Faktor-Faktor Yang Bekerjasama Dengan Kapasitas Vital Paru Tukang Ojek Di Alun-Alun Ungaran Kabupaten Semarang Bulan Maret Tahun 2007 (Iks-7)

loading...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Transportasi memegang peranan penting dalam akitivitas manusia, baik transportasi udara, bahari maupun darat. Kepadatan lalu-lintas alat transportasi berkaitan erat dengan jumlah penduduk dan ketersediaan masukana-pramasukana. Lalu lintas dan angkutan jalan raya sebagai penggalan dari sistem transportasi menempati posisi vital dan strategis dalam pembangunan nasional. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam industri otomotif begitu pesat, sehingga laju pertambahan kendaraan juga meningkat dengan cepat yang menimbulkan transportasi insan dan barang dari suatu daerah ke daerah lain menjadi simpel dan cepat. Dalam kondisi ini persaingan di sektor transportasi menjadi semakin ketat dan untuk memenangkan persaingan dibutuhkan sumber daya insan pekerja di sektor transportasi yang sehat dan produktif (Eryus AK.,2001:2).

Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor yang dipakai per satuan waktu pada wilayah tertentu, semakin tinggi pencemaran udara. Pada tahun 2005 jumlah kendaraan bermotor di Jateng sekitar 3,8 juta unit yang terdiri dari sepeda motor mencapai 70 persen, sedangkan kendaraan beroda empat 30 persen, bahkan jumlahnya tahun 2006 bakal bertambah lagi (www.kompas.com).

Para hebat memperkirakan sekitar 60-80% penduduk perkotaan di dunia menghirup udara yang kualitasnya jelek bagi kesehatan atau setidaknya dengan kadar polutan mendekati Nilai Ambang Batas. Seorang pengemudi bus umum tidak terlepas dari keterpaparan oleh zat kimia, baik dari sumber yang bersifat internal (dalam kendaraan) maupun eksternal (luar kendaraan). Beberapa materi pencemaran yang dikenal ibarat gas Karbon Monoksida (CO), Timbal (Pb), Ozon (O3), Nitrogen Oksida (NOX), Belerang Oksida (SOX), radikal bebas dan debu (Dadi S, 2003:9). Begitu pula bagi seorang tukang ojek yang keseharian pekerjannya bekerjasama pribadi jalan raya, tentunya juga tidak terlepas dari keterpaparan oleh zat-zat kimia pencemar tersebut.


Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan N0. 23 tahun 1992 pada penggalan lima kesehatan lingkungan pasal 22 sebut kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat. Kesehatan Lingkungan dilaksanakan terhadap daerah umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya yang mencakup penyehatan air, udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan pengadaan atau pengamanan lainnya (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia, 1992:17)

Berdasarkan laporan pengujian kualitas udara ambien di Kabupaten Semarang tahun 2003 yang dilakukan oleh Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten Semarang dengan lokasi di depan Pasar Bandarjo Ungaran didapatkan hasil analisa untuk parameter Sulfur dioksida (SO2) 75,11μg/Nm2, Nitrogen oksida (NO2) 49,19μg/Nm2, Karbon monoksida (Co) 7,72 μg/Nm2, Floating/debu (PM10) 71,67 μg/Nm2. Dari hasil pengujian dan pengukuran parameter kualitas udara ambien di lokasi tersebut dibandingkan dengan Baku Mutu Udara Ambien sesuai dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 8 tahun 2001 sanggup disimpulkan bahwa parameter yang diuji di lokasi tersebut masih dibawah Baku Mutu Udara Ambien. Dampak pencemaran udara terhadap kehidupan insan biasanya dirasakan dalam waktu relatif lebih lama. Salah satu dampak pencemaran udara ini ialah munculnya gangguan sistem pernafasan pada insan (Karden Eddy Sontang Manik, 2003:18).

Seiring pertambahan umur, kapasitas paru-paru akan menurun. Kapasitas paru orang berumur 30 tahun ke atas rata-rata 3.000 ml hingga 3.500 ml, dan pada mereka yang berusia 50-an tentu kurang dari 3.000 ml. Kapasitas paru-paru yang sehat pada pria remaja bisa mencapai 4.500 ml hingga 5.000 ml atau 4,5 hingga 5 liter udara. Sementara itu, pada perempuan, kemampuannya sekitar 3 hingga 4 liter (Tjandra Yoga Aditama, Kompas.co.id:2005)

Perubahan struktur, fungsi kanal nafas dan jaenteng paru-paru sanggup juga disebabkan oleh kebiasaan merokok. Perubahan pada kanal nafas besar yaitu sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia) sedangkan pada kanal nafas kecil, terjadi radang enteng hingga penyempitan akhir bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Perubahan pada jaenteng paru-paru yaitu terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi kanal nafas pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam tanda-tanda klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM). Dikatakan merokok ialah penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma (Hans Tandra, Kompas.Com:2001). 

Agar fungsi pernafasan menjadi baik, berolahraga ialah cara yang sangat baik untuk meningkatkan ventilasi fungsi paru. Olahraga merangsang pernafasan yang dalam dan mengakibatkan paru berkembang, oksigen banyak masuk dan disalurkan ke dalam darah, karbondioksida lebih banyak dikeluarkan. Seseorang yang sehat berusia 50 tahun keatas yang berolahraga teratur memiliki volume oksigen 20-30% lebih besar daripada orang berusia muda yang tidak berolahraga (M. Arifin Nawas, Sinar harapan.com:2005).

Tukang ojek bekerja dengan waktu yang tidak tentu bisa mulai pagi hari, siang hari, bahkan hingga malam hari. Berdasarkan survei pertama yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 11, 13 dan 15 November 2006 pada 4 pertamaan ojek di alun-alun Ungaran Kabupaten Semarang, 46% dari 50 orang tukang ojek memiliki penyakit pernafasan, dengan prevalensi tertinggi 86,96% untuk penyakit batuk, 4,35% untuk masing-masing penyakit batuk dan nyeri dada, batuk dan sesak dada, TBC dan asma. Sarana pelayanan kesehatan yang banyak dimanfaatkan oleh tukang ojek ialah Puskesmas (47,83%), Rumah Sakit/BP4 (17,39%), Dokter (4,35%), Dokter/Puskesmas (4,35%) dan 30,43% tukang ojek tidak memeriksakan diri ke masukana pelayanan kesehatan yang ada apabila mereka sedang sakit, hal ini mengatakan bahwa masih rendahnya kesadaran tukang ojek terhadap kesehatan dirinya sendiri. 72% tukang ojek memanfaatkan waktu sengganggangnya sambil menunggu penumpang dengan menghisap rokok. Berdasarkan masa kerja tukang ojek, 64% bekerja kurang dari 6 tahun, 18% bekerja antara 6-10 tahun dan 18% bekerja lebih dari 10 tahun. Kondisi Lingkungan, beban kerja perhiasan dan kapasitas kerja yang bekerjasama dengan pekerjaan tukang ojek sanggup mempengaruhi kesehatan terutama gangguan pernapasan.

Berdasarkan kenyataan di atas peneliti ingin mereview faktor-faktor yang bekerjasama dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Alun-alun Ungaran Kabupaten Semarang pada bulan Maret tahun 2007.


0 Komentar untuk "Faktor-Faktor Yang Bekerjasama Dengan Kapasitas Vital Paru Tukang Ojek Di Alun-Alun Ungaran Kabupaten Semarang Bulan Maret Tahun 2007 (Iks-7)"

Back To Top