Analisis Kebijakan Pangan Dalam Menangani Ketahan Pangan Di Kabupaten Wajo Sulawesi-Selatan (Pt-140)

loading...
Sulawesi selatan  sebagai salah satu daerah sektor pertanian yang cukup luas dan selama ini sangat banyak potensi sumber daya alamnya tentunya dikenal sebagai daerah yang sangat mengandalkan sektor pertaniannya dalam pembangunan dan dari sektor ini pulalah sulawesi selatan dikenal sebagai daerah pertanian selain Kalimantan-Jawa. hal inilah yang kemudian menjadikan pertimbangan pemerintah untuk selalu menjaga ketahanan pangan di Sulawesi-selatan.

Tantangan besar yang dihadapi dikala ini khususnya negara-negara sedang berkembang yaitu dilema belum sempurnanya pangan dan kerusakan lingkungan hidup. Kekurangan pangan bukan spesialuntuk dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi insan yang tidak seimbang sebagaimana teori Malthus wacana kependudukan “ Manusia untuk hidup memerlukan materi makanan, sedangkan laju pertumbuhan masakan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk”. tetapi dilema degradasi lahan dan hutan yang berdampak pada menurun dan terbatasnya produksi pangan. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalan penghasil devisa negara memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan Nasional secara keseluruhan. Salah satu manfaat yang dibutuhkan sanggup didiberikan dari proses pembangunan pertanian yaitu tersedianya kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk Sulawesi Selatan pada umumnya, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun.

Masalah utama dalam menghadapi globalisasi berkaitan dengan tantangan terbesar bagi negara  dengan lebih 200 juta jiwa yaitu perkara pangan. Sejak pembangunan ekonomi dicanangkan pertama orde gres sampai pasca orba hari ini, perkara pangan ternyata masih membayang-bayangi jadwal di sektor pertanian. dengan jumlah penduduk 205 juta kita memerlukan beras paling tidak 30 juta ton per tahun,jumlah yang luar biasa besarnya, namun bukan mustahil dipenuhi sendiri.perkuatan basis penyediaan pangan dari dalam negeri sendiri ialah kegiatan utama menegakkan kemandirian.[1]


Untuk itu menyongsong masa globalisasi provinsi sulawesi selatan yang dikenal sebagai lumbung pangan nasional sangat perlu menyebarkan potensi agribisnisnya termasuk komoditi beras. meskipun dilihat dari proporsinya persawahan Sulawesi Selatan spesialuntuk 10% dari total wilayah seluas 6.248.254 ha atau sekitar 645.381 ha namun bisa menghasilkan gabah-rata-rata sebanyak 4,6 juta ton atau sekitar 2,5 juta ton setahun. lantaran untuk kebutuhan 8.162.816 jiwa penduduknya cukup dipenuhi sekitar 1,08 juta ton beras, maka setiap tahunnya provinsi sulsel ini mengalami surplus beras sekitar 1,42 juta ton[2]

Keterpenuhan pangan di Sulawesi Selatan relatif terpenuhi mengingat produksi pangan terutama beras mencapai surplus, pada tahun 2009 surplus beras mencapai sekitar 800.000 ton. namun demikian kondisi ketahanan pangan kita akan menerima bahaya apabila pemerintah lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur ketimbang pengembangan pertanian, lantaran kecenderungan Kebijakan Politik lokal dengan melihat kecenderungan kebijakan politik pembangunan secara umum di Sulawesi Selatan, maka terdapat indikasi berpengaruh wacana minimnya perhatian pada sektor pertanian dan pangan.

 Hal yang sama juga dilihat dari sejumlah rencana proyek pembangunan, yang lebih memprioritaskan pada masukana infrastruktur yang sanggup menunjang perdagangan bebas, contohnya ekspansi bandara, pelabuhan laut, jalan lingkar, jalan tol, pembangunan hypermaket dan seterusnya. Kebijakan yang kurang lebih sama ternyata juga terjadi hampir di tiruana kabupaten/ kota di daerah ini. sementara pada sektor pertanian, kebijakan lokal wacana pertanian lebih diarahkan komoditi eksport, menyerupai coklat, vanili, kelapa sawit, karet, dan lain-lainya.

Masalah ini akan menimbulkan semakin menyempitnya lahan-lahan tumbuhan pangan yang dibutuhkan secara berkelanjutan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat lokal dan seiring  dengan bertambahnya penduduk maka kebutuhan akan pangan akan semakin meningkat akan tetapi kondisi ketahanan pangan kita tentunya akan mengalami bahaya apabila terus terjadi alih pungsi lahan pertanian ke ke non-pertanian, oleh lantaran itu untuk terus menjaga ketahanan pangan di Sulawesi-Selatan pemerintah mesti menjaga terjadinya alih fungsi lahan pertanian biar ketahanan pangan kita bisa terus mencukupi.

Saat ini pemerintah dianggap berhasil apabila membangun dan bisa menyebarkan daerahnya, namun disisi lain pembangunan juga membutuhkan lahan, begitupun pertanian juga membutuhkan lahan biar tercapainya kedaulatan pangan. pembangunan kemudian mengancam lahan-lahan produktif, baik di pedesaan maupun di perkotaan yang dijadikan mall, pabrik, dan bangunan lain , milik para investor (baik absurd maupun domestik).

 Seharusnya Pemerintah daerah lebih berpihak kepada rakyat, yaitu kepada para petani . bukan kepada para investor yang lebih mementingkan dirinya sendiri. alasan pemerintah (yang mungkin sudah dipengaruhi investor) kepada petani, bila kelak dibuka pertambangan, maka akan lebih meningkatkan pendapatan daerah dibandingkan bila lahan itu spesialuntuk dipakai sebagai lahan pertanian.

Ketahanan pangan yang kokoh ialah hal yang penting dan  perlu diwujudkan lantaran cuilan yang penting dari ketahanan nasional. Ketahanan pangan yang berpengaruh akan memperkuat ketahanan nasional dan sebaliknya. Undang-Undang No.7/1996: wacana Ketahanan Pangan adalah: Kondisi di mana terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi rumah tangga yang diukur dari ketercukupan pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga adanya jaminan atas keamanan (safety), distribusi yang merata dan kemampuan membeli. Undang-Undang No.7/1996 wacana Pangan ini sudah mengamanatkan kepada pemerintah bersama masyarakat wajib mengusahakan terwujudnya ketahanan pangan.

Di satu sisi alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali sanggup mengancam kapasitas penyediaan pangan dan bahkan dalam jangka panjang sanggup menimbulkan kerugian sosial. di sisi lain efektifitas implementasi instrumen pengendalian alih fungsi selama ini belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan penerapan lahan mulai terusik. keterusikan ini karenanya menimbulkan kompleksitas permasalahan tanggapan pertambahan jumlah penduduk, inovasi dan memanfaatkan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang tiruanla berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur bermetamorfosis multifungsi memanfaatkan.

Perubahan spesifik dari penerapan untuk pertanian ke memanfaatkan bagi nonpertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi) lahan kian waktu kian meningkat. khusus untuk Indonesia fenomena ini tentunya sanggup menhadirkan permasalahan yang fokus di kemudian hari, bila tidak diantisipasi secara fokus dari sekarang. Implikasinya alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali sanggup mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang sanggup menimbulkan kerugian sosial. Sebetulnya sejumlah perundang-undangan sudah dibentuk dan banyak sekali peraturan sudah diciptakan namun tiruananya seolah-olah mandul dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian.

Khusus untuk mengatasi perkara alih fungsi lahan, pemerintah menerbitkan Instruksi presiden No.3/1990 terkena larangan mahir fungsi lahan sawah untuk penerapan selain pertanian. Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 2009 wacana kontribusi lahan pertanian pangan berkelanjutan.

1.       Bahwa lahan pertanian pangan ialah cuilan dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.       Bahwa Indonesia sebagai negara agraris perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional;

3.       Bahwa negara menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap masyarakat negara sehingga negara berkewajiban menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;

4.       Bahwa makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri menimbulkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan sudah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;

5.       Bahwa sesuai dengan pembaruan agraria yang berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penerapan, dan memanfaatkan sumber daya agraria perlu kontribusi lahan pertanian pangan secara berkelanjutan.

Untuk menangani atau mencegah alih fungsi lahan di Kabupaten Wajo Undang-Undang dan Instruksi Presiden. Ini dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mencegah laju konversi lahan pertanian, membuat kedaulatan pangan, sekaligus melindungi hah-hak asasi petani. Pasal 3 rancangan Undang-Undang Lahan Pertanian Pangan Abadi mengungkap 9 tujuan pengelolaan lahan pertanian, yaitu :

 (a) menjamin tersedianya lahan pangan berkelanjutan, (b) mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan (c) meningkatkan kesehteraan dan pemberdayaan masyarakat (d) mencegah alih fungsi lahan pertanian pangan (e) mendorong pengalihan fungsi lahan non-pertanian pangan ke pertanian pangan serta mendorong pembukaan lahan gres pertanian pertanian pangan abadi (f) memperkuat jaenteng pengaman sosial ekonomi kerakyatan (g) memperkuat jaenteng penyediaan lapangan kerja produktif (h) mempertahankan keseimbangan ekologis (i) mempertahankan multifungsi pertanian.

Undan-Undang tersebut sudah dikeluarkan Pemerintah namun demikian Implemantasi dan penegakan peraturan-peraturan tersebut masih lemah dan oleh karenanya masalah-masalah yang sudah disebutkan diatas masih belum terselesaikan. seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menimbulkan alih fungsi lahan pertanian susah dihindari. Beberapa perkara mengatakan bila di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak usang lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Menurut Irawan[3], hal tersebut disebabkan oleh dua faktor.

Pertama, sejalan dengan pembangunan daerah perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin aman untuk pengembangan industri dan pemukiman yang karenanya mendorong meningkatnya undangan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya sanggup merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.[4] menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat,sehingga menimbulkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.

Dalam kerangka inilah penelitian ini menarikdanunik untuk dikaji lebih mendalam dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan seni administrasi yang lebih cendekia dan ramah terhadap lingkungan. Kecenderungan Kebijakan Politik Lokal melaluiataubersamaini melihat kecenderungan kebijakan politik pembangunan secara umum di Sulawesi Selatan, maka terdapat indikasi berpengaruh wacana minimnya perhatian pada sektor pertanian dan pangan. Oleh lantaran itu sebagai salah satu daerah pertanian Kabupaten Wajo harus memperhatikan dan menjaga lahan pertanian biar ketahanan pangan kita bisa jaga.

Hal yang sama pun terjadi di Kabupaten wajo juga ialah daerah pertanian memiliki peranan yang besar terhadap ketahan pangan oleh lantaran itu pemerintah mesti menjaga biar tidak terjadi alih fungsi lahan. lantaran apabila terjadi alih fungsi lahan dan tidak segera diatasi  maka pasokan pangan dari Kabupaten Wajo tentu akan semakin berkurang hal ini akan membawa dampak terhadap ketahanan pangan Nasional. Berdasarkan paradigma tersebut, maka perlunya kebijakan kebijakan pemerintah dalam mengatasi bahaya ketahanan pangan di Sulawesi Selatan.

Dari pemaparan diatas maka, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian wacana “Analisis Kebijakan Pangan Dalam Menangani Ketahanan Pangan Di Kabupaten Wajo, Sulawesi-Selatan”


Judul : Analisis Kebijakan Pangan Dalam Menangani Ketahan Pangan Di Kabupaten Wajo Sulawesi-Selatan (PT-140))




0 Komentar untuk "Analisis Kebijakan Pangan Dalam Menangani Ketahan Pangan Di Kabupaten Wajo Sulawesi-Selatan (Pt-140)"

Back To Top