Analisis Penerapan Watak Mulia Nabi Muhammad Saw Pada Anak Usia Dewasa Dalam Kehidupan Sehari-Hari (Studi Kasus Pada Siswa Kelas Viii Mts Plus Raden Paku Trenggalek) Pai-43

loading...


A.      Latar belakang masalah
Islam yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, mempunyai aliran yang paling lengkap di antara agama-agama yang pernah diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Kelengkapan Islam ini sanggup dilihat dari sumber utamanya, yaitu Al-Quran yang isinya mencakup beberapa aspek keseluruhan isi wahyu yang pernah diturunkan kepada para Nabi. Isi Al-Quran mencakup beberapa aspek keseluruhan aspek kehidupan manusia, mulai dari masalah aqidah, syariah, dan akhlak, hingga masalah-masalah yang terkait dengan ilmu pengetahuan.
Semua umat Islam harus mendasari keislamannya dengan pengetahuan agama (Islam) yang memadai, minimal sebagai bekal untuk menjalankan fungsinya di muka bumi ini, baik sebagai khalifatullah yang sesuai firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ [٢:٣٠]
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak mengakibatkan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak mengakibatkan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui.[1]
Dan sebagai ‘abdullah yang tertuang pada firman Allah dalam QS. Al-Dzariyat ayat 56 :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ [٥١:٥٦]
Dan saya tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.[2]


Marzuki berpandangan bahwa, sebagai khalifah Allah, insan harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan terkena masalah keduniaan, sehingga sanggup memfungsikannya secara terbaik. Sedang sebagai hamba Allah, insan harus mempunyai bekal ilmu agama untuk sanggup mengabdikan dirinya kepada Allah dengan benar.[3] Jika seorang muslim sanggup membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan agama, dan sekaligus sanggup mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka ia akan menjadi seorang muslim yang kaffah / utuh, sebagaimana dalam QS. Al-Bqarah ayat 208 dijelaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang diberiman, masuklah engkau ke dalam Islam keseluruhan, dan tidakbolehlah engkau turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.[4]
Untuk memahami dan mengamalkan aliran Islam secara mendasar, maka setiap Muslim harus memahami dan mengamalkan dasar-dasar Islam. Dasar-dasar inilah yang kemudian oleh sebagian ulama disebut kerangka dasar aliran Islam. Kerangka dasar aliran Islam sangat terkait erat dengan tujuan aliran Islam. Kerangka ini mencakup tiga konsep kajian pokok, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Kalau dikembalikan pada konsep dasarnya, tiga kerangka dasar Islam ini berasal dari tiga konsep dasar Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan.
Akhlak sangat penting sekali bagi kehidupan manusia. Ini terbukti dari zaman yunani kuno yang oleh para filsuf barat lebih dikenal dengan “Moral” hingga kini ini. Hadis Nabi yang berbunyi “Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan moral yang mulia”. Dari pernyataan itu cara Rasulullah menyempurnakan moral dilakukan dengan perbuatan nyata (uswah hasanah), undangan dan ketepatan-ketepatan.[5] melaluiataubersamaini demikian terbentuknya eksklusif yang berakhlak, masyarakat yang berakhlak, kekuasaan yang berakhlak ialah salah satu kiprah utama Islam dan umatnya. Dalam konteks pendidikan (UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003), bahwa pendidikan Nasional berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik supaya menjadi insan yang berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi masyarakat negara yang demokratis serta bertanggung jawaban)[6], salah satu tujuan utamanya yakni pembentukan moral atau kebijaksanaan pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral; yaitu jiwa yang membersihkan, rendah hati, percaya diri, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laris dan perangai, bijaksana, berkemauan keras dalam mencar ilmu dan sukses, bercita-cita mulia, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, tahu membedakan yang baik dan yang buruk, menentukan perbuatan yang paling utama, senantiasa mawas diri tau posisinya sebagai kaum terpelajar dan generasi masa depan.
Pentingnya moral dalam Islam yakni nomor dua setelah iman. Seseorang tidaklah dikatakan diberiman kepada Allah kecuali ia berakhlak mulia. Sebab di antara gejala iman yang paling utama terletak pada moral yang mulia, dan di antara gejala iman yang paling menonjol yakni moral yang buruk. Di antara perhiasaan yang paling mulia bagi insan setelah iman, taat dan takut (kagum) kepada Allah yakni moral yang mulia. melaluiataubersamaini moral ini terciptalah kemanusiaan insan dan sekaligus membedakannya dengan binatang. Dalam Al-Qur’an terdapat 1504 ayat atau hampir ¼ keseluruhan ayat dalam A-Qur’an, yang bekerjasama dengan moral baik dari segi teori maupun praktis. Hal ini tidak berlebihan, alasannya yakni misi Nabi sendiri yakni menyempurnakan moral yang mulia. Itulah sebabnya Allah secara tegas menyatakan bahwa:
 وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ [٦٨:٤]
Engkau (Muhammad) benar-benar berada dalam moral yang mulia. (QS. Al-Qalam: 4)[7]
Ayat di atas menganggap moral sebagai sifat Nabi yang paling mulia, dan kebanggaan yang paling tinggi yang didiberikan kepadanya. Sebab moral Nabi tiada lain yakni aktualisasi aliran Al-Qur’an. Suatu dikala Aisyah Ummul Mukminin r.a dikala ditanya ihwal moral Rasulullah, dia berkata: Akhlaknya (Muhammad) yakni Al-Qur’an. Selanjutnya Aisyah berkata: Tidaklah engkau membaca, sebetulnya engkau berada dalam moral mulia. Dalam Surat Al-Mukminun ayat 1-11 digambarkan sebagian dari moral mulia itu:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang diberiman, (yaitu) orang-orang yang khusu’ dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan oreang-orang yang menjaga kemaluaanya kecuali terhadap istri-istri mereka atu amat yang mereka miliki, maka sebetulnya dalam hal ini mereka tiada tercela. Barang siapa mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang diembannya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahnyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yaitu) nirwana Firdaus. Mereka abadi di dalamnya.[8]
Persoalan moral ini harus mendapat perhatian utama dalam diri umat Islam. Karena Rasulullah sendiri yakni orang yang mempunyai moral dan moral yang tinggi. Orang yang mempunyai kekuatan baik berupa ilmu, harta dan kekuasaan tapi berakhlak tercela akan lebih berbahaya dari pada orang yang ndeso dan berakhlak baik, alasannya yakni orang yang demikian akan mempunyai nilai destruktif yang lebih besar. Berbuat kesalahan secara struktural akan mempunyai dampak yang lebih luas dan berbahaya dari pada kesalahan individual. Karena itu penyimpangan moral atau mekanisme yang dilakukan oleh pejabat, pemimpin, kaum ilmuwan termasuk mahasiswa akan mempersembahkan bobot keprihatinan yang lebih dalam. Bukan saja lantaran mereka sebagai terdidik dan mempunyai pertimbangan-pertimbangan rasional yang matang, akan tetapi dampaknya jauh lebih luas secara mikro bagi yang bersangkutan dan secara makro bagi umat dan bangsa ini.
Terlepas dari itu, di era globalisasi sudah membawa dampak yang sangat signifikan positif maupun negatif bagi kehidupan. Sisi positif setidaknya insan menjadi mudah untuk menikmati kemajuan zaman melalui alat transportasi, komunikasi dan teknologi lainnya, Namun dampak negatif dari era globalisasi sangat terasa pula pengaruhnya bagi masyarakat.[9] Sisi negatif itu terlihat adanya degradasi moral yang terjadi. Mayoritas seseorang mengesampingkan masalah moral dibandingkan dengan kekuasaan, kekayaan dan kesenangan. Misalnya bisa kita lihat beberapa referensi dari sisi negatif tersebut, antara lain tingginya frekwensi free sex remaja, perkelahian antar terpelajar balig cukup akal di kota-kota besar, kurangnya rasa hormat anakdidik kepada guru, semakin akrabnya terpelajar balig cukup akal dengan obat-obat terlarang ibarat ganja, opium, ekstasi, sabu-sabu, narkotika, dan juga adanya tingkah laris pelajar ke arah pergaulan bebas.
Akibat yang ditimbulkan cukup fokus dan tidak sanggup lagi dianggap sebagai suatu problem sederhana, lantaran tindakan-tindakan tersebut sudah menjurus kepada tindakan criminal. Kondisi ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang bau tanah dan para guru (pendidik), alasannya yakni pelaku-pelaku beserta korbannya yakni kaum remaja, terutama pelajar.
Hal ini sebagai salah satu indikasi ketidakberhasilan Pendidikan Agama yang didiberikan disekolah-sekolah khususnya masalah penerapan moral mulia dalam diri seseorang. Dalam pendidikan sekolah, bukan berarti bahwa masalah penyimpangan-penyimpangan moral terpelajar balig cukup akal spesialuntuk menjadi tanggung balasan pendidik agama saja, tetapi juga ialah tanggung balasan seluruh pengajar/pendidik di sekolah. Guru matematika, guru bahasa, guru olah raga dan guru-guru lainnya, sudah semestinya turut bertanggung balasan dalam membentuk moral anak didik. Jika pendidikan moral spesialuntuk dibebankan kepada guru agama, maka moral yang akan tumbuh spesialuntuk sebatas hafalan terhadap doktrin-doktrin agama.[10] Menurut Haidar Bagir ibarat yang dikutip oleh Supriyoko:
Pendidikan Agama yang diajarkan pada penerima didik spesialuntuk mementingkan aspek kognisi (pengetahuan-intelektual). Ini tidak mengakibatkan penerima didik menjadi insan tawadlu-rendah hati, insan yang saleh baik secara individu maupun sosial. Bukan lantas bagaimana nilai-nilai pendidikan agama ibarat nilai keadilan, tasamuh, silaturohim, moral mulia dihayati dengan sungguh-sungguh, yang kemudian di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.[11]

Maka dari itu, disini penerapan moral mulia pada penerima didik terutama tingkat terpelajar balig cukup akal mempunyai posisi yang sangat penting sekali. Mengapa demikian? Karena berdasarkan Furter dalam Monk yang dikutip oleh Sunarto menyatakan bahwa:
Kehidupan moral ialah problematic yang pokok pada masa remaja. Maka perlu kiranya untuk meninjau perkembangan moralitas ini mulai dari waktu anak dilahirkan, untuk sanggup memahami mengapa justru pada masa terpelajar balig cukup akal hal tersebut menduduki daerah yang sangat penting.[12]

Selain itu mengingat bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan (Uswah hasanah) yang tiada tandinganya terkait masalah moral mulia. Akhlak dia yakni moral Al-Qur’an dan Allah SWT sudah mengajarinya dengan sebaik-baik pengajaran. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab ayat 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
 Dan sebetulnya pada diri Rasulullah itu ada tauladan yang baik bagi orang-orang yang mengharap (bertemu dengan) Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya.[13]
 Berangkat dari hal di atas penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan temuan-temuan diatas dengan judul ”Analisis Penerapan Akhlak Mulia Nabi Muhammad SAW Pada Anak Usia Remaja Dalam Kehidupan Sehari-hari (Studi kasus pada Siswa Kelas VIII MTs Plus Raden Paku Trenggalek)”.
 

0 Komentar untuk "Analisis Penerapan Watak Mulia Nabi Muhammad Saw Pada Anak Usia Dewasa Dalam Kehidupan Sehari-Hari (Studi Kasus Pada Siswa Kelas Viii Mts Plus Raden Paku Trenggalek) Pai-43"

Back To Top