loading...
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Globalisasi perdagangan ialah implikasi dari akad general Agreement of Tariff And Trade (GATT), Word Trade Organization (WTO) dan Organisasi perdagangan lainnya di daerah Asia. Dalam kaitannya dengan sektor pertanian, GATT ingin meletakan perdagangan produk pertanian di pasar internasional menurut akad yang diputuskan oleh GATT. Indonesia sebagai anggota WTO dan AFTA yang menganut ekonomi terbuka akan mendapatkan konsekwensi peraturan perdagangan global.
Kesepakatan-kesepakatan GATT, WTO, AFTA dan AFEC satu sisi memdiberi peluang terhadap perekonomian nasional kalau sektor perekonomian di Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif, sisi lain ialah bahaya terhadap komoditas pertanian kalau tidak mempunyai daya saing. Efisiensi dan daya saing produk dalam negeri harus ditingkatkan semoga sanggup bersaing dengan produk di kala pasar bebas (Rusastra, Simatupang, dan Syafa’at, 2000).
GBHN tahun 1999 – 2004 mengamanatkan, pembangunan pertanian di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip pokok antara lain : (a) membangun perekonomian yang berorientasi global dengan menyebarkan kompetensi dan produk unggulan daerah berbasis sumberdaya domestik dan menghilangkan segala bentuk perlakuan distortif dan diskriminatif ; (b) mengoptimalkan tugas pemerintah dengan menyebarkan kekuatan pelaku ekonomi pasar dengan menghilangkan seluruh kendala yang mengganggu prosedur pasar; (c) menyebarkan sistem ketahanan pangan dengan menyebarkan aspek ketersediaan dan distribusi pangan, diversifikasi pangan dan gizi dan peningkatan pendapatan petani. Salah satu upaya meningkatkan donasi sektor pertanian yaitu dengan membangun keunggulan kompetitif menurut keunggulkan komparatif.
Kabupaten Nganjuk mempunyai wilayah pertanian yang cukup luas, yaitu sebesar 122.433 ha, yang terdiri dari 43,052 ha lahan sawah, 32,376 ha lahan kering, dan lahan hutan 47,004 ha. Persentase rumah tangga tani sebesar 75,64% dari total rumah tangga di Kabupaten Nganjuk (Dinas Pertanian dan Pekebunan 2005). melaluiataubersamaini demikian Kabupaten Nganjuk mempunyai keunggulan komparatif dalam hal potensi wilayah dan tenaga kerja. Sektor pertanian di Kabupaten Nganjuk memikul tanggung balasan yang cukup berat. Sebagai suatu sektor basis dibutuhkan sanggup memainkan kiprahnya dalam hal pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat dan materi baku bagi industri, absorpsi tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan petani, mendukung pembangunan daerah dan memperkuat ekonomi nasional.
Dilihat dari sisi kemandirian produksi, Komoditas hortikultura dipandang lebih siap memasuki kala pasar bebas dibanding komoditas pangan lainnya, sebab campur tangan pemerintah terhadap harga produksi hortikultura relatif kecil (Soetrisno, 1999). Harga produksi terbentuk menurut prosedur pasar dan bukan ditentukan oleh pemerintah contohnya melalui prosedur floor price dan ceiling price menyerupai pada komoditas beras. Komoditas hortikultura dipandang sebagai sumber pertumbuhan gres untuk dikembangkan dalam system agribisnis, sebab mempunyai keterkaitan yang kuat dibalik sektor industri hulu dan pertanian (up stream agriculture) maupun keterkaitan ke hilir (on fam agriculture) yang ialah kegiatan usahatani serta bisa membuat nilai tambah produksi dan menyerap tenaga kerja melalui acara pertanian sekunder (down stream agriculture).
Seiring dengan otonomi daerah, maka setiap daerah harus bisa membuat komoditas andalan masing-masing wilayah. Pewilayahan komoditas sebagai taktik dasar pembangunan wilayah sebut bahwa titik berat pembangunan daerah yaitu pembangunan ekonomi untuk mempercepat terealisasinya sruktur ekonomi regional yang diberimbang antara pertanian dan sektor-sektor lainnya (Budiharsono, 1989).
Bawang merah (Allium ascalonicum.L) ialah salah satu alternatif sayur-sayuran utama, dibutuhkan sanggup menjadi komoditas andalan Kabupaten Nganjuk Hal tersebut didasarkan pertimbangan bawang merah mempunyai sebaran lokasi yang luas, mempunyai arti ekonomi, mempersembahkan disribusi pendapatan kepada petani dan mendukung agroindustri (Nurmalinda dkk, 1994).
Bawang merah ialah jenis bawang yang diproduksi oleh kebanyakan petani di Kabupaten Nganjuk, sebab secara agroekonomis sanggup diproduksi baik di dataran tinggi, menengah maupun dataran rendah. Bawang merah secara komersial diperdagangkan baik di pasar lokal maupun pasar internasional (Setiadi, 1999)
Pengembangan bawang merah di Kabupaten Nganjuk menerima perhatian khusus karena secara Pedo-Agroklimat (iklim, tanah, topografi) wilayah Kabupaten Nganjuk mempunyai potensi untuk pengembangan bawang merah. Keragaman sifat lahan akan memilih jenis komoditas yang diusahakan serta tingkat produktivitasnya (Djaenuddin, Sulaiman dan Rahman, 2000).
Memasuki kala pasar bebas, pemerintah harus lebih pandai memilih kebijakan, terutama yang menyangkut hajad hidup masyarakat secara keseluruhan. Kesepakatan-kesepakatan organisasi perdagangan internasional yang merugikan perekonomian nasional, menyerupai pemberlakuan non-tarif, pelanggaran subsidi dan perlindungan hendaknya disikapi dengan cermat, sebab basis pertanian pangan di Indonesia secara umum yaitu usahatani rakyat skala kecil, yang mempunyai posisi tawar lemah.
Kondisi perekonomian dan politik di Indonesia yang belum stabil berdampak pada kesejahteraan dan pendapatan petani. Demikian halnya, kebijakan perdagangan yang diberlakukan oleh pemerintah akan kuat pada sektor pertanian.
Dari uraian tersebut di atas penting untuk dianalisis daya saing komoditas bawang merah di Kabupaten Nganjuk.
Tag :
Pertanian
0 Komentar untuk "Analisis Daya Saing Komoditas Bawang Merah Di Kabuapaten .... (Tinjauan Keunggulan Komparatif Dan Keunggulan Kompetitif Di Kawasan Pusat Produksi, Desa ... (Prt-32)"