loading...
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara tradisional, keluarga ialah unit sosial yang terkecil dari masyarakat dan ialah suatu sendi dasar dalam organisasi sosial. Keluarga ialah kelompok sosial pertama dalam kehidupan insan dimana ia mencar ilmu dan menyatakan dirinya sebagai insan sosial di dalam hubungan dalam kelompoknya.
Di samping itu keluarga yakni suatu kesatuan sosial yang terkecil yang terdiri atas suami, istri, dan kalau ada anak- anak yang dilampaui oleh perkawinan. Memang salah satu faktor mengapa individu itu membentuk keluarga adalah: mengharapkan anak atau keturunan. Tetapi itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan. Di samping faktor mengharapkan keturunan ada faktor-faktor lain yang mengakibatkan membentuk keluarga yaitu:
1. Untuk memenuhi kebutuhan biologis atau kebutuhan seks.
2. Untuk memenuhi kebutuhan sosial, status, penghargaan dan sebagainya.
3. Untuk pertolongan kiprah misalnya: mendidik anak, mencari nafkah dan sebagainya.
4. Demi hari renta kelak, yaitu pemeliharaan di hari renta artinya setelah anak remaja anak berkewajiban untuk mempersembahkan kasih akung
kepada orang tua. (Suwardiman, 1989: 121)
Suatu ikatan keluarga ditandai atau dilampaui oleh suatu perkawinan. Hal ini dimaksudkan bahwa perkawinan ialah syarat mutlak terbentuknya suatu keluarga. Tanpa dilampaui perkawinan dua orang laki-laki dan perempuan yang tinggal di suatu rumah belum berhak disebut sebagai suatu keluarga. Keluarga, sebagai kelompok primer yang terikat oleh hubungan intim mempunyai fungsi-fungsi utama yang meliputi: pemdiberian afeksi, proteksi dan perteman dekatan, memproduksi dan membesarkan anak, meneruskan norma-norma kebudayaan, agama dan moral pada yang muda, membagi dan melakukan tugas-tugas di dalam keluarga maupun di luar serta membuatkan kepribadian. Salah satu perbedaan yang cukup penting terlihat dari bentuk hubungan anggota-anggotanya yang lebih bersifat “gemeinschaff’ dan ialah ciri-ciri kelompok primer, yang antara lain mempunyai hubungan yang lebih intim, kooperatif, face io face, masing- masing anggota memperlakukan anggota lainnya sebagai tujuan bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan. (Khaerudin, 1985:10)
Hubungan antara orang renta dan anak sangat penting artinya bagi perkembangan kepribadian anak, alasannya yakni orang tualah yang ialah orang pertama yang dikenal oleh si anak. Melalui orang tualah anak mendapatkan kesan-kesan pertama tentang dunia luar. Bagi seorang bayi atau anak kecil, hubungan afeksi dengan orang renta ialah faktor penentu, semoga ia sanggup “survive”. Penyelidikan Renespitz (Munandar, 1985:42), menunjukkan bahwa tanpa cinta kasih seorang bayi tidak sanggup hidup terus; memperoleh cinta kasih ialah kebutuhan dasar, ibarat makan dan pulas. Orang tualah yang ialah orang pertama yang membimbing tingkah laris anak. Terhadap tingkah laris anak mereka bereaksi dengan menerima, menyetujui, membenarkan atau menolak. melaluiataubersamaini demikian nilai terhadap tingkah laris kuat dalam diri anak yang akan membentuk norma-norma sosial, norma-norma susila dan norma-norma tentang apa yang baik dan buruk, apa yang boleh atau tidak boleh.
Di dalam suatu keluarga yang serasi tiruana fungsi keluarga sanggup dijalankan dengan baik sehingga dibutuhkan keluarga itu menemukan kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup berumah tangga. Seiring dengan perkembangan yang terus bergulir lembaga-lembaga dalam masyarakat terus mengalami perubahan baik itu perubahan progres maupun regres, termasuk di dalamnya yakni forum keluarga yang mengalami disorganisasi. Menurut Khaerudin (1987: 106-107) disorganisasi keluarga berkaitan erat dengan disorganisasi di dalam masyarakat yang lebih luas. Sikap-sikap, nilai-nilai dan norma-norma dan anggota keluarga ialah citra dan kebudayaan yang berasal dan interaksi dan anggota-anggota dalam masyarakat luas. Suami-suami dan istri-istri sebagai individu menjabat peranan-peranan di dalam rnasyarakat yang lebih luas, juga di dalam subsistem keluarga yang kecil.
Keberhasilan perkawinan selanjutnya dipengaruhi oleh bagaimana mereka memenuhi peranan-peranan tersebut di dalam masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma yang mengalami perperihalan dalam dunia yang lebih besar diperlihatkan pada bagaimana masing-masing partner untuk menilai satu sama lain, yang selanjutnya ialah faktor-faktor penting dalam memilih jumlah perkawinan yang gagal.
Keluarga mempunyai sistem jaenteng interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain; antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antara anak dengan anak. Sistem interaksi antar eksklusif juga terdapat dalam keluarga petani. Keluarga petani ialah keluarga yang anggota keluarganya (ayah/ibu) mempunyai mata pencaharian bercocok tanam baik di sawah atau di ladang untuk menyambung hidup. (Khairuddin,1985:10-11)
Pada umumnya hubungan antara orang renta dan anak pada keluarga petani cenderung kurang intensif (jarang) artinya orang renta spesialuntuk sanggup memperhatikan anak-anaknya pada ketika sebelum atau setelah bekerja, sehingga anak kurang mendapat kasih akung dan perawatan yang cukup dan orang renta khususnya ibu. Bagaimanapun orang renta lebih akrab dengan anak- naknya sehingga orang renta sanggup mengamati dan mengenal anaknya. Jarang orang renta menyadari bahwa banyak yang sanggup mereka lakukan untuk merangsang perkembangan intelektual anak sebelum mereka masuk sekolah. Waktu yang sempurna untuk mencar ilmu dan untuk merangsang dasar-dasar mencar ilmu yakni pada saat-saat jauh sebelum anak masuk sekolah. Oleh lantaran itu, orang renta didiberi pengertian terkena proses-proses mencar ilmu di masa dini ini, mereka sanggup memmenolong merangsang kesenangan mencar ilmu anak untuk seumur hidupnya sekaligus meningkatkan kecerdasannya.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa mendidik anak-anaknya
dengan cara-cara yang biasa (tradisional) dilakukan, tanpa disadari sudah menghambat perkembangan mental anak. Teknik-cara yang biasa (tradisional) yang dimaksud yaitu: anak dibiarkan berjam-jam dalam gendongan atau kawasan pulas tanpa adanya variasi permainan dan orang renta yang penting si anak tidak menangis. Lain halnya dengan orang renta yang mengusahakan anaknya untuk bermain, dimana si anak didiberi peluang untuk mendapat banyak pengalaman yang merangsang, si anak akan cepat “belajar untuk belajar”. Anak akan terdorong untuk senang belajar. Namun pada kenyatanya di desa berbagai orang renta yang membiarkan anak-anaknya berjam-jam di kawasan pulas atau digendong. (Munandar, 1985: 45-46)
Kebiasaan mendidik anak dengan cara-cara tradisional juga sanggup ditemukan di Desa Badakarya. Hal ini dimungkinkan lantaran pendidikan masyarakat secana umum di Desa Badakarya relatif rendah yang kebanyakan spesialuntuk simpulan SD. Faktor lain yang kuat di samping pendidikan yaitu masih terdapat ketergantungan dan sebagian penduduk desa pada perjuangan tani. perjuangan kerajinan tangan dan perjuangan kecil-kecilan. Usaha tani yang terdapat di Desa Badakarya meliputi: petani penyewa, penyakap dan buruh tani. Kehidupan perekonomian masyarakat desa Badakarya yang mengandalkan perjuangan tani dengan prosedur yang tradisional masih tergolong lemah, laki-laki dan perempuan terpaksa mencari nafkah sebagai buruh tani dengan curahan waktu yang panjang tetapi alhasil tidak seimbang, hal mana spesialuntuk cukup memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya yang paling minim. Oleh lantaran itu, orang renta tidak banyak mempunyai waktu bersama anak-anaknya
sehingga belum dewasa mereka cenderung berkembang tanpa asuhan orang tua. Para orang renta beranggapan bahwa anak mereka pada suatu ketika nanti niscaya akan berkembang dengan sendirinya tanpa perlu ada bimbingan dan asuhan dan orang tua. Akibatnya, mereka tidak memperhatikan aktivitas belum dewasa mereka sehari-hari, dengan siapa mereka bergaul serta bagaimana kondisi lingkungan kawasan si anak bermain. Bagi bayi atau anak kecil hubungan efektif dengan orang renta ialah faktor penentu survive ibarat cinta kasih, makan, minum dan pulas.
Pengasuhan anak (child rearing) yakni bab dan proses sosialisasi tata pergaulan keluarga yang mengarah pada terciptanya kondisi kedewasaan dan kemandirian anggota keluarga atau masyarakat tersebut (Purwadarminta dalam Soetomo WE, dkk, 1989: 1-2). Wagnel dan Funk 1965 (Soetomo WE, dkk, 1989: 1-2) sebut bahwa mengasuh mencakup menjaga serta mempersembahkan bimbingan menuju pertumbuhan kearah kedewasaan. Sedangkan pengertian lain diutarakan oleh Webster (Soetomo WE, dkk, 1989: 1-2) yang pada dasarnya bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke arah pertimbangan kedewasaan dengan mempersembahkan pendidikan, masakan dan sebagainya terhadap mereka yang diasuh. Fungsi utama pengasuhan anak yakni mempersiapkan anak untuk menjadi masyarakat masyarakat. Makara tidak spesialuntuk menjaga dan rnengawasi anak tetapi di dalamnya mencakup mendidik baik sopan santun, menghormati orang, mengajarkan tentang disiplin dan keberhasilan anak bahkan memdiberi pengetahuan bagaimana seorang perempuan atau laki-laki seharusnya bersikap dan memperkenalkan kebiasaan lainnya
(Soenarti, 1989:49).
Tag :
Sosiologi
0 Komentar untuk "Pola Pengasuhan Anak Pada Keluarga Petani (Studi Ihwal Tugas Orang Renta Dalam Mendidik Anak Di Desa Badakarya, Kecamatan Punggelan, (So-3)"