loading...
Untuk menunjang dan menjalankan pembangunan nasional tentunya pemerintah Indonesia membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan bersifat kontinu. Pemerintah Indonesia mendapat dana tersebut dari banyak sekali macam pemasukan negara. Pemasukan terbesar negara yakni berasal dari sektor perpajakan. Menurut data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2010, peranan penerimaan perpajakan sudah mencapai 80% dari penerimaan dalam negeri.
Pajak dekat hubungannya dengan pembangunan nasional. Pembayaran pajak ialah perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan tugas serta masyarakat negara sebagai wajib pajak untuk secara eksklusif dan tolong-menolong melakukan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan spesialuntuk ialah kewajiban, tetapi ialah hak dari setiap masyarakat Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk tugas serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Pajak ialah sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar acara negara susah untuk sanggup dilaksanakan. Penggunaan uang pajak mencakup belanja pegawai hingga dengan pembiayaan banyak sekali proyek pembangunan. Pembangunan masukana umum menyerupai jalan-jalan, jembatan, sekolah,
rumah sakit/puskesmas, kantor polisi didanai dengan memakai uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga dipakai untuk pembiayaan dalam rangka mempersembahkan rasa kondusif bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap masyarakat negara mulai ketika dilahirkan hingga dengan meninggal dunia, menikmati akomodasi atau pelayanan dari pemerintah yang tiruananya didanai dengan uang yang berasal dari pajak. melaluiataubersamaini demikian terang bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat lebih banyak didominasi dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Fungsi semacam itu disebut dengan fungsi budgetair dari pajak.
Indonesia ialah negara dengan mayoritas masyarakat muslim terbesar di dunia, persentase nya mencapai 88% . INI yang menjadi salah satu pemicu perkembangan nilai-nilai syariah Islam di Indonesia.
Dewasa ini sudah mulai banyak dilaksanakan penerapan sistem syariah di Indonesia, terutama dalam sistem perekonomian. Perkembangan praktik bisnis syariah ini seiring dengan semakin besarnya keinginan dan cita-cita masyarakat Muslim di Indonesia untuk menerapkan nilai-nilai syariah Islam di banyak sekali sistem atau praktik bisnis yang dijalankan di Indonesia. Upaya pemahaman terkena acara ekonomi dan praktik bisnis yang menurut syariah Islam mulai terlihat di pertama tahun 1990-an.
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dimulai dengan pembentukan perbankan syariah yang ditandai dengan berdirinya Bank syariah pertama, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Bank ini pada pertama berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat sumbangan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Walaupun di pertama pembentukannya Bank Muamalat sempat mengalami kesusahan sehingga harus mendapat suntikan dana dari IDB sehingga pada tahun 1999-2002 sanggup bangun dan menghasilkan laba.
Hingga tahun 2007 sudah terdapat tiga institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang sudah mempunyai unit perjuangan syariah terdapat 19 bank diantaranya ialah bank besar menyerupai Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga sudah dipakai oleh Bank Perkreditan Rakyat, ketika ini sudah berkembang 104 BPR Syariah.
Perkembangan sistem perbankan syariah yang sangat pesat dalam kurun waktu yang cukup singkat dikarenakan semakin tingginya minat dan kepercayaan masyarakat Indonesia terutama kaum Muslim untuk memakai produk dari perbankan syariah. Pertumbuhan minat masyarakat terhadap bank-bank syariah bahkan mencapai 70% dan sudah sanggup bersaing dengan bank-bank konvensional yang dari pertama sudah diterapkan di Indonesia.
melaluiataubersamaini semakin berkembangnya praktik perbankan syariah di Indonesia, mengakibatkan semakin banyaknya institusi-institusi keuangan yang gencar mengkaji lebih dalam dan menerapkan produk syariah lainnya menyerupai pembiayaan syariah, forum keuangan syariah non bank, reksa dana syariah, obligasi syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, dan sebagainya.
Namun demikian, walaupun praktik bisnis syariah sudah sangat berkembang di Indonesia, perekonomian syariah masih spesialuntuk dianggap sebagai salah satu solusi alternatif untuk sanggup keluar dari krisis ekonomi yang masih terjadi di Indonesia.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya umat Islam, seharusnya pemerintah Indonesia sanggup melakukan sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi yang universal, yang mengedepankan transparansi, keadilan dan good governance dalam pengelolaan perjuangan dan asset-asset negara. Sehingga praktik ekonomi yang dijalankan berpihak pada rakyat dan berpihak pada kebenaran.
Maksud dari sistem ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi yang universal yakni walaupun sistem ekonomi syariah bersumber dari nash Al-Quran dan Sunnah Rasul, namun tetap bersifat universal dan tidak khusus sehingga sanggup diterapkan di Indonesia sekalipun, yang bukanlah sebuah negara Islam. Sistem ekonomi berbasis syariah bukan spesialuntuk diterapkan negara-negara Islam tetapi sudah banyak pula diterapkan di negara-negara barat. Hal ini terjadi alasannya nilai-nilai dan prinsip Islam menyerupai keadilan, transparansi, dan perlakuan yang sama dalam meraih peluang berusaha sanggup diterima di tiruana kalangan.
Salah satu sistem yang belum tersentuh dengan konsep syariah di Indonesia yakni sistem perpajakannya. Padahal sistem perpajakan dalam Islam juga sudah ada semenjak zaman Rasulullah Saw dan para khalifahnya. Namun seiring dengan menguatnya efek prinsip sosialisme dan kapitalisme yang dibawa negara-negara barat, konsep ini sempat ditinggalkan oleh umat insan khususnya umat Muslim.
Ekonomi Islam termasuk konsep pajak dalam Islam terdiri dari nilai-nilai filosofis menyerupai nilai Tauhid, Keadilan, Musyawarah, Kebebasan, dan Amanah atau tanggung tanggapan (Antonio, 1993: 14). Seharusnya nilai-nilai Islam ini sanggup menjadi pedoman, landasan, dan dasar yang harus dipegang oleh umat muslim dalam melakukan acara perekonomiannya sehingga senantiasa sesuai dengan syariat Islam yang diperintahkan oleh Allah Swt. Namun menyerupai diketahui bahwa sistem perpajakan di Indonesia ialah sistem konvensional yang tentunya tidak sama dengan konsep syariah dalam Islam. Sehingga belum tentu dalam sistem perpajakan di Indonesia terdapat nilai-nilai Islam yang seharusnya dijalankan oleh umat Muslim.
Apalagi hingga hari ini belum ada fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa pajak itu halal. Ironisnya bahwa hal sepenting pajak ini belum mendapat fatwa dari MUI sedangkan MUI bahkan sudah mengeluarkan fatwa wacana rokok, mie instan, aliran sesat Ahmadiyah, dan lain-lain. Ketua MUI, Bapak KH. Ma’ruf Amin pernah ditanyai terkena hal ini, dia menjawaban bahwa, “ MUI tidak mengeluarkan fatwa, jikalau tidak diminta” artinya fatwa harus diminta terlebih lampau oleh Menteri Keuangan. Hal ini tentunya mengakibatkan kekhawatiran di kalangan umat Muslim alasannya ternyata pajak yang selama ini dijalankan di Indonesia belum diketahui haram halalnya.
Sedangkan umat Muslim dituntut untuk menjalankan seluruh kegiatannya di muka bumi ini sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam. Sudah menjadi kewajiban umat Muslim untuk menjalankan seluruh perintah Allah Swt melalui Al-Quran dan Sunnah Rasul yang menjadi pedoman hidup umat Islam. sepertiyang Firman Allah dan QS An-Nisa [4] ayat 136:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزَلَ مِن قَبْلُ ۚ وَمَن يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا﴿١٣٦﴾
Artinya:“Wahai orang-orang yang diberiman! Tetaplah diberiman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada kitab (Al-Quran) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu sudah tersesat sangat jauh”
Hal ini tentu saja mengakibatkan masalah bagi umat Muslim di Indonesia alasannya sebagai masyarakat negara yang sudah memenuhi syarat menjadi wajib pajak, mereka diharuskan membayar pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. sementara umat muslim belum mengetahui dengan terang apakah perpajakan di Indonesiasudah sesuai dengan syariat islam dan halal untuk dikerjakan sehingga umat muslim tidak harus ragu dalam menjalankan dan membayar kewajiban pajak mereka sebagai masyarakat negara Indonesia.
Sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk mencari tahu kebenaran dari segala sesuatu yang terdapat keraguan di dalamnya. Berdasarkan hal inilah penulis merasa perlu untuk mencari tahu wacana bagaimana perspektif Islam memandang kewajiban membayar pajak di Indonesia ditinjau dengan menganalisa nilai-nilai Islam apa saja dari kelima nilai filosofis ekonomi Islam yang sudah ada dalam sistem perpajakan di Indonesia. hal ini penulis lakukan biar di simpulan penelitian,
penulis sanggup mengukur seberapa besar nilai-nilai Islam sudah diimplementasikan dalam perpajakan di Indonesia dan menarikdanunik kesimpulan apakah pajak tersebut sudah sesuai dengan syariat yang diperbolehkan dalam anutan Islam.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tema ini dengan judul: “Studi Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam Sistem Perpajakan di Indonesia”
Tag :
Akuntansi,
Perpajakan
0 Komentar untuk "Studi Penerapan Nilai-Nilai Islam Dalam Sistem Perpajakan Di Indonesia (Ak-53)"