Analisis Efisiensi Sistem Moneter Bebas Bunga: Studi Kasus Di Indonesia Dan Malaysia Masa 1980-2000 Memakai Pendekatan Kointegrasi (Ke-19)

loading...
Dunia sudah mengalami polarisasi dari dua kekuatan sistem ekonomi, ditandai dengan adanya dua negara adikuasa sebagai representasi dari kedua sistem ekonomi tersebut. Amerika dan sekutu Eropa Baratnya ialah kepingan kekuatan dari sistem ekonomi kapitalis, sedangkan sistem ekonomi sosialis diwakili oleh Rusia dan Eropa Timur, Cina, serta Indocina menyerupai Vietnam dan Kamboja. Dalam perjalanannya, kedua sistem ekonomi tersebut gagal dalam membuat kesejahteraan masyarakat dunia tanggapan dampak sistem yang dikembangkannya.

Karena kegagalan tersebut, maka para pendukung kedua sistem ekonomi tersebut melaksanakan modifikasi terhadap kedua sistem ekonomi tersebut. Sistem ekonomi kapitalis dimodifikasi menjadi sistem ekonomi yang selain menampilkan bentuk aslinya yaitu mengutamakan kebebasan individu dalam kepemilikan faktor-faktor produksi, juga sudah memasukkan variabel asas distribusi keadilan ke dalam sistem ekonominya. Sedangkan sistem ekonomi sosialis dimodifikasi menjadi Neososialis dengan kecenderungan kearah prosedur pasar.

Meskipun modifikasi dari kedua sistem sudah dilakukan, kedua sistem ekonomi yang lebih gres tersebut belum bisa untuk mencari solusi dari krisis dan problematika dunia menyerupai inflasi, krisis moneter internasional, problematika utang negara berkembang, dan lain-lain. Sehingga muncullah pemikiran-pemikiran kritis dari banyak sekali kalangan untuk menemukan sistem ekonomi dunia yang sanggup menyejahterakan masyarakat atas dasar keadilan dan persamaan hak. Dan diantara pemikiran-pemikiran tersebut yang menerima banyak perhatian oleh banyak sekali kalangan yaitu sistem ekonomi Islam.
Ilmu ekonomi moneter Islam sebagai salah satu cabang dari ilmu ekonomi Islam memandang bahwa keberlangsungan masalah dan dalamnya krisis moneter internasional intinya lantaran ada sesuatu yang salah. Menurut Umer Chapra, kesalahan yang umumnya dilakukan yaitu bahwa akar permasalahannya spesialuntuk dicari pada symptom (gejala), menyerupai ketidakseimbangan anggaran, perluasan moneter yang berlebihan, neraca pembayaran yang begitu besar, naiknya kecenderungan proteksionis, tidak memadainya menolongan asing, dan kerjasama internasional yang tidak mencukupi. Akibatnya, penyembuhan spesialuntuk bersifat sementara dan beberapa dikala kemudian, krisis muncul kembali, bahkan lebih mendalam dan fokus.

Diduga permasalahan mendasar dari krisis moneter internasional yaitu lantaran penerapan tingkat bunga yang ternyata gagal berfungsi sebagai alat indirect screening mechanism. Berbagai literatur yang ditulis oleh para ekonom menyerupai Muslehuddin (1974), Qureshi (1979), Kahf (dalam Khurshid, 1981), Siddiqi (1981), Chapra (1985 dan 1986), Maurice Allais (1993), Mills dan Presley (1997), dan Choudry dan Mirakhor (1997) tidak menyetujui perekonomian yang bertumpu pada interest rate lantaran akan terjadi misalokasi sumber daya yang pada gilirannya cenderung akan menjadikan ketidakstabilan ekonomi. Enzler Conrad dan Johnson (dalam Chapra, 1996) menemukan bukti kuat bahwa di AS sudah terjadi misalokasi dana modal di antara sektor-sektor ekonomi dan jenis modal. melaluiataubersamaini terjadinya misalokasi dana yang disebabkan oleh suku bunga kuat terhadap pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dari suatu negara, yaitu pemenuhan kebutuhan pokok, pertumbuhan ekonomi yang optimum, pemerataan distribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi.

Manajemen moneter yang berdasarkan bunga kuat terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan pemerataan distribusi pendapatan lantaran penyaluran derma dengan bunga tertentu diputuskan berdasarkan kemampuan peminjam mempersembahkan jaminan kredit guna meng-cover derma yang didiberikan dan kecukupan cash flow untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dikarenakan hal tersebut, maka dana akan mengalir cenderung pada golongan kaya yang umumnya bisa memenuhi syarat jaminan tersebut. Namun, golongan kaya umumnya memanfaatkan dana tersebut tidak spesialuntuk untuk investasi yang produktif, tetapi juga untuk conspicuous consumption (konsumsi barang lux, barang yang spesialuntuk untuk simbol status dan pengeluaran yang tidak bermanfaa) dan spekulasi. Hal ini menjadikan cepatnya perluasan money demand untuk keperluan yang non-produktif dan pengeluaran-pengeluaran yang tidak bermanfaa, yang pada gilirannya memperkecil ketersediaan dana untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan pembangunan. Keadaan ini akan membuat golongan miskin semakin susah memenuhi kebutuhan pokok lantaran susahnya golongan ini memenuhi syarat tersebut di atas dan terlebih lagi dengan semakin berkurangnya dana untuk kebutuhan pokok tersebut. Penyaluran derma yang sedemikian rupa menjadikan semakin tidak meratanya distribusi pendapatan dan kekayaan.1 Selanjutnya, dari sisi pertumbuhan ekonomi, meningkatnya referensi conspicuous consumption ini akan mengakibatkan masyarakat mengurangi tingkat tabungannya, sehingga akan meningkatkan suku bunga, menurunkan kwalitas maupun kuantitas investasi, yang pada kesudahannya akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan peluang kerja.
Selain itu, administrasi moneter berbasis bunga juga akan menjadikan tingginya ketidakpastian pada pasar keuangan dan selanjutnya akan kuat terhadap pencapain stabilitas dalam perekonomian. sepertiyang ditetapkan oleh Milton Friedman dan L.A. Iacocoa. Milton Friedman menyampaikan bahwa faktor penyebab perekonomian AS begitu sukar diperkirakan yaitu lantaran sikap suku bunga yang sama-sama tidak bisa diperkirakan. Mr. Iacocoa, pemimpin perusahaan Chrysler Corporation, mengamati bahwa suku bunga sudah menjadi sedemikian simpel berubah sehingga tak seorang pun sanggup melaksanakan perencanaan untuk masa depan.

Tingginya tingkat perubahan pada suku bunga menginjeksikan ketidakpastian yang besar dalam pasar investasi sehingga mendorong borrower dan lender mengalihkan tujuan pasar mereka, dari tujuan pasar utang jangka panjang kepada pasar utang jangka pendek yang berbau spekulasi, sehingga secara mendasar mengubah keputusan-keputusan investasi para pelaku bisnis. Di mana pelaku bisnis lebih bahagia mengambil laba pada pasar-pasar komoditi, saham, valuta asing, dan keuangan. Kondisi menyerupai ini akan membuat pasar-pasar tersebut semakin aktif dan memanas yang ialah salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi dunia dikala ini.

Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Bank for International Settlement (BIS), total turnover perdagangan valuta gila mencapai $1, 230 miliar per hari kerja pada bulan April 1995, yang tidak sama jauh dibandingkan pada bulan April 1989 yang masih $620 miliar per hari kerja. Allais (1993) juga menemukan bahwa speculative cash flow dari negara-negara G-7 yaitu 34 kali dibandingkan flows untuk transaksi perdagangan barang maupun jasa. Akhirnya, sanggup disimpulkan bahwa administrasi moneter berbasis bunga menjadikan ketidakstabilan bagi perekonomian secara keseluruhan lantaran efeknya yang positif terhadap peningkatan kegiatan-kegiatan yang non-produktif dan spekulatif.2 sepertiyang ditetapkan oleh Maurice Allais (1993) yang ialah pemenang nobel pada tahun 1988 beropini sebagai diberikut:

Be it speculation on currencies or speculation on stocks and shares, the world has become one big casino with gaming labels distributed along every latitude and longitude. The game and the bids, in which millions of players take part, never cease. The American quotations are followed by those from Tokyo and Hongkong, from London, Frankfurt and Paris. Everywhere speculation is supported by credit since one can buy without paying and selling without owning.

Suku bunga, baik yang tinggi maupun yang rendah, implikasinya buruk terhadap kesehatan perekonomian. Suku bunga yang tinggi akan merugikan pengusaha dan dalam perekonomian kapitalis suku bunga ialah penghambat utama investasi dan deretan modal. Akibat dari tingkat bunga yang tinggi tersebut antara lain menurunkan tingkat produktivitas, peluang kerja, dan laju pertumbuhan ekonomi. Tingkat suku bunga yang rendah juga sama jeleknya. Kalau tingkat suku bunga yang tinggi akan merugikan pengusaha, maka tingkat suku bunga yang rendah akan merugikan penabung terutama penabung kecil yang menginvestasikan dana pada instrumen berbasis bunga. Tingkat bunga yang rendah akan merangsang derma untuk tujuan-tujuan konsumsi, baik sektor publik maupun swasta. Karena itu, akan meningkatkan tekanan inflasioner. Selain itu, tingkat bunga yang rendah akan mendorong investasi-investasi yang tidak produktif dan meningkatkan spekulasi pada bursa dan pasar komoditas. Suku bunga yang rendah juga akan mendorong kegiatan investasi yang terlalu menghemat tenaga kerja sehingga akan menimbulkan pengangguran. 

Karena itu, dengan menimbulkan distorsi pada harga modal, tingkat bunga yang rendah sudah merangsang konsumsi yang bersifat inflasioner, mengurangi rasio tabungan kotor, menurunkan kualitas investasi, dan membuat kelangkaan modal. Ekuilibrium yang diidam-idamkan di mana suku bunga tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, spesialuntuklah cita-cita para teoretikus. Karena itu, berdasarkan Umer Chapra, obat terbaik bukanlah sekadar mereduksi suku bunga saja lantaran hal ini tidak akan menghilangkan ketidakpastian masa depan, mengingat adanya defisit anggaran yang tinggi di beberapa negara industri utama
Dalam sebuah perekonomian Islam yang bebas bunga, kegiatan-kegiatan ekonomi yang bersifat non-produktif menyerupai spekulasi kurang begitu berarti lantaran diharamkannya penerapan instrumen bunga dalam kegiatan perekonomian. Sehingga dalam ekonomi Islam, undangan akan dana untuk investasi ialah kepingan dari undangan transaksi total dan akan bergantung pada kondisi perekonomian dan laju laba yang dibutuhkan yang tidak ditentukan di depan. Mengingat harapan terhadap laba tidak mengalami fluktuasi harian atau mingguan menyerupai suku bunga, maka undangan agregat kebutuhan transaksi cenderung relatif lebih stabil. Sehingga kecepatan peredaran uang sanggup diperkirakan perilakunya secara lebih baik. 

Karena itu, variabel yang digunakan dalam suatu kebijakan moneter dalam sebuah perekonomian Islam yaitu cadangan uang (stock of money) daripada suku bunga. Tujuan dari kebijakan moneter Islam yaitu menjamin bahwa perluasan moneter ridak bersifat “kurang atau berlebihan”, tetapi cukup untuk sepenuhnya mengeksploitasi kapasitas perekonomian supaya sanggup mensuplai barang dan jasa bagi kesejahteraan yang berbasis luas. Laju pertumbuhan yang dituju harus bersifat berkesinambungan, realistis, serta mencakup beberapa aspek jangka menengah dan panjang, dan tidak kurang realistis dan sukar diperkirakan.3

melaluiataubersamaini tidak adanya suku bunga, uang beredar sanggup diatur oleh bank sentral berdasarkan kebutuhan sektor riil perekonomian dan samasukan-samasukan masyarakat muslim. Pertumbuhan dalam M sanggup diatur untuk merealisasikan samasukan kesejahteraan berbasis luas dengan suatu laju pertumbuhan yang optimal, tetapi realistis dalam konteks stabilitas harga. Target dalam M ini akan sanggup dicapai dengan menghasilkan pertumbuhan yang diinginkan dalam high-powered money melalui suatu kombinasi defisit fiskal dan derma mudharabah oleh bank sentral kepada lembaga-lembaga finansial.
Jadi, dengan dihapuskannya instrumen bunga dalam administrasi moneter akan mengurangi salah satu sumber utama ketidakpastian dalam perekonomian. Karena bunga yaitu akar dari ketidakpastian dan ketidakpastian yaitu sumber utama inefisiensi ekonomi dan terutama akan menyulitkan dalam melaksanakan forecasting.
Secara sederhana, laba dari administrasi moneter bebas bunga antara lain:
a. Manajemen moneter bebas bunga akan memmenolong pertumbuhan yang lebih sehat dalam uang beredar.
b. Manajemen moneter bebas bunga akan meminimalkan undangan uang untuk keperluan yang tidak esensial dan mubazir serta pembiayaan bagi proyek-proyek yang mewaspadai dan sia-sia.
c. Manajemen moneter bebas bunga akan menimbulkan peningkatan dalam fatwa pembiayaan bagi tujuan-tujuan produktif disamping distribusinya yang luas di kalangan sejumlah pelaku binis dan memperbaiki alokasi di antara banyak sekali sektor ekonomi.
d. Instabilitas yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan dalam suku bunga dan fluktuasi dalam pengeluaran agregat, akan sanggup dikurangi secara substansial.
melaluiataubersamaini demikian, administrasi moneter bebas bunga akan membuat suatu tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang akan menimbulkan suatu dimensi yang sehat dalam perekonomian dengan keterkaitan yang kuat antara sektor moneter dan riil.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian superioritas sistem moneter bebas bunga layak untuk diteliti. Untuk itu penulis akan melaksanakan penelitian secara empiris di Indonesia dan Malaysia. Indonesia dan Malaysia berdasarkan penulis bisa mewakili kegiatan perekonomian dari kedua sistem moneter, yaitu sistem moneter konvensional dan sistem moneter bebas bunga. Periode yang dipilih yaitu tahun 1980-2000 dengan alasan ketersediaan data dan rentang waktu yang cukup panjang untuk mereview efisiensi dalam sistem moneter bebas bunga. Sehingga judul yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah:

“Analisis Efisiensi Sistem Moneter Bebas Bunga:
Studi Kasus di Indonesia dan Malaysia Periode 1980-2000 dengan Menggunakan Pendekatan Kointegrasi dan Error - Correction Model”




Judul : Analisis Efisiensi Sistem Moneter Bebas Bunga: Studi Kasus di Indonesia dan Malaysia Periode 1980-2000 Menggunakan Pendekatan Kointegrasi (KE-19)



Tag : Keuangan
0 Komentar untuk "Analisis Efisiensi Sistem Moneter Bebas Bunga: Studi Kasus Di Indonesia Dan Malaysia Masa 1980-2000 Memakai Pendekatan Kointegrasi (Ke-19)"

Back To Top