negara yang menganut kedaulatan rakyat keberadaan forum perwakilan hadir sebagai suatu keniscayaan. Adalah mustahil membayangkan terwujudnya suatu pemerintah yang menjujung demokrasi tanpa kehadiran institusi tersebut. Karna lewat forum inilah kepentingan rakyat tertampung kemudian tertuang dalam banyak sekali kebijakan umum yang sesuai dengan aspirasi rakyat.
Untuk itu berdasarkan kelaziman teori-teori ketatguagaraan dalam hal mana pada umumnya forum ini berfungsi dalam tiga wilayah, yaitu, Pertama, wilayah legislasi atau pembuat hukum Perundang-undangan, Kedua, wilayah penyusunan anggaran. dan Ketiga, wilayah pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
Dalam UUU 1945 sehabis perubahan pengaturan terhadap forum perwakilan di Indonesia ini sanggup kita lihat pada Pasal 1 ayat (2) dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan pada Pasal 20A ayat (1), dewan perwakilan rakyat sendiri mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Selanjutnya dalam melaksanaakan fungsinya. sebagai mana dijelasakan pada Pasal 20A ayat (2), dewan perwakilan rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Serta setiap anggota dewan perwakilan rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, hak menyatakan usul dan beropini sekaligus hak imunitas. Sedangkan kedudukan dewan perwakilan rakyat sangat kuat, alasannya yaitu presiden tidak sanggup membekukan ataupun membubarkan dewan perwakilan rakyat sebagai mana tertera pada Pasal 7C.
Namun demikian keberadaan forum perwakilan yang gres tersebut belum sanggup berfungsi penuh sebagai mana mestinya, karna masih perlu di tindak lanjuti dengan komitmen Undang-Undang yang akan menjadi hukum main terbentuknya forum itu. Dan ini dibutuhkan tuntas sehabis pemilu 2004 yang akan hadir, di mana akan diadakan pemilihan eksklusif terhadap dewan perwakilan rakyat dan DPD serta Presiden dengan Wakil Presiden.
Sejalan dengan perubahan struktur Sistem kelembagaan negara dengan di amandemen Undang-Undang Dasar 1945 serta perubahan dinamika perpolitikan yang terus melangkah m`ju dengan kemudian menata kearah perpolitikan yang sehat dan demokratis, maka pengamatan terhadap dewan perwakilan rakyat sebagai salah satu forum perwakilan diberikut sebagai forum politik sangatlah penting dan urgen. Kenyataan yang berkembang membuktikan adanya fenomena gres terhadap tugas forum perwakilan tersebut. Peran dewan perwakilan rakyat seakan di sulap dari yang tak berdaya tatkala berhadapan dengan pemerintah, tiba-tiba bermetamorfosis forum yang berpengaruh terutama dalam fungsinya mengawasi gerak-gerik keberadaan forum eksekutif.
Secara legal formal tugas dewan perwakilan rakyat terlebih dalam fungsi pengawasan mengalami Perubahan besar sehabis di lakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan semenjak Sidang Umum MPR 1999. melaluiataubersamaini fungsi pengawasan yang dimiliki legislatif misalnya, menjadikan setiap kebijakan pemeritah yang akan di buat maupun akan dilaksanakan harus terlebih lampau menerima persetujuannya. Hak prerogatif yang dimiliki presiden semakin sempit karna di sisi lain dewan perwakilan rakyat menempatkan diri sebagi forum penentu kata-putus dalam betuk memdiberi persetujuan dan beberapa pertimbangan terhadap agenda-agenda pemerintah. Dalam pembuatan undang - undang presiden sekarang spesialuntuk mempunyai kekuasaan mengusulkan rancangan Undang-Undang (RUU). Sedangkan kekuasaan untuk menetapkan suatu RUU menjadi Undang-Undang ada di tangan DPR. Dalam hal pengangkatan duta, Peresiden harus terlebih lampau memperhatikan pertimbangan DPR, kemudian Presiden mendapatkan penempatan duta dari negara lain dengan memperhatikan pertimbangan dewan perwakilan rakyat pula. Selain itu, dewan perwakilan rakyat juga sudah mempunyai peranan yang lebih besar dalam pengangkatan Direktur Bank Indonesia dan dalam pengangkatan Ketua Mahkamah Agung. Wewenang dan kekuasaan yang lebih besar juga diindikasikan oleh frekuensi pemanggilan mentri yang menjadi lebih sering dan melalui pembentukan panitia khusus untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh eksekutif.
Dalam pada itu kekuasaan dewan perwakilan rakyat pada fungsi pengawasan terlihat pula dalam pengangkatan Duta Besar Republik Indonesia (RI). Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sehabis perubahan, sebut “Dalam hal pengangkatan duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR”. Menurut ketentuan yang gres tersebut diisyaratkan bahwa dalam pengangkata duta besar (dubes) tidak spesialuntuk ialah hak prerogratif Presiden namun juga melibatkan tugas dewan perwakilan rakyat untuk mempersembahkan pertimbangan. Dubes yang akan ditempatkan di suatu negara oleh pemerintah, harus terlebih lampau melalui dengar pendapat yang dilakukan DPR. Hal ini kemudian menjadikan kekerabatan antara Presiden dan dewan perwakilan rakyat berkaitan dengan pencalonan dubes mulai dipersoalkan oleh sekian banyak kalangan, ketika keputusan dewan perwakilan rakyat yang mempermasalahkan calon-calon dubes yang diajukan oleh pemerintah.
Pada waktu melaksanakan uji visi dan misi terhadap 27 calon dubes tanggal 27 Juni 2002 Komisi I dewan perwakilan rakyat yang mengurusi kekerabatan luar negeri, tidak meloloskan tujuh calon dubes yang diajukan oleh Mentri Luar Negeri (Menlu) . Dibagian lain sebaliknya bahwa dalam pemantauan kompas ada 37 pos perwakilan RI yang kosong, tanpa kepala perwakilan atau duta besar . Permasalahan demikian sanggup menggangu kekerabatan luar negeri Indonesia, di mana pada ketika ini bangsa kita sedang meyakinkan pihak luar untuk mempersembahkan ratifikasi terhadap acaman disintegrasi, mempersembahkan kepercayaaan untuk menanamkan investasi serta sanggup menjalin kekerabatan (politik, ekonomi, sosial, budaya) terhadap bangsa yang selama ini sedang mengalami krisis multidimensi.
Dalam pemahaman legal formal diasumsikan jikalau wewenang dan kekuasaan yang dimiliki oleh forum perwakilan lebih besar, maka kemampuannya untuk melakuakan pengawasan otomatis akan menjadi lebih besar pula. Hal demikian apakah tidak menghipnotis gerak langkah direktur sebagai forum yang bersentuhan eksklusif dengan rakyat lewat kebijakan-kebijakannya. Menurut Jimly Asshiddiqy, tanda-tanda penambahan kewenangan atau penumpukan kekuasaan pada dewan perwakilan rakyat di satu segi baik dan positif, tetapi di pihak lain sanggup pula menyebabkan kekhawatiran tersendiri. Apalagi dikaitkan dengan aura euphoria dalam Pelaksanaan fungsi pengawasan oleh dewan perwakilan rakyat cenderung meluap-luap menyerupai tidak sanggup dikendalikan dan belum tentu sehat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka sanggup dirumuskan sebagai diberikut :
1. Bagai manakah pengaturan tentang tata cara pengangkatan duta besar RI?
2. Bagai manakah tugas dan kekuasaan dewan perwakilan rakyat dalam pengangkatan Duta Besar RI sehabis perubahan Undang-Undang Dasar 1945 ?
Judul : PERAN dewan perwakilan rakyat DALAM PENGANGKATAN DUTA BESAR RI SETELAH PERUBAHAN Undang-Undang Dasar 1945 (HK-16))
Tag :
Hukum
0 Komentar untuk "Peran Dpr Dalam Pengangkatan Duta Besar Ri Sehabis Perubahan Uud 1945 (Hk-16)"