Pengaruh Tingkat Debt Financing Dan Equity Financing Terhadap Profit Expense Ratio Perbankan Syariah (Ak-26)

loading...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Sejarah gres perkembangan perbankan Indonesia, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992 dan dikeluarkannya UU No.7/1992, wacana perbankan. Dimana pada UU No.7/1992 pasal 6 abjad “m” sebut bahwa bank umum sanggup melaksanakan perjuangan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan “prinsip bagi hasil”sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang diputuskan dalam Peraturan Pemerintah

Selanjutnya lalu dilakukan amandemen terhadap UU No.7/1992 yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 10/1998. Pada UU No.10/1998 pasal 6 abjad “m” makin diperjelas bahwa bank umum sanggup melaksanakan perjuangan “menyediakan pembiayaan dan/atau melaksanakan acara lain berdasarkan “Prinsip Syariah”, sesuai dengan ketentuan yang diputuskan oleh Bank Indonesia. Untuk mempercepat implementasi UU No.10/1998, Bank Indonesia mengeluarkan PBI No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002 wacana perubahan acara perjuangan bank umum konvensional menjadi bank umum berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional.

Momentum penting lainnya yang mendukung perkembangan bank syariah di Indonesia yaitu sempurna tanggal 16 Desember 2003 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa MUI yang menyatakan bahwa bunga bank yaitu haram. Hal ini menjadi pendorong sejumlah bank untuk mulai membuka unit perjuangan berdasarkan prinsip syariah.
Dan terbukti dengan melihat tabel di bawah ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari perkembangan perbankan syariah dilihat dari jumlah dana pihak ketiga dan pembiayaan yang didiberikan.


Namun ada duduk perkara seiring dengan pesatnya perkembangan jumlah bank syariah dan jumlah aset dari bank syariah tersebut. Yaitu pembiayaan lebih banyak didominasi disalurkan pada debt financing yaitu sebesar 70,93% dengan komposisi murabahah 66.42%;lainnya 4,51%, sedangkan pembiayaan bagi hasil ( equity financing) spesialuntuk sebesar 29,07% dengan komposisi mudharabah 18,05%;musyarakah 11,02%. Hal ini dimaklumi bahwa debt financing mendominasi dunia perbankan syariah di pertama – pertama perkembangannya sebagian masih memandangnya wajar, alasannya aneka macam hambatan yang dihadapi dalam pembiayaan bagi hasil(equity financing). Kendala itu sanggup bersifat internal maupun eksternal. Menurut Ascarya (peneliti senior Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia)

“Kendala internal yaitu perbankan syariah masih terdapat duduk perkara menyerupai pemahaman akan esensi perbankan syariah yang masih kurang, adanya orientasi bisnis dan perjuangan yang lebih diutamakan, kualitas serta kuantitas Sumber Daya yang belum memadai, perilaku aversion to effort serta aversion to risk.”

Sehingga bank syariah menilai bahwa pembiayaan dengan sistem bagi hasil (equity financing) mempunyai resiko tinggi dalam hal kerugian yang sanggup terjadi dalam kurun waktu pembiayaan tersebut sehingga sanggup menurunkan keuntungan perusahaan alasannya pembiayaan bagi hasil tidak spesialuntuk bersifat mengembangkan untung tetapi juga mengembangkan rugi tetapi jika kerugian itu bukan ialah kesalahan/kelalaian pihak yang didiberi pembiayaan. Hal tersebutlah yang menjadi hambatan eksternal alasannya karakter pembiayaan bagi hasil yang memerlukan tingkat kejujuran yang sangat tinggi dari pihak yang mendapat pembiayaan. Untuk mendapat keyakinan yang memadai bahwa perjuangan yang akan didanai dengan sistem bagi hasil menguntungkan dan dalam kondisi manis serta mempunyai prospek yang manis pula maka bank syariah harus melaksanakan penelitian yang cermat dan membutuhkan biaya yang tidak kecil. INI yang membuat bank syariah belum berani berekspansi dalam pembiayaan bagi hasil (equity financing).
Hal ini sangat ironis mengingat tujuan pendirian bank syariah berdasarkan A. Wirman Syafei yaitu
“Dalam rangka mencapai falaah (kemenangan dunia dan akhirat) dan turut membuat kehidupan yang lebih baik.”

Lebih lanjut A. Wirman Syafei mengutip pernyataan El-Ashker yang menyatakan bahwa
“Tujuan bank syariah menggambarkan bahwa bank syariah dihentikan untuk menghasilkan keuntungan maksimum (profit maximization). Tetapi bank syariah tetap didorong untuk menghasilkan keuntungan tanpa harus melanggar prinsip syariah dan tanpa harus meninggalkan kontribusinya dalam peningkatan kualitas perekonomian umat (masyarakat muslim).”

Karena itu dalam menilai kinerja bank syariah tidak spesialuntuk menitikberatkan kepada kemampuan bank syariah dalam menghasilkan keuntungan tetapi juga pada kepatuhan terhadap prinsip – pronsip syariah dan tujuan bank syariah tersebut. Abdus Samad dan M. Khabir Hassan dalam jurnalnya “The Performance of Malaysian Islamic Bank During 1984-1997: An Exploratory Study”, mereka menilai profitabilitas dengan kriteria ROA (Return On Asset),ROE (Return On Equity) dimana kedua rasio ini menilai efisiensi manajemen, juga memakai PER (Profit Expense Ratio) yang menilai efisiensi biaya dimana menilai kemampuan bank menghasilkan profit tinggi dengan beban – beban yang harus ditanggungnya; tingkat likuiditas memakai CDR (Cash Deposit Ratio), LDR (Loan to Deposit Ratio),Current Ratio; tingkat solvabilitas dan risiko memakai DER (Debt to Equity Ratio), DTAR (Debt to Total Asset Ratio) , mereka juga menilai kesepakatan bank terhadap perekonomian dan komunitas muslim. Dimana evaluasi ini berdasarkan pada seberapa besar bank syariah tersebut melaksanakan pembiayaan bersifat bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah), memakai MMR (Mudharaba-Musyarakah Ratio) dimana semakin besar dana dipakai untuk pembiayaan bagi hasil maka menerangkan bahwa bank tersebut mempunyai kesepakatan kuat dalam turut serta membangun kualitas umat muslim.

Menghadapi kenyataan menyerupai itu membuat penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul :
“PENGARUH TINGKAT DEBT FINANCING DAN EQUITY FINANCING TERHADAP PROFIT EXPENSE RATIO PERBANKAN SYARIAH”

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka duduk perkara – duduk perkara yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu :
1. Apakah tingkat debt financing dan equity financing kuat secara bahu-membahu (simultan) terhadap profit expense ratio bank syariah?
2. Apakah tingkat debt financing dan equity financing kuat secara parsial terhadap profit expense ratio bank syariah?





Tag : Akuntansi
0 Komentar untuk "Pengaruh Tingkat Debt Financing Dan Equity Financing Terhadap Profit Expense Ratio Perbankan Syariah (Ak-26)"

Back To Top