Iddah Wanita Hamil Alasannya Yaitu Zina : Studi Pasal 53 Khi (Ai-10)

loading...
Hukum ialah esensi yang disaring dari peradaban suatu bangsa dan sekaligus mencerminkan jiwa suatu bangsa secara lebih terang dari forum lain yang ada. ( Kedudukan aturan dalam Islam ialah sebagai inti dan saripati pedoman Islam itu sendiri. Sehingga sangatlah mustahil untuk sanggup memahami Islam tanpa memahami aturan Islam. )

Hukum Islam ) dalam catatan sejarah sudah mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Hal tersebut menawarkan suatu dinamika pemikiran keagamaan itu sendiri dan menggambarkan benturan-benturan agama dengan perkembangan sosial budaya dimana aturan itu tumbuh. ) Karena intinya ijtihad dalam aturan Islam ialah hasil interaksi antara pemikir aturan dengan faktor sosial-budaya dan faktor sosial-politik yang mengitarinya. )



Sejarah Islam pada masa modern ini diwarnai oleh kejadian – kejadian yang sangat fundamental dan besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran aturan Islam pada masa-masa menhadir. Pertama, kejadian merembesnya ide-ide modern yang berasal dari Barat menyerupai inspirasi nasionalisme, rasionalisme, demokrasi, emansipasi, sekularisasi, dan lain-lain yang pada risikonya ide-ide tersebut mengubah struktur kebudayaan Islam klasik pada tingkat sosial kemasyarakatan maupun pada tingkat politik kenegaraan. Kedua, kejadian runtuhnya tradisi sistem khilafah berganti dengan sistem kekuasaan negara nasional. Ummat Islam yang sebelumnya bersatu dalam kekuasaan imperium Islam dan risikonya jatuh dalam dominasi kekuasaan kolonialis Barat, sehabis merdeka mereka memiliki peluang membangun corak kehidupan masyarakat yang mereka kehendaki. Konsekuensi logis dari berdirinya negara-negara muslim tersebut melahirkan upaya perancangan sistem aturan nasional sesuai aspirasi sosial politik masing-masing. )


Pada remaja ini pembaharuan aturan Islam sudah menjadi suatu kebutuhan di negara-negara muslim. ) Meskipun pada kenyataannya pembaharuan aturan Islam di negara-negara muslim masih terbatas pada wilayah aturan keluarga, setidaknya fenomena tersebut mencerminkan bahwa aktifitas ijtihad masih tetap hidup pada masa globalisasi ini. Karena tanpa adanya ijtihad niscaya aturan Islam akan kehilangan sifat lentur dan akomodatifnya dalam merespon permasalahan gres yang muncul seiring dengan perubahan zaman.

Di Indonesia upaya pembaharuan aturan Islam sudah menghasilkan wujud yang konkret. Salah satunya ialah Kompilasi Hukum Islam yang patut dinilai sebagai ijma’ ulama Indonesia. ) Namun mencermati gagasan-gagasan yang ada dalam KHI, kesimpulan yang sanggup diperoleh ialah memanfaatkan forum talfiq dan takhayyur dalam fomulasi hukumnya. Nilai lebih dari proses penyusunan KHI ialah rujukan dari 38 buah kitab dari aneka macam mazhab fiqh yang ada, studi banding ke negara-negara muslim Timur Tengah, telaah yurisprudensi dan serangkaian wawancara dengan para ulama Indonesia. )

Dasar aturan KHI ialah Instruksi Presiden No.1 tahun 1991 yang dikeluarkan pada tanggal 10 Juni 1991. Kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama No.154 tahun 1991 terkena penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. ) Meskipun KHI oleh pakar aturan di Indonesia tidak ditetapkan sebagai aturan perundang – permintaan yang berlaku di Indonesia namun seluruh jajaran peradilan agama di Indonesia sudah mengakuinya sebagai aturan dan pedoman yang harus dijalankan dan dipatuhi oleh umat Islam sehingga KHI sanggup disebut sebagai undang – undang Islam. )
Adapun pendekatan yang dipakai di dalam penyusunan KHI mencakup beberapa aspek beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan normatif. Yaitu bahwa perumusan KHI mengambil materi sumber utama dari nas{s} al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, mengutamakan pemecahan problema masa kini. Ketiga, unity dan variety. Dan keempat, pendekatan kompromi dengan aturan adat. ) Keempat pendekatan tersebut dipakai di dalam merumuskan KHI yang terdiri dari tiga kitab hukum. Buku I ihwal Perkawinan, Buku II ihwal Kewarisan dan Buku III ihwal Perwakafan.

Dalam pendekatan yang lebih mengutamakan pemecahan problema masa sekarang dimaksudkan bahwa di dalam perumusan KHI sejauh mungkin dihindari perdebatan di dalam mempersoalkan perbedaan pendapat ulama. Akan tetapi pribadi diarahkan kepada kasus yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat, kemudian gres dicari dan dipilih pendapat yang paling potensial untuk memecahkan problema ketidaktertiban yang dihadapi selama ini. ) Dalam hal ini tampak sekali memanfaatkan forum talfi>q dan takhayyur dalam formulasi aturan KHI.

Akhir-akhir ini perubahan peradaban insan semakin akseleratif. Sejalan dengan tuntutan perkembangan jaman, insan semakin banyak kehilangan nilai-nilai yang diyakini sebelumnya. Manusia semakin dihadapkan pada perbenturan dan pengikisan nilai-nilai moral dan keluhuran. Budaya permisif dan serba terbuka memerangkap insan hingga berkubang di dunia kemaksiatan.

Pergaulan bebas hingga free sex melanda kalangan muda-mudi hingga resiko kehamilan di luar nikah. Sementara pihak yang mengalami selalu berusaha untuk menutupi kehamilan di luar nikah tersebut dengan terpaksa mengawinkan anak perempuannya dengan laki-laki yang menghamili maupun yang bukan menghamili.
Sebenarnya kasus ‘iddah secara umum ialah sesuatu yang sudah disahkan oleh para ulama selain juga sudah dijelaskan secara eksplisit oleh nass al-Qur’an maupun Sunnah. Akan tetapi ketika ‘iddah tersebut dihadapkan pada suatu kejadian yang tidak lazim, menyerupai seorang perempuan yang hamil alasannya ialah zina maka ‘iddah tersebut menjadi sebuah kasus yang membutuhkan pengkajian secara cermat.
Bagaimanapun ‘iddah bagi perempuan hamil alasannya ialah zina tersebut akan membawa implikasi pada kebolehan kesepakatan nikah, dalam arti syah atau tidaknya perkawinan tersebut. Selain itu ‘iddah perempuan hamil alasannya ialah zina tidak dijelaskan secara eksplisit baik dalam al-Qur’an maupun Sunnah sehingga mengundang perbedaan pendapat dikalangan ulama.

Menurut Sya>fi’iyyah dan H}anafiyyah perempuan hamil alasannya ialah zina tidak diwajibkan untuk menjalankan ‘iddah, alasannya ialah ‘iddah bertujuan untuk menjaga nasab sementara persetubuhan dalam bentuk zina tidak mengakibatkan hubungan nasab dengan laki – laki yang mengakibatkan hamil. )

Sebagian ulama H>>}anafiyyah menambahkan bahwa terdapat larangan bagi suami untuk menggauli isterinya itu selama masih dalam keadaan hamil hingga isterinya melahirkan. ) Adapun berdasarkan Sya>fi’iyyah tidak ada larangan untuk menggauli isterinya tersebut meskipun masih dalam keadaan hamil. )
Ulama Ma>likiyyah beropini bahwa perempuan yang dicampuri dalam bentuk zina sama hukumnya dengan perempuan yang dicampuri secara syubhat, berdasarkan kesepakatan yang batil maupun fasid yaitu beliau harus menyucikan dirinya dalam waktu yang sama dengan ‘iddah kecuali kalau dikehendaki untuk dilakukan hadd atas dirinya, maka ia cukup menyucikan dirinya dengan satu kali haid. )

Ulama H}ana>bilah menyatakan bahwa ‘iddah perempuan hamil alasannya ialah zina menyerupai halnya ‘iddah yang berlaku bagi isteri yang dicerai oleh suaminya dalam keadaan hamil yaitu hingga dengan melahirkan. ) Konsekuensi dari pendapat ini ialah larangan untuk berkeluargai perempuan tersebut pada waktu hamil. Pendapat ini didasarkan pada hadis\ Nabi :
لايحل لإمرئ يؤمن بالله واليوم الآخر ان يسقى ماءه زرع غيره (
لاتوطأ حامل حتى تضع , ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة (

Sementara itu kalau meninjau aturan positif di Indonesia ‘iddah bagi perempuan hamil alasannya ialah zina secara implisit diatur dalam pasal 53 KHI sebagai diberikut :
Seorang perempuan hamil di luar nikah, sanggup dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
Perkawinan dengan perempuan hamil yang disebut pada ayat (1) sanggup dilangsungkan tanpa menunggu lebih lampau kelahiran anaknya.

melaluiataubersamaini dilangsungkannya perkawinan pada ketika perempuan hamil, tidak diharapkan perkawinan ulanf sehabis anak yang dikandung lahir.
Dari pasal 53 ayat 2 di atas sanggup dipahami bahwa tidak ada kewajiban ‘iddah bagi perempuan hamil alasannya ialah zina kalau ia dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Persoalan yang kemudian muncul ialah kalau perempuan hamil alasannya ialah zina tersebut berkeluarga dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Dalam hal ini KHI belum mempersembahkan penjelasan.

Berangkat dari duduk kasus di atas penyusun ingin melaksanakan analisis terhadap ketentuan pasal 53 ayat 2 KHI ihwal ‘iddah perempuan hamil alasannya ialah zina.

Tag : Agama Islam
0 Komentar untuk "Iddah Wanita Hamil Alasannya Yaitu Zina : Studi Pasal 53 Khi (Ai-10)"

Back To Top