loading...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra yaitu lisan kehidupan insan yang tidak lepas dari akar masyarakatnya. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah delusi atau imajinasi dari kenyataan. Sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekedar copy kenyataan melainkan kenyataan yang sudah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan berupa jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis.
Sastra juga ialah sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang ialah satu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau ialah klarifikasi suatu sejarah dialektika yang dikembangkan dalam karya sastra. Oleh lantaran itu, baik aspek bentuk maupun isi karya sastra akan terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu. Dalam hal ini, teks sastra menjadi saksi zaman. Sekalipun aspek imajinasi dan manipulasi tetap ada dalam sastra, aspek sosialpun juga tidak bisa diabaikan. Aspek-aspek kehidupan sosial akan memantul penuh ke dalam karya sastra. Oleh alasannya yaitu itu, setiap karya sastra itu mencerminkan masyarakat dan zamannya.
Dalam pandangan Lowenthal (dalam Endraswara 2003:88) sastra sebagai cermin nilai dan perasaan yang akan merujuk pada tingkatan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang tidak sama dan juga cara individu menyosialisasikan
diri melalui struktur sosial. Perubahan dan cara individu bersosialisasi biasanya akan menjadi sorotan pengarang yang tercermin lewat teks. Cermin tersebut berdasarkan Stendal sanggup berupa pantulan pribadi segala aktifitas kehidupan sosial. Maksudnya, pengarang secara konkret memantulkan keadaan masyarakat lewat karya sastranya, tanpa terlalu banyak diimajinasikan.
Karya sastra yang cenderung memantulkan keadaan masyarakat, mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini, bekerjsama pengarang ingin berupaya untuk mendokumentasikan zaman dan sekaligus sebagai alat komunikasi antara pengarang dan pembacanya. Oleh lantaran masyarakat cenderung dinamis, karya sastra juga akan mencerminkan hal yang sama. Sebuah karya sastra tidak spesialuntuk mencerminkan fenomena individual secara tertutup tetapi lebih ialah sebuah “proses yang hidup”. Sastra tidak mencerminkan realitas ibarat fotografi, tetapi lebih sebagai bentuk khusus yang mencerminkan realitas.
Adanya realitas sosial dan lingkungan yang berada di sekitar pengarang menjadi materi dalam membuat karya sastra sehingga karya sastra yang dihasilkan mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan pengarang maupun dengan masyarakat yang ada di sekitar pengarang. Karya sastra yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu novel.
Novel bisa menceritakan banyak sekali permasalahan atau duduk kasus kehidupan yang lebih kompleks dibandingkan dengan karya sastra yang lain ibarat puisi, cerpen, novelet dan lain-lain. Sebagai sebuah hasil karya sastra, novel sanggup dipandang sebagai potret atau cerminan suatu masyarakat. Dimana
dalam karya tersebut diungkapakan pula sebuah realitas yang terjadi di masyarakat, khususnya terkena perkawinan campur.
Pada masa sekarang, perkawinan campur menjadi gaya hidup tersendiri yang terjadi dikalangan masyarakat, bahkan sudah merambah ke seluruh pelosok tanah air dan kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan dan transportasi sudah menggugurkan pendapat bahwa kawin campur yaitu perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia.
Masyarakat awam belum mengetahui bahwa perkawinan campur terjadi di seluruh lapisan masyarakat. Mereka mengetahui perkawinan campur spesialuntuk terjadi dikalangan selebritis melalui media masa baik surat kabar, majalah maupun televisi dan radio. Kita sering mendapatkan diberita janji nikah artis dengan pasangan mereka yaitu orang asing, orang yang tidak sama kebangsaan dan kewargguagaraannya. Di antara janji nikah tersebut ada yang bertahan usang dan ada juga yang berakhir dengan perceraian. Hal inilah yang ingin diungkapkan Fira Basuki dalam novelnya yang berjudul Rojak.
Fira Basuki yaitu salah seorang pengarang yang kritis terhadap apa yang terjadi di masyarakat. Rojak ialah karya kelima setelah trilogi (Jendela- Jendela, Atap, Pintu) yang terbit bersamaan dengan sebuah karya intermezzo-nya, Ms. B: Panggil Aku B. Pengarang yang lahir di Surabaya pada tanggal 7 Juni 1972 ini yaitu salah satu pengarang muda yang produktif membuat novel dengan melihat apa yang terjadi di sekitarnya.
Fira berasal dari keluarga kejawen yang berasal dari keturunan Sunan
Kalijaga dan keturunan Paku Alam Yogyakarta. Ia dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang banyak mempunyai pengalaman batin dan pengalaman hidup yang berguaka ragam. Ia berkeluarga dengan seorang laki-laki berjulukan Palden Tenzing Galang dan mempunyai seorang putri berjulukan Syaza Calibria Galang. Fira pernah tinggal di Singapura selama enam tahun. Di Singapura ia mempelajari budaya dan seluk- beluk peranakan, lantaran di sana banyak peranakan. Ia menerima wangsit untuk membuat novel Rojak dari kawannya orang Singapura China, pada dikala ia makan rojak (rujak). Di Singapura ada bermacam-macam rujak ibarat model Melayu dan India. Hal ini tak ubahnya ibarat orang Singapura yang beragam. Dari wangsit ini, ditambah pengetahuannya wacana Singapura dan penduduknya terciptalah novel Rojak.
Melalui novel Rojak, Fira Basuki mengungkapkan kehidupan pasangan kawinn campur. Lewat karyanya ini juga, Fira bisa menceritakan secara terang bagaimana konflik-konflik yang muncul akhir perkawinan campur.
Beberapa penelitian terlampau yang relevan dengan penelitian ini dan sanggup dijadikan sebagai kajian pustaka antara lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Chatarina (2002), Ngabiyanto, Sunarto dan Suhadi (2004).
Chatarina (2002) mereview Usaha-Usaha Pembauran Budaya Antar Etnis Melalui Fakta Cerita Dalam Novel Ca Bau Kan Karya Remi Sylado. Dalam penelitian ini dikemukakan terkena faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya pembauran antaretnis, yaitu: 1) Faktor Cinta, yakni berperan untuk menyatukan dua etnis yang tidak sama tetapi dengan cinta yang tulus, kebahagiaan sanggup dicapai.
2) Faktor Kebudayaan, yakni masukana untuk menyatukan kedua etnis yang tidak sama.
3) Faktor Bahasa, yakni masukana untuk berkomunikasi antara masyarakat Pribumi
dengan Tionghoa. 4) Faktor Persamaan Ideologi, yakni sanggup terjadi apabila ia etnis yang tidak sama mempunyai persamaan ideologi.
Ngabiyanto, Sunarto dan Suhadi (2004) mereview Pembauran Etnis Tionghoa dengan Etnis Jawa di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa model-model pembauran yang cukup efektif antara etnis Tionghoa dan Etnis Jawa yaitu melalui kesenian, olah raga, pelayanan kesehatan, perkampungan, pekerjaan dan pendidikan. Dalam kaitannya dengan perkawinan, hasil penelitian mengatakan bahwa etnis Tionghoa sudah sanggup mendapatkan etnis Jawa menjadi bab keluarganya, bahkan yang mempunyai hubungan darah. Sebagian besar responden sanggup mendapatkan apabila ia mempunyai istri/suami etnis Jawa. Cucu, anak, dan diri sendiri ialah garis penting dalam keluarga lantaran mempunyai hubungan darah yang dekat. melaluiataubersamaini demikian, dilihat dari perkawinan ini, pembauran etnis Tionghoa dan etnis Jawa berkecenderungan berlangsung secara baik.
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, pada masa kini ini perkawinan campur banyak terjadi di tiruana kalangan masyarakat, baik itu kalangan atas maupun menengah. Banyak orang yang ingin mengetahui lika-liku janji nikah pasangan beda bangsa. Pasangan yang berasal dari satu bangsa saja punya banyak keunikan dan bermacam-macam kasus apalagi beda bangsa. Penulis tertarik ingin mengetahui bagaimana pasangan kawin campur menjalankan janji nikah dan masalah-masalah apa saja yang timbul akhir janji nikah tersebut
Berangkat dari inilah, penulis ingin mengungkapkan citra kehidupan dalam perkawinan campur yang terdapat dalam novel Rojak karya Fira Basuki.
Penulis menentukan novel Rojak karya Fira Basuki, lantaran dalam novelnya, pengarang begitu terang dan menarikdanunik menggambarkan kehidupan di dalam perkawinan campur. Pengarang benar-benar mengungkapkan sebuah realitas sosial yang terjadi di masyarakat yang dituang dan dikemas secara menarikdanunik dalam novelnya yang berjudul Rojak. Oleh lantaran itu, dalam skripsi ini, penulis mengambil judul Perkawinan Campur Dalam Novel Rojak Karya Fira Basuki.
0 Komentar untuk "Perkawinan Campur Dalam Novel Rojak Karya Fira Basuki (Pbi-7)"