loading...
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesatnya perkembangan industri susu segar dalam negeri selama periode 1979-1996 tidak terlepas dari aneka macam kebijaksanaan yang kondusif. Pada tahun 1983 pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi. Dalam SKB tersebut Industri Pengolah Susu diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk materi baku industrinya. Proporsi absorpsi susu segar dalam negeri diputuskan dalam bentuk rasio susu, yaitu perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan dalam bentuk bukti serap.
Angka perbandingan atau rasio impor susu sebesar 1,0 banding 1,7 (1,0:1,7). melaluiataubersamaini rasio 1,0:1,7 artinya untuk setiap absorpsi satu belahan susu segar dari dalam negeri (koperasi) maka Industri Pengolahan Susu (IPS) boleh mengimpor 1,7 belahan dari luar negeri (suara pembaruan online.com). melaluiataubersamaini demikian, IPS diharapkan membeli susu dari koperasi lebih banyak lagi, sehingga peternak yang tergabung dalam koperasi juga bisa meningkatkan produksinya.
Pada pertama pengembangan susu sapi perah diatur dalam INPRES No. 1/1985 yaitu terkena pengembangan persusuan dilakukan untuk membangun dan membina perjuangan persusuan supaya bisa meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan harga terjangkau oleh masyarakat sekaligus untuk mengurangi impor susu serta meningkatkan kesejahteraan petani ternak sapi perah pada khususnya dan meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya. Pada tahap pertama pengembangan susu sapi perah ini dikembangkan sistem kemitraan, yaitu antara peternak, Koperasi Unit Desa (KUD) dan Industri Pengolahan Susu (IPS). Dalam kemitraan ini terjadi kebijakan kepastian pasar dan harga, yaitu adanya kewajiban industri pengolah susu untuk menyerap susu sapi perah domestik. Dalam kemitraan ini tentu terdapat ajaran input maupun output agribisnis yang disertai nilai tambah dari masing-masing pelaku agribisnis tersebut.
Liberalisasi perdagangan memungkinkan IPS mengimpor seluruh kebutuhan materi baku susu. Liberalisasi perdagangan susu bergotong-royong sanggup dipandang sebagai penyebab perubahan sosial yang berpengaruh dan sangat cepat sekali, sehingga menjadikan disfungsi dan disorganisasi dari organisasi agribisnis itu sendiri. Dalam kemitraan agribisnis susu sapi perah terlibat tiga pelaku agribisnis utama, yaitu peternak, KUD dan IPS.
Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 1 sebut “Perekonomian disusun sebagai perjuangan bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Koperasi ini diharapkan menjadi referensi kehidupan peternakan dalam melaksanakan aktivitas ekonomi dan benar – benar sanggup berperan dalam pembudidayaan ternak khususnya sapi perah. Tujuan dari koperasi ialah mensejahterakan anggotanya sehingga untuk mencapai tuuan tersebut maka koperasi ketika ini tidak spesialuntuk melaksanakan aktivitas sosial dalam pembudidayaan ternak sapi perah tetapi juga aktivitas ekonomi atau profit orriented.
Pada tahun 2004, pamasukan susu di Jawa Timur mengalami goncangan yang cukup jago dikarenakan adanya pembatasan kuota susu sebesar 510 ton/hari yang dikeluarkan oleh PT. Nestle. Kebijakan ini terperinci sangat merugikan peternak alasannya ialah 95% produksi susu di Jawa Timur diserap oleh PT. Nestle sedangkan peternak tidak bisa menjual produksi susunya ke IPS lain misalkan di Jawa Barat atau Jawa Tengah. Menurut Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Timur pada ketika itu terjadi kelebihan 10-25 ton susu/hari sehingga untuk mengatasi hal ini pada tahun tersebut didirikan pabrik susu sendiri yang didirikan oleh peternak susu dan dipayungi oleh induk koperasi Sekar Tanjung yang dididirikan oleh enam koperasi primer dimana salah satunya ialah Koperasi Sinau Andandani Ekonomi (Koperasi ”SAE”). Pendirian pabrik susu tersebut bertujuan untuk menampung kelebihan susu dan direncanakan sanggup menyerap 30 ton susu/ hari sehingga tidak ada kelebihan susu akhir pembatasan kuota oleh PT. Nestle.
Tahun 2006, peternak sapi dan GKSI mengharap supaya subsidi impor dicabut dan dialihkan ke harga dan perbaikan tata niaga. Keberadaan IPS antara lain Nestle, Greenfield, Indomilk dan pabrik susu Sekar Tanjung menyatakan bersedia untuk memfasilitasi aneka macam alternatif solusi dalam permasalahan produksi dan produktivitas guna mensiasati selisih antara supply and demand yang tengah berlangsung.
Pihak Nestle secara kuantitatif menyatakan belum sempurnanya persediaan susu per harinya mencapai 125 ribu liter dari 140 ribu liter/hari yang dibutuhkan. Sementara untuk pihak Greenfield dari 30000 liter/hari yang dibutuhkan masih belum sempurnanya sebesar 20000 liter/hari. Diharapkan selisih tersebut akan segera terselesaikan dengan aneka macam tantangan ke depan di antaranya pengurangan kuota impor dari 75% menjadi 60% yang sisanya ditutup dari produksi lokal serta kampanye budaya minum susu di masyarakat untuk memenuhi standar norma gizi yang mencapai 12,324 kg/kapita/hari dari konsumsi konkret ketika ini yang mencapai 6,5 kg/kapita/hari (www.brawijaya.ac.id)
Total Quality Management (TQM) ialah suatu sistem yang menitikberatkan pada perbaikan secara terus menerus dalam lingkungan organisasi dalam perjuangan membuat kepuasan pelanggan dan pelaksanaanya melibatkan tiruana fungsi perusahaan. TQM ialah cara terbaik supaya sanggup bersaing dan unggul dalam persaingan global yaitu dengan cara meningkatkan mutu. Untuk menghasilkan mutu yang terbaik diharapkan upaya perbaikan kesinambungan terhadap kemampuan pekerja atau karyawan, peternak sapi perah, berorientasi kepada proses dan lingkungan, menghilangkan pemborosan, mencegah kerusakan dan pemecahan duduk kasus di seluruh ruang lingkup organisasi.
Hal ini dikarenakan ajakan akan susu segar untuk industri pengolahan susu semakin besar. Susu yang dihasilkan oleh peternakan rakyat ditampung oleh koperasi persusuan dan disetor ke IPS yang sudah menjalin kerjasama dengan koperasi tersebut. Standar kualitas susu ketika ini semakin tinggi sehingga peternak dituntut untuk meningkatkan kualitas susu, alasannya ialah bisa saja IPS mengimpor materi baku yaitu susu segar yang memiliki keunggulan akan mutu dan harganya lebih murah. Disinilah peranan TQM pada koperasi alasannya ialah dengan TQM tujuan koperasi untuk mensejahterakan angota dan karyawan sanggup terpenuhi. Berpijak dari pentingnya penerapan konsep TQM dalam pencapaian tujuan koperasi maka perlu dilakukan penelitian tentang penerapan konsep TQM terhadap kinerja koperasi dengan memakai pengukuran tingkat profit koperasi, pangsa pasar dan volume susu yang disetorkan ke IPS.
Penelitian dilakukan pada Koperasi Sinau Andandani Ekonomi (Koperasi ”SAE”) yang ialah salah satu koperasi besar yang menghasilkan produksi susu lebih dari 20 ton sehari. Koperasi ”SAE” terletak di wilayah Pujon Kabupaten Batu, Malang. Wilayah Pujon ialah wilayah yang potensial bagi peternak sapi perah alasannya ialah lingkungan yang mendukung untuk beternak sapi perah. Penerapan TQM pada koperasi ini perlu dilakukan untuk mencapai tujuan koperasi yaitu untuk mensejahterakan anggota dan karyawan sehingga produktivitas baik peternak dan karyawan akan meningkat dan terjadi peningkatan profit pada koperasi.
Tag :
Pertanian
0 Komentar untuk "Analisa Total Quality Management Dan Kinerja Koperasi Persusuan (Studi Kasus Di Koperasi “Sae” Kec…. Kab. …(Prt-80)"