Efektifitas Tehnik Relaksasi Progresif Terhadap Berkurangnya Keluhan Tak Bisa Tidur Pada Lansia Di Panti Wredha Purbo Yuwono Klampok Brebes (Kpr-6)

loading...
A. Latar Belakang
Menua ialah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaenteng untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak sanggup bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Serta adanya kerusakan sel, jaenteng dan organ tubuh akhir radikal bebas yang sanggup terbentuk dalam badan. Tubuh bahwasanya sanggup menangkal hal ini dalam bentuk enzim menyerupai superoksida dismutase, katalase, glutation peroksida dan zat penangkal menyerupai vitamin C, vitamin E, beta karoten (Constantinides, dalam Boedi & Hadi, 2004). Menurut Boedi & Hadi (2004) bencana menua akhir metabolisme tubuh sendiri, antara lain lantaran kalori yang berlebihan atau kurang aktivitas.

Lansia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap nanah dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi, asterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan mengakibatkan atau menghadapi janjkematian dengan episode terminal yang dramatik menyerupai stroke, infark miokard, koma asidosik, metastasis kanker (Boedi & Hadi (2004)
Pada lansia, kualitas pulas pada malam hari mengalami penurunan menjadi sekitar 70-80 % sedikit efektif dari usia dewasa. Hal ini juga didukung oleh pendapat Nugroho (1999) yang menyampaikan bahwa pada kelompok usia 70 tahun dijumpai 22 % kasus mengeluh terkena problem pulas dan 30 % dari kelompok tersebut banyak yang terbangun di malam hari.

Tidur ialah penggalan hidup insan yang mempunyai porsi banyak, rata-rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu dipakai untuk pulas. Tidur ialah proses yang diharapkan oleh insan untuk pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak (natural healing mechanism), memdiberi waktu organ tubuh untuk diberistirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh (Setiyo P, 2007).

Menurut Perry & Potter (2005), fisiologi pulas dimulai dari irama sirkadian yang ialah irama yang dialami individu yang terjadi selama 24 jam. Irama sirkandian mempengaruhi contoh fungsi mayor biologik dan fungsi perilaku. Naik turunnya temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah, sekresi hormon, ketajaman sensori dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkandian. Irama sirkandian mencakup siklus harian berdiri pulas yang dipengaruhi oleh sinar, temperatur dan faktor eksternal menyerupai acara sosial dan kerjaan rutin.

Salah satu fungsi pulas yang paling utama yaitu untuk memungkinkan sistem syaraf pulih setelah dipakai selama satu hari. Dalam The World Book Encyclopedia, dikatakan pulas memulihkan energi kepada tubuh, khususnya kepada otak dan sistem syaraf. Beberapa penelitian yang sebut bahwa orang Indonesia pulas rata-rata pukul 22.00 dan berdiri pukul 05.00 keesokan harinya. Penelitian di Denpasar menyampaikan 30-40% acara mereka untuk pulas. Sedang penelitian yang dilakukan di Jepang disebutkan 29% responden pulas kurang dari 6 jam, 23% merasa belum sempurnanya dalam jam pulas 6% memakai obat pulas, 21 % mempunyai prevalensi susah tidur dan 15% mempunyai kondisi mengantuk yang parah pada siang harinya. Setiap orang intinya pernah mengalami susah tidur. Sebuah survei yang dilakukan oleh National Institut of Health di Amerika sebut bahwa pada tahun 1970, total penduduk yang mengalami susah tidur 17% dari populasi, presentase penderita susah tidur lebih tinggi dialami oleh orang yang lebih tua, dimana 1 dari 4 pada usia 60 tahun mengalami susah pulas yang fokus.

Menurut Hawari (1990), susah tidur berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti pulas, jadi susah tidur berarti tidak pulas atau gangguan pulas. Gangguan dan kesusahan pulas seringkali mengganggu, baik dikala memasuki tahap pertama pulas ataupun dikala pulas berlangsung. Gangguan ini sanggup terjadi lantaran adanya permasalahan psikis maupun fisik, yang sanggup menjadikan kesusahan seseorang untuk memasuki keadaan tenang. Keadaan cemas yang berlebihan akan mengakibatkan otot-otot tidak sanggup relaks dan pikiran tidak terkendali. Gangguan pulas yang sering muncul sanggup digolongkan menjadi 4 yaitu : (1) susah tidur; gangguan masuk pulas dan mempertahankan pulas, (2) hypersomnia; gangguan mengantuk atau pulas berlebihan, (3) disfungsi kondisi pulas menyerupai somnabolisme, night teror, dan (4) gangguan irama pulas.

Insomnia ialah gangguan pulas yang paling umum terjadi pada individu dewasa, yaitu ketidakmampuan mendapat keadekuatan pulas menurut kualitas maupun kuantitas pulas (Koezier, 2004 dalam potter & perry, 2005). Menurut National Institute of Health 1995 dalam setiyo,2007 Insomnia atau gangguan susah pulas dibagi menjadi tiga yaitu susah tidur sementara (intermittent) terjadi jika tanda-tanda muncul dalam beberapa malam saja. Insomnia jangka pendek (transient) jika tanda-tanda muncul secara mendadak tidak hingga berhari-hari, lalu insmonia kronis (Chronic) tanda-tanda susah pulas yang parah dan biasanya disebabkan oleh adanya gangguan kejiwaan.
Upaya mengatasi susah tidur tergantung dari penyebab yang menjadikan susah tidur. Bila penyebabnya yaitu kebiasaan yang salah atau lingkungan yang kurang aman untuk pulas maka terapi yang dilakukan yaitu mengubah kebiasaan dan lingkungannya.

Salah satu upaya untuk mengatasi susah tidur yaitu dengan metode relaksasi. Relaksasi yaitu salah satu metode di dalam terapi sikap yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago yang menyebarkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Teknik ini disebutnya relaksasi progresif yaitu metode untuk mengurangi ketegangan otot. Jacobson beropini bahwa tiruana bentuk ketegangan termasuk ketegangan mental didasarkan pada kontraksi otot (Setiyo P, 2007).
Relaksasi yaitu salah satu metode dalam terapi sikap untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan (Goldfried dan Davidson, 1976). Teknik ini sanggup dipakai oleh pasien tanpa menolongan terapi dan mereka sanggup menggunakannya untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami sehari-hari dirumah. Menurut pandangan ilmiah relaksasi ialah perpantidakboleh serabut otot skeletal, sedangkan ketegangan ialah kontraksi terhadap perpindahan serabut otot.

Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Termasuk dalam relaksasi otot adalah: 1) Relaxation via tension-Relaxation, 2) Relaxation via Letting Go, 3) Differential Relaxation. Petes relaksasi semakin sering dilakukan lantaran dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan Jacobson dan Wolpe terbukti bahwa relaksasi secara efektif sanggup mengurangi ketegangan dan kecemasan (Prawitasari, 1988).

Di Panti Wredha Purbo Yuwono Klampok Brebes jumlah lansia pada bulan November tahun 2007 sebanyak 92 lansia. Dari jumlah tersebut didapat 52 lansia wanita (56.52%) dan 40 lansia pria (43.48%), rata-rata berumur 60-70 tahun. Sesudah peneliti melaksanakan wawancara pada petugas kesehatan yang berada di panti menyampaikan bahwa lansia yang mengeluh menyerupai : tidak bisa pulas dengan nyenyak, badannya terasa pegal-pegal seteleh berdiri pulas, susah mengpertamai pulas pada malam hari. Selama ini pihak panti senantiasa melaksanakan kegiatan bimbingan yang melibatkan lansia berupa bimbingan sosial (perorangan, kelompok maupun masyarakat), mental agama, estetika, fisik, keterampilan, bimbingan konsultatif. Selain bimbingan sosial, kegiatan rekreatif (pengisi waktu luang dan rekreasi) juga didiberikan kepada para lansia, menyerupai kegiatan menyulam yang didasarkan pada talenta dan harapan lansia namun spesialuntuk sedikit lansia yang melaksanakan kegiatan ini. Selain menyulam lansia yang masih potensial juga tetap dilibatkan dalam kegiatan sehari-hari sesuai dengan agenda santunan tugas. Pihak panti selama ini juga sudah rutin melaksanakan senam setiap pagi yaitu Senam Sehat Indonesia (SSI). Selain SSI, dan senam osteoporosis juga didiberikan kepada lansia yang dilakukan oleh para praktikan di Panti Wredha Purbo Yuwono Klampok Brebes.

Berdasarkan fenomena dan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian wacana “Efektifitas tehnik relaksasi progresif terhadap berkurangnya keluhan susah tidur pada lansia di Panti Wredha Purbo Yuwono Klampok Brebes”.

Tag : Keperawatan
0 Komentar untuk "Efektifitas Tehnik Relaksasi Progresif Terhadap Berkurangnya Keluhan Tak Bisa Tidur Pada Lansia Di Panti Wredha Purbo Yuwono Klampok Brebes (Kpr-6)"

Back To Top