Pemberian Nafkah Bagi Mantan Isteri Berdasarkan Aturan Islam (Studi Atas Anutan Asghar Ali Engineer) (Ai-30)

loading...
BAB I
PENDAHULUAN

Perkawinan sangatlah penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun  kelompok. melaluiataubersamaini jalan perkawinan yang sah, pergaulan pria dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan, insan sebagai makhluk  yang berkehormatan, pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tentram dan penuh rasa kasih akung antara suami dan isteri. 

Dalam korelasi perkawinan banyak mengakibatkan banyak sekali konsekwensi sebagai imbas adanya perikatan (Aqad) gres yang terjalin, antara lain terjalinnya ikatan kekeluargaan di antara keduanya, di samping itu korelasi perkawinan juga membuahkan adanya hak-hak gres yang sebelumnya tidak ada, kewajiban-kewajiban gres antara pihak yang satu terhadap yang lainnya, di antara kewajiban–kewajiban itu, termasuk kewajiban suami untuk mempersembahkan nafkah kepada isterinya. 

Jika seorang isteri sudah menyerahkan dirinya kepada suaminya dan suami itu sudah bersenang-senang kepadanya, sedangkan suami isteri tersebut termasuk orang yang ahlu al-istimta>’  dalam perkawinan yang sah maka wajib kepada suami untuk mempersembahkan nafkah dan diserahkan dengan sepantasnya, dan hal ini sesuai dengan hadis Nabi Saw: 

 فاتّقوا الله في النساء فإنّكم أخذ تموهنّ بأمانة الله واستحللتم فروجهنّ بكلمة الله ولكم عليهنّ إلا يوطئن فراشكم أحدا تكرهونه فإنّ فعلن ذلك فاضربوهنّ ضربا غير مبرح ولهنّ عليكم رزقهنّ وكسوتهنّ بالمعروف

Apabila seorang isteri taat kepada suaminya maka wajib bagi suami mempersembahkan nafkah, sedangkan kalau suami tidak mempersembahkannya hingga lewat suatu masa maka nafkah tersebut menjadi derma suami (nafkah qada>’) lantaran tanggungannya, dan tidaklah gugur derma tersebut dengan melewati suatu masa.
 

Ibnu Hazm ibarat dikutip oleh as-Sayyid Sabiq berkata: “suami berhak menafkahi isterinya semenjak terjalinnya ijab kabul baik suami mengajak hidup serumah atau tidak, baik isteri masih di buaian atau isteri berbuat nusyuz atau tidak, kaya atau fakir, masih punya orang renta atau yatim piatu, gadis atau janda, merdeka atau budak, tiruana itu diadaptasi dengan keadaan dan kesanggupan suami”. 

Tanggung tanggapan suami, tidak spesialuntuk ketika seorang perempuan itu masih menjadi isterinya yang sah, akan tetapi kewajiban untuk mempersembahkan nafkah juga pada dikala perceraian, lantaran pada hakekatnya ucapan cerai itu gres berlaku sehabis habis masa ‘iddahnya. Berkaitan dengan nafkah Allah SWT berfirman:

 وعلي المولود له رزقهنّ وكسوتهنّ بالمعروف


Terputusnya perkawinan dalam Islam membawa akibat-akibat tertentu baik kepada mantan suami atau kepada mantan isteri. Akibat aturan terputusnya perkawinan lantaran talak adalah: 
Bahwa bekas suami wajib mempersembahkan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa uang atau benda, kecuali qabla ad dukhu>l; mempersembahkan nafkah, maskan (tempat tinggal) dan kiswah (pakaian) kepada bekas isteri selama masa iddah (menunggu), kecuali bekas isteri sudah dijatuhi talak ba’in atau nusyu>z; melunasi mahar yang masih terpinjaman seluruhnya dan separo apabila qabla ad-dukhu>l; mempersembahkan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun. dan mempersembahkan nafkah iddahnya kepada bekas isterinya, kecuali isterinya nusyuz. 

Kewajiban-kewajiban tersebut menempel pada diri suami dan harus dipenuhi oleh suami karena  ialah hak-hak isteri sebagai akhir aturan dari cerai talak, dan tanggung tanggapan nafkah dalam masalah perceraian itu sesuai dengan firman Allah SWT:

أسكنوهنّ من حيث سكنتم من وجدكم ولا تضارّوهنّّ لتضيّقوا عليهنّ  وإن كنّ أولات حمل فأنفقوا عليهنّ  حتّي يضعن حملهنّ فإن أرضعن لكم فأتوهنّ أجورهنّ وأتمروا بينكم بمعروف وإن تعاسرتم فسترضع له أخرى.13

Menurut mazhab Abu Hani>fah, mantan suaminya wajib mempersembahkan nafkah kepada mereka (mantan isteri) secara komplit dan utuh  baik makanan, pakaian, dan daerah tinggal selama masa ‘iddah,14 berdasarkan ulama Mujtahiddin, bahwa wajib kepada seseorang untuk menafkahi orang-orang yang wajib didiberikan nafkah ibarat isterinya, ayahnya serta anaknya yang masih kecil (belum hingga umur).15 Sedangkan berdasarkan para ulama Maliki suami berkewajiban untuk menyediakan kemudahan bagi isteri yang dicerainya, bila beliau sudah bercampur dengannya, meskipun demikian, sang suami tak wajib mempersembahkan nafkah kepada isteri yang dicerai talak tiga, tetapi perempuan yang hamil tetap mendapat nafkahnya baik talak satu maupun talak tiga.

                Sedangkan berkaitan dengan ‘iddah bagi mantan isteri yang dicerai suaminya yang masih hidup (cerai Hidup), adalah : a. Jika perempuan itu masih haid, ‘iddahnya 3 kali sucian; b. Jika perempuan yang ditalak belum/ tidak haid lantaran belum saatnya (misalnya: usianya masih sedikit atau tidak haid lagi lantaran sudah renta maka ‘iddahnya 3 bulan).

Berkaitan dengan duduk kasus di atas kemudian muncul seorang tokoh feminis muslim asal India, yaitu Asghar Ali Engineer yang dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1949 di Bombay, yang mempunyai pendapat tidak sama dengan fuqaha yang lain terkena pemdiberian nafkah bagi isteri yang sudah dicerai. Dia yaitu seorang Direktur Institut of Islamic Studies, Bombay, India, di samping itu beliau jufa seorang teolog Islam dengan reputasi Internasional. Dia sudah menulis banyak buku, paper penelitian dan artikel ihwal teologi, yurisprudensi, sejarah dan filsafat Islam serta memdiberi kuliah di banyak sekali Negara, beliau juga yaitu seorang feminis muslim yang gigih dalam penegakan kesetaraan gender dan usaha untuk menetapkan kekerabatan gender yang berkeadilan dalam Islam. Penulis menentukan Asghar disebabkan lantaran Asghar di mata para tokoh feminis mempunyai kedudukan yang istimewa. Pertama, karena ia menempatkan masalah-masalah pandangan yang berkembang dalam dunia Islam ihwal perempuan dari sudut/metode pendekatan yang tidak spesialuntuk terbatas pada masalah fiqh akan tetapi juga mencakup beberapa aspek aspek filsafat, antropologi, sosiologis dan sejarah. Kedua, beliau menyajikan tulisannya dalam prespektif tantangan sosio kultural yang dihadapi dunia Islam zaman modern ini. Di samping pandangannya yang cukup revolusioner dalam bidang teologi yaitu perlunya dikembangkan “teologi pembebasan Islam” namun Asghar juga mempunyai pandangan yang cukup liberal dalam menginterpretasikan suatu teks yang dianggap bias gender. Salah satunya adalah  terkena pemdiberian nafkah bagi mantan isteri yang dicerai.

Menurut Asghar pemdiberian nafkah bagi mantan isteri yang sudah diceraikan tidak spesialuntuk selama masa ‘iddah saja, akan tetapi hingga berkeluarga lagi atau mati,19 sebagian pemimpin Islam menganggap bahwa aturan Islam itu suci dan tidak sanggup diubah, para pemimpin ini mempropagandakan, dalam Islam mantan isteri yang diceraikan itu spesialuntuk sanggup jatah nafkah pada periode ‘iddah, bahkan ada diantara pemimpin itu beropini bahwa mempersembahkan nafkah di luar periode tersebut yaitu dosa.

Menurut Asghar yaitu jauh dari rasa keadilan bila isteri yang dicerai harus dipelihara oleh orang renta atau kerabatnya sehabis periode ‘iddah, yaitu benar bahwa dalam aturan Islam seorang yang sudah dicerai berhak mendapat nafkah spesialuntuk selama masa ‘iddah, sehabis itu beliau bebas untuk kawin lagi atau kembali kepada orang tuanya atau kalau sudah tidak punya orang renta atau kepada kerabatnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam, berkaitan dengan QS. al-Baqarah: 241, yang menegaskan bahwa perempuan yang ditalak berhak atas mata' dengan ma'ru>f, sebagai hak atas orang-orang yang bertaqwa. Mata' dengan ma'ru>f  biasanya diartikan sebagai hiburan yang pantas, berupa sejumlah harta yang didiberikan kepada isteri yang ditalak, untuk memperluas arti mata' sebagaimana disebutkan dalam al-Quran yang dikaitkan pula dengan ma'ru>f (yang pantas), tidak ada halangan apabila pengadilan dalam kasus-kasus perceraian tertentu menetapkan ujud dari mata' itu berupa sejumlah uang yang sanggup menjadi biaya hidup mantan isteri sehabis masa ‘iddah, untuk waktu tertentu.

Sedangkan dasar filosofis yang dikemukakan Asghar yaitu bahwa tiruana insan yaitu sama, merdeka dan makhluk pintar yang memdiberi kecenderungan kepada persamaan dan keadilan. Oleh lantaran itu secara natural akan selalu melawan segala bentuk penindasan, diskriminasi dan ketidakadilan dalam segala hal. melaluiataubersamaini menggali nilai-nilai revolusioner dalam kitab suci dan semangat usaha para nabi, khusunya Nabi Muhammad dalam menegakkan nilai-nilai keislaman sebagai sumber ide dalam mengkritisi realitas praksis sejarah, Asghar beropini bahwa Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan sehingga tidak ada subordinasi atas wanita. Yang ada spesialuntuk kesetaraan gender dalam Islam.

Berangkat dari pendapat Asghar Ali Engineer yang perdebatan dengan pendapat jumhur ulama dan Kompilasi Hukum Islam, maka menjadi sangat penting kiranya masalah ini diteliti lebih mendalam melalui skripsi ini, sebagai bantuan dan kajian ulang anutan dalam pengembangan kajian kontemporer.


Tag : Agama Islam
0 Komentar untuk "Pemberian Nafkah Bagi Mantan Isteri Berdasarkan Aturan Islam (Studi Atas Anutan Asghar Ali Engineer) (Ai-30)"

Back To Top