Peranan Dinas Cowok Dan Olahraga Dalam Pelatihan Atlet (Ipm-13)

loading...


Otonomi Daerah sebagai implementasi pemberlakuan UU No.12 tahun 2008 ihwal Pemerintahan Daerah (sebagai revisi dari UU No.32/2004) sudah membawa banyak perubahan khususnya dalam paradigma pengelolaan daerah. Salah satu perubahan itu ialah pemdiberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan beberapa bidang pemerintahan. sepertiyang dikemukakan (Hoessein, 2001) :
“Otonomi tempat ialah wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas berdasarkan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. melaluiataubersamaini demikian desentralisasi bahwasanya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan banyak sekali duduk kasus dan pemdiberian layanan yang bersifat lokalitas demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Desentralisasi sanggup pula disebut otonomisasi, otonomi tempat didiberikan kepada masyarakat dan bukan kepada tempat atau pemerintah daerah”.
Pada dasarnya tujuan utama dari pelaksanaan kebijakan otonomi daerah  adalah membebaskan pemerintah pusat dari segala tugas-tugas pemerintahan yang membebani dan dinilai tidak perlu alasannya ialah lebih efektif bila ditangani oleh pemerintah daerah. melaluiataubersamaini demikian pusat lebih banyak waktunya untuk mengamati dan merespon setiap perkembangan yang terjadi di dunia global untuk dijadikan pertimbangan dari setiap kebijakan yang akan diambil.
Jika ditinjau dar aspek sosial, terdapat ragam maslah yang kemudian sering terabaikan dari kacamata kebijakan pemerintah tempat menyerupai kurangnya upaya yang fokus untuk mengurangi efek sosial yang mengungkung masyarakat dalam kondisi kemiskinan struktural apalagi bila lebih diperparah dengan kurangnya saluran masyarakat untuk memeperoleh pengetahuan dan keterampian serta warta yang dipakai untuk kemjuan masyarakat ditambah dengan kurangnya berkembangnya kelembagaan masyarakat dan organisasi sosial yang ialah masukana untuk melaksanakan interaksi serta memperkuat ketahanan dan tunjangan bagi masyarakat.

Melihat kondisi tersebut, menjadi tanggung tanggapan pemerintah tempat untuk senantiasa mendorong dan mengoptimalkan potensi-potensi dalam masyarakat dalam wilayah otoritasnya biar pembangunan tempat sanggup berhasil dengan baik baik dalam aspek pembangunan ekonomi sosial maupun politik. Dalam serius penelitian kali ini, peneliti akan lebih menitikberatkan pada pembangunan sosial sebagai salah satu serius pembangunan tempat dengan mengangkat bidang oahraga sebagai potensi masyarakat yang harus menerima perhatian mendalam dari pemerintah daerah.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 2005 ihwal sistem keolahragaan nasional menandakan bahwa olahraga ialah bab dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehiduan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang terang dalam sistem aturan nasional.
Permasalahan keolahragaan baik tingkat nasional maupun tempat semakin kompleks dan berkaitan dengan dinamika sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dan bangsa serta tutuntutan perubahan global sehingga sudah saatnya pemerintah memperhatikan secara menyeluruh dengan memperhatikan tiruana aspek terkait, adaptif terhadap perkembangan oahraga dan masyarakat, sekaligus sebagai instrumen aturan yang bisa mendukung training dan pengembangan keolahragaan nasional dan tempat pada masa sekarang dan masa yang akan hadir.
Dalam undang-undang tersebut, memperhatikan asa desentralisasi, otonomi dan kiprah serta masyarakat, keprofesionalan,kemitraan, transparansi dan akuntabilitas. Sistem pengelolaan, training dan pengembangan keolahragaan nasional diatur dalam semangat otonomi tempat guna mewujdkan kemampuan tempat dan masyarakat yang mapan secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri menyebarkan aktivitas keolahragaan. Penanganan keolahragaan ini tidak sanggup lagi ditangani secara sekadarnya tetapi harus ditagani secara profesional. Penggalangan sumber daya untuk training dan pengembangan keolahragaan dilakukan melalui pembentukan dan pengembangan hubungan kerja para pihak terkait secara harmonis, terbuka, timbal balik, sinergis dan saling menguntungkan. Prinsip  transparansi dan akuntabilitas diarahkan untuk mendorong ketersediaan  informasi yang sanggup diakses sehingga mempersembahkan peluang bagi tiruana pihak untuk berperan serta dalam aktivitas keolahragaan, memungkinkan tiruana pihak untuk melaksanakan kewajibannya secara optimal dan kepastian untuk memperoleh haknya, serta memungkinkan  berjalannya prosedur kontrol untuk menghindari belum sempurnanya dan penyimpangan sehingga tujuan dan samasukan keolahragaan nasional bisa tercapai.
Sekali lagi digambarkan dalam UU tersebut bahwa sistem keolahragaan nasional ialah keseluruhan subsistem keolahragaan yang saling terkait secara terencana, teradu dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan keolahragaan nasional. Subsistem yang dimaksud antara lain, pelaku olahraga, organisasi olahraga, dana olahraga, masukana dan pramasukana olahraga, kiprah serta masyarakat, dan penunjang keolahragaan termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, warta dan industri olahraga nasional yang keuntungannya sanggup dirasakan oleh tiruana pihak. Seluruh subsistem keolahragaan nasioanl diatur dengan memperhatikan keterkaitan dengan bidang-bidang lain serta upaya-upaya yang sistematis dan berkelanjutan guna menghadapi tantangan subsistem antara lain, melalui peningkatan koordinasi antar lambaga yang menangani keolahragaan, pemberdayaan organisasi keolahragaan, pemberdayaan sumber daya insan keolahragaan, pengembangan masukana dan pramasukana, peningatan sumber dan pengelolaan pendanaan serta penataan sistem training olahraga secara menyeluruh.
sepertiyang wilayah-wilayah lain yang ada dalam ruang kedaulatan NKRI, Kabupaten Sidrap sendiri memiliki tanggung tanggapan yang serupa untuk melaksanakan pembangunan masyarakat yang sesuai dengan konteks pengembangan daerah. Dalam konteks keolahragaan, Kabupaten Sidrap ialah tempat dengan potensi keolahragaan yang cukup menjanjikan dalam prospek pembangunan sosial dengan berorientasi pada produktifitas masyarakat yang tentu saja membutuhkan stimulus bagi peningkatan pengelolaan sumberdaya lokal secara optimal berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan mengingat perkembangan pembangunan dalam bidang keolahragaan ini masih cukup baik dan lebih banyak didominasi dalam menyerap potensi-potensi masyarakat bila terdapat saling menolong antara stakeholder di tempat untuk mengembangkannya. Selain itu bidang ini sanggup menampung dan mempersembahkan ruang-ruang kreativitas sebagai wadah aktualisas angkatan muda untuk sanggup diarahkan kearah pembangunan sosial yang positf mengingat sebuah ungkapan usang yang menyampaikan bahwa ”dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat”, hal ini kemudian sanggup mengurangi tingkat patologi masyarakat yang kemudian bila ini diterapkan di Kabupaten Sidrap sebagai sebuah kota yang bisa menyebarkan potensi masyarakatnya.
Namun dalam pengamatan penulis terkait hal ini, upaya pemerintah tempat masih kurang efektif dan efisien sehingga kemudian keberdayaan masyarakat terutama di bidang keolahragaan masih terbatas pada minat dan talenta yang belum terwadahi, saluran terhadap sumber daya dalam peningkatan produktivitas masyarakatnya disamping itu ketersediaan masukana dan pramasukana menjadi duduk kasus utama dalam merealisasikan hal diatas.
Bertolak dari latar diatas kemudian impian penulis untuk mengelaborasi lebih jauh terkena pemberdayaan masyarakat terutama dalam pengembangan potensi keolahragaan. melaluiataubersamaini mengangkat judul penelitian Peranan Dinas Pemuda dan Olahraga Dalam Pembinaan Atlit Di Kabupaten Sidrap”.

0 Komentar untuk "Peranan Dinas Cowok Dan Olahraga Dalam Pelatihan Atlet (Ipm-13)"

Back To Top