Suatu Analisis Efek Kerjasama Free Trade Area Asean-India Dan Pengaruhnya Terhadap Industri Domestik Indonesia (Studi Kasus: Industri Kelapa Sawit) (Ipm-8)

loading...
Pada hakikatnya setiap negara di dunia tidak akan bisa memenuhi kebutuhannya secara sendiri. Layaknya insan yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya menolongan dari orang lain, begitu pula dengan negara membutuhkan negara lain untuk bisa bertahan.  Khususnya menyangkut kebutuhan ekonomi, negara sangat membutuhkan menolongan negara lain. Oleh lantaran itu, diharapkan interaksi diantara negara berupa perdagangan internasional. Hal tersebut disebabkan lantaran perbedaan kapasitas dan kuantitias sumber daya alam yang dimiliki setiap negara, perbedaan kemampuan sumber insan dalam mengelolah sumber daya alam yang dimiliki, perbedaan penguasaan teknologi dan modal dan adanya kelebihan produk dalam negeri.
            Perdagangan internasional yang doloenya dilakukan secara tradisional dan terbatas, kini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Awalnya perdagangan internasional spesialuntuk melibatkan negara-negara kolonial dari Eropa, seperti: Inggris, Belanda, Portugis dan Spanyol dengan negara jajahannya. Perdagangan ketika witu cenderung di dominasi oleh negara-negara tersebut. Meskipun, pada ada ketika itu perdagangan internasional sudah  mulai ada dan di pelopori oleh kelompok-kelompok pedagang pribumi dari tetapi, spesialuntuk dalam jumlah sedikit dan bersifat tradisional.
            Berbeda dengan kegiatan perdagangan internasional ketika ini. Kemajuan teknologi khususnya transportasi dan komunikasi sudah mendorong semakin tingginya intensitas perdagangan internasional dan melibatkan banyak komponen dalam suatu negara. Aliran barang semakin tidak bisa dibendung dengan dilakukannya perjanjian perdagangan bebas. Perjanjian tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam perdagangan berupa tarif, quota, larangan impor, damping dan aneka macam bentuk kebijakan perlindungan ekonomi. Tidak spesialuntuk itu, perjanjian ini juga dimaksudkan untuk mempererat kekerabatan kerjasama diantara kedua pihak yang terlibat di dalamnya yang turut menentukan kekerabatan kedua pihak di masa depan.
            Sampai ketika ini, perdagangan bebas ialah issue yang perdebatanal khususya di negara-negara berkembang. Satu sisi, perdagangan bebas dianggap akan meningkatkan standar hidup melalui teori laba komparatif dan ekonomi skala besar. Secara teoritis, perdagangan bebas sanggup membuat pasar persaingan sempurna. Perdagangan bebas juga dianggap mendorong negara-negara untuk bergantung satu sama lain, yang berarti memperkecil kemungkinan perang. Serupa dengan Thomas Fridmen yang mengemukakan teorinya terkena perdamaian internasional (golden arches) bahwa tidak ada negara yang sama-sama mempunyai restoran McDonald’s pernah saling berperang.[1] Sedangkan di sisi lain, perdagangan bebas dianggap merugikan negara maju lantaran mengakibatkan pekerjaan dari negara maju berpindah ke negara lain dan juga menjadikan perlombaan serendah mungkin yang mengakibatkan standar hidup dan keamanan yang lebih rendah. Sebagian lain beropini bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal, dan juga membatasi standar kerja dan standar sosial.

            Meskipun implementasi perdagangan bebas menerima perihalan dari banyak pihak namun, dengan globalisasi di aneka macam bidang, hampir tidak ada celah bagi negara untuk menghindari perdagangan bebas. Mengingat perkembangan ekonomi dunia yang semakin interdependent dan global mempersembahkan konsekuensi meningkatkan arus perdagangan barang dan uang antar negara. Terlebih lagi jikalau negara ingin memperluas pangsa pasarnya. Hal tersebut terbukti bahwa semakin banyak perjanjian perdagangan bebas yang sudah dilakukan baik secara bilateral maupun regional. Tercatat sebanyak 221 perjanjian perdagangan bebas sudah disahkan semenjak tahun 1991sampai 2010.[2] Jumlah tersebut naik sebanyak 152 perjanjian dari tahun 2002, yang spesialuntuk berjumlah 69 perjanjian. Jumlah perjanjian bilateral dan regional meningkat dikarenakan keduanya ialah opsi terbaik kedua bagi FTA setelah perjanjian multilateral. Hal ini disebabkan lantaran implementasi dari perjanjian multilateral susah untuk sepenuhnya diterapkan, banyak negara lebih menentukan perjanjian bilateral dan regional untuk memperluas perdagangan dan memperkuat kekerabatan ekonomi dengan negara lain.
            Negara-negara Asia Tenggara dalam kerangka ASEAN  ialah salah satu organisasi regional yang aktif melaksanakan kerjasama perdagangan bebas dengan negara ataupun daerah lain. Meskipun didominasi oleh negara-negara berkembang namun, ASEAN menyadari akan integrasi ekonomi yang tidak bisa dihindari. Oleh lantaran itu, ASEAN berupaya melaksanakan kerjasama dengan aneka macam pihak. Tercatat hingga ketika ini ASEAN mempunyai tujuh perjanjian perdagangan bebas yang sudah berjalan diantaranya, ASEAN Free Trade Area; ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade Agreement; ASEAN-India Regional Trade and Investment Area; ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership; ASEAN-Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement; Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement dan ASEAN - China Comprehensive Economic Cooperation Agreement. Selain itu, ASEAN-EU Free Trade Agreement masih dalam  tahapan negaosiasi, sedangkan Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA/ASEAN+6) dan East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) sudah diajukan (dalam tahapan konsultasi dan studi lanjut). [3]
            Penelitian ini akan serius dalam menganalisis perjanjian ASEAN- India Free Trade Area Agreement dan pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia khusunya Industri domestik Indonesia. Hubungan kerjasma ASEAN-India dipertamai dengan obrolan sektoral pada tahun 1992 kemudian India menerima status sebagai kawan wicara penuh pada bulan Desember 1995. Pada KTT di Phnom Penh tahun 2002 status kemitraan ASEAN-India ditingkatkan menjadi kawan Wicara ASEAN di tingkat kepala negara. Akhir kedua pihak sepakat untuk menenahadirani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the the Republic of  India and ASEAN yang dilakukan pada pertemuan ke-2 ASEAN-India tahun 2003.[4] Selanjutnya pada pertemuan ke 21 ASEAN-India Trade Negotiation Committee (AI-TNC) di Manila 20-22 Oktober 2008 berhasil diselesaikan beberapa info terkait perundingan AIFTA di sektor barang menyerupai draft perjanjian, Rules of Origin, Product Specific Rules, Dispute Settlement Mechanism, Protokol Persetujuan Kerangka Kerjasama Ekonomi ASEAN-India dan legal scrubbing.[5] Sesudah mengalami beberapa kali penundaan lantaran ketidaksiapan secara teknis, risikonya perdagangan bebas dengan India mulai diimplementasikan semenjak 1 Oktober 2010. Perjanjian ini sebelumnya sudah diimplementasikan empat negara semenjak 1 Januari 2010 yaitu Brunei Darussalam, Malaysia. Thailand, Singapura dan India. Kemudian menyusul Vietnam dan Myanmar memberlakukan kesepakatan tersebut pada 1 Juni 2010.[6]
            Menjadi suatu hal yang penting bagi ASEAN untuk menjalin kerjasama dengan India khususnya di bidang ekonomi terkait dengan Free Trade Area. Hal ini mengingat munculnya india sebagai kekuatan gres di Asia dan dunia dalam aneka macam bidang khususnya di sektor ekonomi. Tercatat India ialah kekuataan ekonomi nomor tiga terbesar di Asia, ketika ini yang mempunyai industri otomotif maju. India sudah melaksanakan penetrasi pasar aneka macam belahan dunia dan juga menanam investasi, dengan mendirikan pabrik perakitan termasuk di sejumlah negara Asia Tenggara.[7] Diproyeksikan perekonomian India akan terus mengalami peningkatan. Selain itu efek India di ASEAN semakin terlihat pada sektor ekonomi dengan masuknya India sebagai kawan dagang ketujuh terbesar. Dari sisi investasi, FDI dari India ke ASEAN pada tahun 2007 mencatat nilai USD 641 juta—tertinggi semenjak tahun 2000. Adanya iklim perjuangan positif antara kedua pihak yang ditandai dengan peningkatan perdagangan yang cukup fantastis contohnya pada tahun 2005 s/d tahun 2007 rata-rata sebesar 28% per tahun, ekspor ASEAN ke India antara 2005-2007 juga meningkat sebesar 31% ialah peningkatan terbesar yang dialami ASEAN dengan kawan dagangnya.[8] Saat ini India ialah pangsa pasar yang cukup besar dengan jumlah penduduk sekitar 1,8 milliar dengan tipe masyarakat yang konsumptif. melaluiataubersamaini pertimbangan ekonomi menyerupai diatas, maka sangat besar kemungkinan perekonomian India akan sangat mempengaruhi ekonomi negara-negara di ASEAN khususya dimasa depan.
            Hal yang terpenting dari kerjasama ini yakni mengantisipasi munculnya India sebagai negara super power di masa depan. Melihat kondisi India secara keseluruhan dalam aneka macam aspek, bukan mustahil India akan bisa mensejajarkan diri dengan China, Jepan, Australia bahkan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Jika, India berhasil menempatkan diri dengan negara-negara tersebut, maka sedikit banyak politik dan kebijkan luar negeri negara-negara di daerah Asia Pasifik akan berkiblat ke India. melaluiataubersamaini adanya kerjasama yang sebelumnya sudah terjalin, maka sanggup dijadikan jembatan untuk meterbaikkan tercapainya kepentingan regional ASEAN dan nasional negara anggotanya.
             Menurut penulis, Indonesia secara khusus sangat berkepentingan atas terlaksananya perjanjian perdagangan bebas ini.  Perjanjian ini ialah salah satu perjanjian yang sangat prospektif. Beberapa hal yang menjadikan perjanjian ini penting bagi Indonesia yakni: perdagangan India-Indonesia terus mengalami peningkatan dibandingkan dengan perdagangan indonesia dengan chile, Australia dalam kerangka kerjaasama Free Trade Area dan Indonesia masih mengalami defisit perdagangan US$ 61 juta dengan China; India pun kini menjadi negara ke empat terbesar tujuan ekspor Indonesia di bawah China, Jepang dan AS.[9] Ekspor Indonesia ke India terbilang fantastis, setidaknya terjadi kenaikan US$ 357,2 juta dalam tempo satu bulan.[10] Perdagangan bilateral meningkat tajam, dari US$ 2,8 miliar di tahun 2005 menjadi US$ 4,9 miliar di tahun 2007, atau meningkat 28,8%.[11] melaluiataubersamaini adanya Kerjasama ASEAN- India Free Trade Area sanggup dijadikan sebagai wadah bagi Indonesia dalam meningkatkan jumlah ekspornya ke India.
            Selain itu point penting dari kerjasama ASEAN-India ini yakni setidaknya kerjasama ini sanggup menjadi balancer atas efek negara-negara besar menyerupai Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan China yang terlebih lampau masuk melalui beberapa kesepakatan. Saat ini, pasar Indonesia yang sudah didominasi oleh produk China setelah adanya kesepakatan pemberlakuan ASEAN- China Free Trade Area pada 1 Januari 2010 lalu. Amerika yang diwakili oleh perusahaan raksasa atau Multi National Coorporation-nya menyerupai PT. Freeport, Exxon Mobil, Shell, Chevron Indonesia Company, PT Chevron Oil Products Indonesia, PT Ford Motor Indonesia, PT McDermott Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Dowell Anadrill Schlumberger. Sedangkan Uni Eropa dengan juga hadir dengan cara yang sama dengan Amerika Serikat. Selain itu, dengan kerjasama dibidang ekonomi ini, kedua negara sanggup menjadi jembatan untuk memperluas kerjasama di bidang yang lain. India juga salah satu negara Asia yang tergabung dalam kelompok G-20, menawarkan peningkatan kiprahnya sebagai kawan dagang Indonesia yang penting.
            Perekonomian India Sesudah melaksanakan liberalisasi pada tahun 1991 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut terbukti dengan signifikansi pertumbuhan Produk Domestik Bruto dari tahun 2000 sebesar 4.44% meningkat menjadi 9,1% di tahun 2006.[12] India juga mempunyai rujung ekonomi dengan pertumbuhan tercepat sekitar 8% pada 2003. Bahkan India berhasil mencatatkan dirinya sebagai negara dengan pendapatan terbesar kedua di dunia setelah China pada tahun 2007 mencapai 9,2%.[13] India juga ialah salah satu negara yang serius pada pengembangan teknologi menyerupai software dan hardware yang mulai mendominasi di pasar dunia. Secara umum perekonomian India diprediksikan akan terus mengalami pertumbuhan mengingat banyaknya faktor pendorong menyerupai ialah salah satu tujuan kesukaan para investor abnormal dengan pinjaman Sumber Daya Manusia.
            Melihat pesatnya pertumbuhan ekonomi India ini turut meningkatkan standard dan kompetisi produk-produk ekspor yang hendak masuk ke negara tersebut tak terkecuali produk asal Indonesia. Beberapa komoditas ekspor utama Indonesia ke negara Gajah tersebut yakni kelapa sawit utamaya Crued Palm Oil (CPO) dan bahan-bahan tambang. Kedua komoditi tersebut ialah produk andalan Indonesia yang juga turut menjadi penyumbang devisa terbesar di sektor migas dan non-migas.
            Indonesia populer sebagai salah satu negara produsen CPO terbesar di dunia bersama Malaysia. CPO ialah salah satu jenis dari produk kelapa sawit. Beberapa produk kelapa sawit intinya spesialuntuk dua yakni Crued Palm Oil (CPO), dan minyak inti. Keduanya kemudian dikembangkan yang kemudian menghasilkan beberapa produk turunan menyerupai Palm oil, RBD palm oil, crude palm stearin, palm kernel dan Palm oil mill . Akan tetapi, dalam perkembangannya CPO ialah jenis yang paling banyak di produksi dan kuat terhadap perkembangan Industri kelapa sawit secara umum.
            melaluiataubersamaini pertimbangan tersebut, penulis akan lebih memseriuskan penelitian ini kepada produk industri kelapa sawit produk CPO. Pada tahun Indonesia sudah menjadi negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 16 juta ton. Sementara negara tetangga kita Malaysia yang selama ini berada pada posisi pertama, ketika ini berada pada posisi kedua dengan total produksi sebesar 15.8 juta ton.[14] Satu hal yang  menarikdanunik dari data ini adalah, ternyata Indonesia bisa menjadi negara penghasil CPO nomor satu (terbesar) di dunia empat tahun lebih cepat dari prediksi sebelumnya, di mana Indonesia diperkirakan gres akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia pada tahun 2010.[15]
            melaluiataubersamaini berlakunya AIFTA, maka produk industri kelapa sawit Indonesia menyerupai Crued Palm Oil (CPO) harus bersaing dengan produk kelapa sawit asal Malaysia, Thailand, Ekuador, Kolombia, Papua Nugini dan negara eksportir lainnya. Apabila Indonesia tidak bisa mempertahankan bargaining positionnya, maka India akan beralih mengimpor CPO dari negara lainnya terutama dari Malaysia. Padahal industri minyak sawit ialah kontributor penting dalam perekonomian di Indonesia. Pada 2008, Indonesia memproduksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit. Industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah, sebagai sumber daya penting untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian dan pemrosesan selanjutnya. Produksi minyak sawit menjadi jenis pendapatan yang sanggup mengemban amanah oleh banyak penduduk miskin pedesaan di Indonesia. Sektor produksi kelapa sawit di Indonesia sanggup menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 6 juta orang dan mengentaskan mereka dari kemiskinan. Lebih dari 6,6 juta ton minyak sawit dihasilkan oleh petani kecil yang mempunyai lebih dari 41 persen dari total perkebunan kelapa sawit.[16]  
            Banyak prestasi yang sudah berhasil dicapai pada industri kelapa sawit banyak diragukan oleh banyak pihak akan bertahan di masa perdagangan bebas ini. Mengingat ada kecenderungan Indonesia seringkali dirugikan lantaran kurangnya kesiapan menghadapi  kerjasama Free Trade Area. Khusunya dengan India yang notabenenya menjadi negara yang ketika ini mengalami peningkatan pesat dalam perekonomiaanya.
            Melihat hasil dari aneka macam perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan Indonesia salah satunya ASEAN- China Free Trade Area yang banyak mempengaruhi dan merugikan perekonomian Indonesia khususnya industri domestik. Kemudian bagaimana dengan Free Trade Area Agreement ASEAN- India yang melibatkan Indonesia. Fenomena tersebut sangat menarikdanunik untuk di kaji lebih jauh. Hal ini mendorong penulis untuk melaksanakan penelitian dengan judul; ANALISIS KERJASAMA FREE TRADE AREA ASEAN-INDIA DAN PENGARUHNYA TERHADAP INDUSTRI DOMESTIK INDONESIA (Studi Kasus: Industri Kelapa Sawit)



0 Komentar untuk "Suatu Analisis Efek Kerjasama Free Trade Area Asean-India Dan Pengaruhnya Terhadap Industri Domestik Indonesia (Studi Kasus: Industri Kelapa Sawit) (Ipm-8)"

Back To Top