Novela Kusamnya Langit Dini Hari Karya Mayon Soetrisno Dan Realitas Sosial Dalam Tinjauan Gender (So-4)

loading...
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, insan tidak pernah lepas dari fenomena-fenomena sosial. Fenomena-fenomena sosial itu banyak macamnya, mulai dari masalah politik, kriminalitas, gender, hukum, kemiskinan, dan lain sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia, fenomena sosial yang terkait dengan masalah gender sangat kompleks dan banyak macamnya. Terutama bagi kaum wanita yang lebih sering menjadi objek dalam permasalahan gender.


Sosok wanita sering kali dianggap sebagai the other sex atau the second sex yang mana keberadaannya sering kali tidak diperhitungkan. Posisi kaum wanita dalam keluarga dan masyarakat tidak lebih spesialuntuk sebagai konco wingking-nya laki-laki, artinya, kiprah sosialnya spesialuntuklah sekadar pelayan bagi seorang suami, seorang istri spesialuntuk bertugas menghidangkan masakan bagi sang suami, mengandung dan melahirkan anaknya, dan bahkan tidak jarang istri tidak mengetahui banyak hal wacana suaminya. Perempuan juga spesialuntuk ibu bagi anak-anaknya, tugasnya melahirkan, menyusui dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan bahan anak, tanpa ada bekal pengetahuan sedikitpun wacana pengasuhan dan pendidikan anak.

Perempuan sering kali berada dalam kondisi yang terpuruk dan mengenaskan. Banyak kaum wanita yang tidak pernah mencicipi pendidikan formal. Pendidikan nonformal dari pihak keluarga dan lingkungan spesialuntuk sekadar pembekalan untuk mengatur urusan dapur dan rumah tangga saja.


Interaksi sosial bagi kaum wanita dengan masyarakat luas hampir menjadi suatu hal yang mustahil, sebab wanita terpenjara di antara dinding-dinding rumah. Keadaan yang ironis tersebut memasung kebebasan kaum perempuan, baik kebebasan berkehendak, berpikir dan berbuat yang semestinya menjadi hak asasi setiap insan. Perempuan terkekang dan tunduk di bawah kekuasaan kaum laki-laki.

Melalui konstruksi sosial dan budaya dalam masyarakat, kaum wanita menjadi semakin tertindas. Adanya konstruksi sosial dan budaya tersebut, muncul adanya proteksi kiprah dalam masyarakat antara pria dan perempuan. Adanya perbedaan peranan tersebut sering kali membawa masalah terutama bagi kaum perempuan.. Perbedaan kiprah itu tampak pada tugas-tugas harian antara pria dan wanita yang tampak pada pemilahan akan kiprah kerumahtanggaan (mencuci, memasak dan melayani suami) untuk perempuan, dan pencarian nafkah untuk laki-laki. Sehingga gender menjadi bias. Masalah gender sudah mengalami bias yang susah untuk dipecahkan.

Sebenarnya perbedaan gender tidak menjadi masalah selama tidak memunculkan ketidakadilan gender. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu perbedaan gender sudah membawa pada bentuk ketidakadilan gender.

Karena itulah gender dipermasalahkan sehingga membawa akhir pada diskriminasi dan ketidakadilan.
Banyak kasus-kasus yang muncul dalam masyarakat terkait dengan permasalahan gender. Pelecehan seksual, beban kerja ganda, pemerkosaan, kekerasaan fisik maupun sikologis atau kejiwaan dan lain sebagainya. Dalam hal pendidikan misalnya, wanita pernah mengalami pendiskriminasian, terutama pada masa pemerintah kolonial Belanda. Perempuan dianggap sebagai sosok yang tidak pantas untuk menerima pendidikan untuk itu pendidikan wanita diabaikan. Dalam masalah aturan wanita seringkali menerima pendiskriminasian pula. Banyak sekali kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang korbannya kebanyakan yaitu perempuan, tidak menerima penanganan dari hukum. Dalam bidang ekonomi, wanita juga sering menerima pendiskriminasian menyerupai tidak diperhitungkannya kerja domestik wanita dalam statistik perekonomian negara. Dan masih banyak lagi.

Fenomena-fenomena yang ada di dalam masyarakat tidak semata-mata muncul dalam kehidupan kasatmata manusia. Namun dalam hal lainpun ternyata fenomena-fenomena sosial itu juga nampak, menyerupai dalam sastra.

Fenomena sosial dalam masyarakat yang terkait dengan masalah gender, berbagai muncul dalam dunia sastra. Hal tersebut sanggup dibuktikan dengan banyaknya karya sastra yang tokohnya yaitu wanita yang ditindas oleh laki-laki. Misalnya tampak antara lain pada novel Gadis Pantai karya Pramudya Ananta Toer, Pengakuan Pariyem karya Linus Suriadi A.G., dan dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

Dalam novel-novel tersebut tergambar posisi wanita yang subordinat. Perempuan selalu bergantung pada apa kata pria sekalipun banyak hal dari perkataan dan tindakan pria tidak sesuai dengan kata hatinya. Kata-kata pria seolah tak terbantahkan. Perempuan harus bersikap pasrah dan nrimo.

Dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk misalnya, digambarkan seorang ronggeng yang secara terang-terangan menjadi korban kekuasaan pria dan budaya masyarakat. Di dalamnya menceritakan terkena kehidupan seorang ronggeng berjulukan Srintil. Sebagai ronggeng, Srintil kerap kali mengalami tindak asusila dari para pria yang menginginkan menari bersamanya. Untuk menjadi seorang ronggeng, Srintil dipaksa menjual keperawanannya. Tatkala Srintil menginginkan berhenti dari melayani lak-laki yang menghendaki dirinya, Srintil harus terlebih lampau mendapatkan cemooh dari pengasuhnya.

Budaya masyarakat di mana Srintil tinggal, sudah tetapkan bahwa sarat sah seorang ronggeng yaitu harus menyerahkan keperawanan meskipun tanpa kerelaan dari pemilik. Seorang ronggeng harus bersedia melayani laki- laki yang menginginkan dirinya. Sebagai perempuan, Srintil seperti pantas menjadi objek nafsu laki-laki. Konstruksi sosial budaya masyarakat sudah menyebabkan Srintil sebagai wanita teraniaya dan terpinggirkan. Bahkan dirinya tidak pernah mencicipi kehidupan anggun menyerupai yang diinginkannya, yaitu hidup sebagai istri dengan mempunyai suami yang mengasihi dan seorang anak yang dicintai.

Banyak sekali sastra Indonesia, khususnya dalam novel atau yang sejenisnya (baca: novela) yang menceritakan terkena permasalahan gender. Diungkapkan oleh Lilis, bahwa tema-tema seputar rumah tangga dan persoalan-persoalan yang mengiringinya menyerupai cinta, perselingkuhan, penganiayaan, pelecehan seksual dan sejenisnya, banyak dialami oleh kaum wanita (Lilis, 2005).

Tema-tema seputar kehidupan rumah tangga, cinta, kekerasan, penganiayaan, dan pelecehan seksual memang bukan hal yang guah. Di dalam dunia telenovela dan sinetron, tema-tema menyerupai itu kerap ditemukan. Biasanya tema-tema tersebut disajikan dengan konflik-konflik keras, penuh pertengkaran, dan air mata (Lilis, 2005).

Novela Kusamnya Langit Dini Hari memerlukan sebuah kajian yang lebih mendalam. Secara lebih mendalam, diharapkan suatu kajian yang sanggup mengungkap dan menganalisis teka-teksnya. Apakah di dalamnya mengandung permasalahan bias gender atau idak. Apakah novela ini menggambarkan sebuah realitas sosial yang terkait dengan permasalahan gender?


Tag : Sosiologi
0 Komentar untuk "Novela Kusamnya Langit Dini Hari Karya Mayon Soetrisno Dan Realitas Sosial Dalam Tinjauan Gender (So-4)"

Back To Top