Penggunaan Media Gambar Seri Dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas Iv Mi Roudlotul Ulum Jabalsari (Pbi-18)

loading...
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Proses berguru sanggup di katakan terjadi apabila subjek didik (siswa) tidak spesialuntuk mata melihat dan telinganya mendengar apa yang di informasikan oleh guru, tetapi pikirannya harus beraksi. Dalam acara pengajaran, proses berguru sanggup berlangsung tanpa partisipasi aktif guru secara langsung. Makara dalam acara belajar, siswa di tuntut secara aktif untuk berfikir dan berserius terhadap suatu mata pelajaran. Tanpa adanya pemusatan perhatian berarti hal tersebut bukan berguru tetapi spesialuntuk sekedar penyampaian oleh guru.

            Berdasarkan fenomena yang ada khususnya dalam dunia pendidikan masih sedikit sekali guru yang memakai media pembelajaran dalam memberikan materi pembelajaran.

            melaluiataubersamaini demikian media pembelajaran sangat dibutuhkan oleh guru semoga siswa bisa mendapatkan informasi atau pesan dengan baik, alasannya ialah media mempunyai arti penting dalam dunia pendidikan. Terutama dalam pendidikan formal di sekolah. Guru sebagai pengajar dan pendidik yang terjun eksklusif dalam dunia pendidikan formal sekolah, tidak diragukan lagi wacana keampuhan suatu media pembelajaran utamanya dalam menanamkan perilaku dan mengharapkan perubahan tingkah laris menyerupai yang di harapkan, yaitu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

            Guru dituntut semoga bisa memakai alat-alat yang sanggup di sediakan di sekolah yang sesuai perkembangan zaman. Sebagai fasilisator, guru berpesan dalam membuat kondisi berguru atau sistem lingkungan berguru dengan memfasilitasi yang tersedia.[1] Fasilitas ini sanggup berupa perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), lingkungan dan suasana berguru (brainware), menyerupai ruang kelas dengan segala kemudahan kelengkapan dan media yang dibutuhkan.[2]

Media mengajar ialah segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Bentuk perangsang di sini berupa audio visual, menyerupai papan tulis, bagan, gambar, mesin pengajaran, film, audio kaset, video kaset, televisi, computer, OHP, LCD dan internet.[3]


Dalam meningkatkan ketrampilan kosa-kata mereka secara efektif dengan cara banyak membaca majalah, termasuk majalah sekolah. Kata-kata sanggup diambil dari artikel-artikel bagi maksud-maksud yang berkaitan dengan batasan, memperhatikan konstruksi kata dan ejaannya, serta penerapan kosa-kata yang benar.[4]

Perkembangan media sudah berlangsung secara cepat, dan membentuk budaya baru. Budaya gres ini, eksklusif tau tidak langsung, sudah menghipnotis bagaimana siswa mengikuti sebagian proses pembelajaran. Ciri yang mendominasi ialah munculnya komponen budaya indrawi yang utuh, mencakup melihat, mendengar, merasakan-menyentuh dan berexplorasi. Bahasa yang doloenya cenderung mengajar, kemudian menjelma bahasa media yang bersifat membujuk, menggetarkan hati, dan penuh dengan resonansi, irama, cerita, dan gambar yang tervisualisasi.[5]

Trampil membuat huruf-huruf (besar maupun kecil) dengan jalan menyalin atau menjiplak tulisan-tulisan dalam struktur kalimat. Kemampuan menulis menyerupai ini bias kita sebut kemampuan menulis teknis (metode).

Kemampuan menulis yang lebih penting ialah kemampuan menulis menurut pengertian komposisi atau kemampuan merangkai bahasa atau mengarang.

Bagi siswa-siswa kelas I dan IV SD dan MI, kemampuan menulis atau mengarang itu terbatas pada: a. kemampuan menyalin b. kemampuan menulis pelajaran c. kemampuan menulis jawabanan dan pertanyaan-pertanyaan dan

d. kemampuan menulis isian atau menyambung kalimat-kalimat yang dikosongkan subjek, predikat, atau objek.[6]

Keterampilan menulis ialah acara yang tidak terpisahkan dari acara berguru mengajar siswa di sekolah. Kegiatan menulis menjadikan siswa aktif dalam acara pembelajaran dan merangsang keterampilan siswa dalam merangkai kata. Akan tetapi dalam penerapannya banyak siswa mengalami kesusahan untuk membiasakan siswa berguru menulis. Penyebabnya ialah kesalahan dalam hal pengajaran yang terlalu kaku sehingga mengakibatkan kesan bahwa menulis itu susah. Belum banyak guru yang bisa menyuguhkan materi pelajaran dengan cara yang sempurna dan menarikdanunik. Maka dari itu, masuk akal jikalau anakdidik pun alhasil tidak bisa dan tidak menyukai pelajaran menulis (mengarang).[7]

Selain itu, sebagian guru memandang bahwa keberhasilan siswa lebih banyak dilihat dari nilai yang diraih dalam tes, mid semester, dan ujian selesai sekolah berstandar Nasional nilai-nilai dari tes itulah yang dijadikan barometer keberhasilan pengajaran. Guru spesialuntuk mempersembahkan tes atau pembahasan terhadap soal-soal yang bersifat reseptif, menyerupai membaca, bukan terhadap soal-soal yang bersifat produktif, menyerupai berbicara dan menulis. Penjelasan di atas seakan-akan memojokkan posisi guru. Posisi itu harus diubah dengan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh guru. Perubahan tersebut bisa berupa penemuan dalam hal penyampaian, penerapan media, dan pengembangan kurikulum. Namun perlu diingat bahwa kunci sukses pengajaran bukan terletak pada kecanggihan kurikulum atau kelengkapan kemudahan sekolah, melainkan tingkat kreadibilitas seorang guru di dalam mengatur dan memanfaatkan perantara yang ada di dalam kelas.[8]

            Penggunaan media sangat penting kehadirannya dalam belajar. Minimnya penerapan media oleh guru selama ini perlu diatasi sedikit demi sedikit. Hal itu dimaksudkan semoga siswa tidak spesialuntuk tinggi kualitas teoritisnya tetapi juga tinggi kualitas praktisnya. Siswa spesialuntuk dijejali teori-teori wacana menulis, cara menulis, ketentuan-ketentuan menulis sementara teori-teori tersebut jarang dipraktikkan. Pembelajaran yang konvensional ini tentu saja jarang atau materi tidak memakai media, padahal memanfaatkan media mempunyai kiprah yang penting terhadap pencapaian kualitas pembelajaran. Keadaan menyerupai itu terjadi di sekolah-sekolah pada umumnya, termasuk di MI Roudlotul Ulum Jabalsari kelas IV.

Dari evaluasi terhadap kiprah menulis deskripsi diperoleh bahwa hasil nilai siswa dibawah 70 berjumlah 14 siswa pria atau 60%, dan siswa yang menerima nilai diatas 70 berjumlah 18  siswa wanita atau sekitar 40% dari total keseluruhan siswa 32 orang. Penilaian tersebut didasarkan pada aspek isi gagasan, organisasi isi, tata bahasa, kosa kata, dan ejaan. Kesalahan yang sering muncul pada karangan siswa ialah terletak pada aspek ejaan, terutama pada pemakaian abjad kapital yang tidak sesuai dengan EYD. Pada aspek isi gagasan siswa juga kurang dalam pengembangan karangannya. Pada aspek organisasi isi siswa juga kurang dalam menyusun karangan yang logis. Pada aspek tata bahasa dalam konstruksi kalimatnya juga masih banyak kesalahan. Dan pada aspek kosa kata masih banyak kesalahan dalam penerapan kosa kata yang sanggup merusak makna.[9]

            Dalam proses pembelajaran guru lebih menekankan pada teori semata tanpa menerapkannya dengan memakai media, sehingga siswa bosan dengan acara mencatat yang menjadikan siswa kurang berminat terhadap acara menulis. Hal itu terlihat dari keaktifan siswa dikala megikuti proses pembelajaran sebanyak 18 siswa perempuan  atau 40%, sedangkan 15 siswa pria atau sekitar 60% lainnya tampak diam, berbicara dengan kawannya dan berkhayal sendiri. Secara umum, penerapan media menyerupai gambar seri sebagai media pembelajaran sanggup meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi siswa. Wijayanti mengungkapkan manfaat penerapan kisah bergambar sebagai media yang sanggup meningkatkan kemampuan siswa dalam:

1)      Menyusun kisah menurut rangkaian gambar secara urut sehingga menjadi karangan deskripsi yang utuh.

2)      Memadukan kalimat menjadi karangan deskripsi yang padu dengan memakai kata sambung yang tepat, dan

Menggunakan ejaan dan tanda baca secara benar dalam karangan deskripsi. Penelitian wacana Peningkatan Ketrampilan Menulis Deskripsi dengan Media Gambar Seri Siswa MI Roudlotul Ulum kelas IV  belum pernah diteliti oleh orang lain. Selain itu, pembelajaran menulis deskripsi yang berlangsung disana spesialuntuk berkisar wacana pemdiberian materi menurut kisah non gambar yang menuntut siswa menyebarkan kreatifitasnya menulis deskripsi tanpa media apapun. Atas dasar itu, maka peneliti merasa perlu melaksanakan penelitian terhadap permasalahan di atas, mengingat banyak sekali nilai faktual yang terkandung dalam gambar seri. Wajar rasanya apabila media tersebut dipakai dalam pembelajaran menulis deskripsi. Penelitian diperlukan membawa dampak faktual bagi guru dan siswa dalam rangka peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis Deskripsi di sekolah tersebut.




[1] Azhar Aryad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 1
[2] Ibid. 1
[3] Muhamad Zaini, Pengembangan Kurikulum. (Surabaya: Elkaf, 2006) ,hal. 77
[4] H.G Taenteng, Pengajaran Kosa-Kata (Bandung: Angkasa, 1984),  hal. 220
[5] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2000),  hal. 220
[6] A.S.Broto, Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua di SD Berdasarkan Pendekatan Linguistic Kontransitif, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hal. 143
[7] Syaiful Bahri dan Anwar Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Dekdiknas, 2006),  hal. 13
[8] Abdul dan Muh.Faisal, Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Ciptakhalik, 2008), hal. 45
[9] Basuki d.k.k, Media Pembelajaran, (Bandung: PT Aksara Wibawa 1992), hal . 22
0 Komentar untuk "Penggunaan Media Gambar Seri Dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas Iv Mi Roudlotul Ulum Jabalsari (Pbi-18)"

Back To Top