loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di masa globalisasi menyerupai ketika ini dituntut untuk serba cepat, teknologi serba canggih dan arus isu pun berjalan sangat cepat. Berbagai kegampangan bisa diperoleh masyarakat secara cepat melalui akomodasi tekhnologi. Kita akan dengan mudah mengetahui banyak sekali isu dibelahan dunia dalam waktu sekejap. Salah satu akomodasi untuk membuka dunia itu antara lain internet, dengan internet kita bisa mengakses isu dengan mudah dan cepat.
Kebebasan untuk mengakses segala isu tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda ketika ini dan menhadir. Kompetisi akan semakin ketat dan berat untuk bisa tetap bertahan dan sukses menghadapi tantangan dunia global ini. Oleh lantaran itu generasi muda harus dibekali kemampuan untuk bisa kreatif, kompetitif dan kooperatif, oleh lantaran itu dunia pendidikan memegang peranan penting untuk membekali generasi muda dengan ketiga hal tersebut.
Paradigma pendidikan juga harus berubah sesuai dengan tuntutan zaman dari yang tiruanla spesialuntuk “mengajari” sekarang harus berubah dan harus banyak mendorong anak didik untuk “belajar”. Oleh lantaran itu guru terus dituntut untuk meningkatkan jam mengajarnya terutama pada pelajaran matematika baik dari jenjang SD, SMP, Sekolah Menengan Atas maupun yang lainnya. Tetapi pada kenyataanya hampir tiruana penerima didik menganggap matematika ialah mata pelajaran yang sangat susah, menjenuhkan dan membosankan, matematika penuh dengan angka dan hitung-hitungan yang rumit sehingga membuat kepala pusing.
Ketakutan dan kebencian penerima didik itu dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari penerima didik maupun pendidik. Oleh lantaran itu untuk mengatasi dilema tersebut perlu diadakan pembenahan terhadap penerima didik maupun pendidik, apabila pendidik bisa meningkatkan minat mencar ilmu dan memotivasi penerima didik terhadap pelajaran matematika sedikit banyak dilema tersebut diatas bisa segera diatasi. Seorang penerima didik meski mempunyai semangat yang tinggi dan kemauan untuk mencar ilmu yang berpengaruh niscaya tetap ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa keengganan dan kelalaian sehingga tunas ini harus di pelihara secara terus menerus. Perkara ini mustahil dilalaikan oleh guru yang selalu memompa semangat pada diri penerima didiknya melalui:1. Penjelasan wacana keutamaan ilmu daan mencari ilmu, 2. Membuat penerima didik merasa membutuhkan ilmu[1].
Pada umumnya pembelajaran matematika disekolah spesialuntuk mentransfer ilmu dari guru ke penerima didiknya dalam wujud yang sistematis dan bahkan juga banyak yang spesialuntuk terprogram untuk menghafal rumusnya saja tanpa harus memahami makna dan fungsi soal tersebut baik dalam pelajaran dikelas maupun dalam kehidupan sehari-hari. Jika spesialuntuk terpaku pada menghafal rumus saja maka kebijaksanaan budi matematika penerima didik kurang berkembang, padahal kebijaksanaan budi matematika itu sangat penting untuk dipakai dalam penyelesaian matematika maupun non matematika.
Pembelajaran matematika di Indonesia ini masih bersifat Behavioristik dengan menekankan pada transfer pengetahuan dan tes guru mendominasi kelas dan menjadi sumber utama pengetahuan[2], selain itu para penganut behavioristik beropini bahwa si pembelajar diharapkan mempunyai pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap pengetahuan yang dimiliki[3]. Di dalam kelas guru spesialuntuk memberikan secara edukatif, guru memberikan contoh, penerima didik bersifat pasif. Waktu penerima didik lebih banyak dipakai untuk mendengarkan klarifikasi guru dan mencatat yang selanjutnya guru memdiberi tes (soal) dengan tujuan untuk lebih memahami konsep yang gres saja disampaikan dan penerima didik mengerjakan tes tersebut. Hal inilah yang menimbulkan matematika dianggap sebagai pelajaran yang membosankan, menyeramkan bahkan menakutkan.
Dari sini kemudian lahir filsafat konstruktivisme yang ialah gagasan dari Piaget dan Vygotsky yang beranggapan bahwa pengetahuan itu ialah hasil konstruksi atau bentuk kognitif melalui kegiatan seseorang[4]. Filsafat kontruktivisme akan membuat sifat lebih aktif dalam pembelajaran lantaran penerima didik harus aktif mengkonstruksi terus menerus dari konsep ke konsep yang lebih rinci, didalam kelas konstruktivis para penerima didik diberdayakan oleh pengetahuan yang berada dalam diri mereka. Mereka menyebarkan seni administrasi dan penyelesaian, debat antara satu dengan yang lainnya, berfikir secara kritis wacana cara terbaik untuk menuntaskan setiap masalah. Filsafat ini juga beranggapan matematika atau pengetahuan sendiri dibangun berdasarkan pengalaman orang itu sendiri untuk mengkonstruksikannya[5], sedangkan pembelajaran konstrusktivisme ialah pembelajaran yang melibatkan penerima didik aktif mencar ilmu memahami dan membangun pengetahuan matematika berdasar pengalaman penerima didik itu sendiri[6].
Banyak sekali pembelajaran yang bisa guru terapkan dalam proses pembelajaran matematika, model pembelajaran yang dipakai tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan, kondisi penerima didik, dan lingkungan sekitar. Seorang guru harus mempunyai kompetensi, baik kompetensi pribadi, kompetensi profesional, maupun kompetensi sosial kemasyarakat, dan juga (menurut Howard, 1986) seorang guru sebaiknya mempunyai rasa ingin tahu, apa mengapa dan bagaimana anak mencar ilmu dan beradaptasi dengan kondisi-kondisi mencar ilmu dalam lingkungannya[7]. Dalam kompetensi profesional seorang guru dituntut untuk menguasai dan memahami psikologi pendidikan, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran dan sebagainya. Ketika guru memahami bahan pelajaran secara utuh maka dalam kegiatan mencar ilmu dan mengajar matematika guru tidak spesialuntuk terpaku dengan satu cara penyelesaian saja, tetapi bisa dilakukan dengan bermacam cara penyelesaian.
Jika minat mencar ilmu penerima didik tinggi, model pembelajaran variatif, sangat bahagia, menggairahkan, dan bisa menstimulus kreatifitas penerima didik, maka penerima didik yang kreatif akan mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap masalah. Jika kepekaan terhadap dilema semakin tinggi, maka akan semakin besar peluangnya untuk sanggup menemukan cara mengatasi masalah, dan kelancaran berpikir juga akan semakin tinggi. Jika kreatifitas tinggi, maka akan menghasilkan banyak pandangan gres dan gagasan, serta akan muncul lagi caa-cara penyelesaian soal-soal matematika. Adapun pembelajaran yang mempersembahkan kebebasan berfikir kepada penerima didik diantaranya ialah model PAIKEM GEMBROT (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira, dan Berbobot).
Pembelajaran model PAIKEM GEMBROT adalah suatu proses dimana lingkungan mencar ilmu penerima didik secara sengaja dikelola semoga lebih meningkatkan pola mencar ilmu penerima didik[8]. Proses pembelajaran yang baik sanggup dilakukan oleh penerima didik baik didalam maupun diluar kelas, dengan karakteristik yang dimiliki penerima didik mereka diharapkan bisa diberinteraksi dan bersosialisasi dengan kawan-kawannya secara baik dan bijak. melaluiataubersamaini intensitas mencar ilmu yang tinggi dan berkesinambungan diharapkan proses interaksi sosial sesama penerima didik sanggup tercipta dengan baik dan pada gilirannya mereka saling menghargai dan menghormati satu sama lain meski terdapat perbedaan pendapat tetapi akan menumbuhkan perilaku demokratis. Dalam kehidupan sehari-hari prestasi sangat diharapkan dan ialah tolak ukur kesuksesan seseorang menempuh jenjang pendidikan.
Bangun datar dipilih sebagai bahan dikarenakan bahan berdiri datar termasuk bahan yang harus dipahami mendalam oleh penerima didik, lantaran bahan ini termasuk bahan yang banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian dilakukan di MI Al Hikmah lantaran di MI Al Hikmah prestasi mencar ilmu matematika masih rendah hal ini sesuai dengan wawancara yang peneliti lakukan dengan guru matematika selain itu juga ditunjang dengan catatan hasil nilai pelajaran matematika kelas V yang guru matematika tunjukkan kepada peneliti, padahal pelajaran matematika ialah pelajaran yang akan diujikan dalam ujian simpulan nasional. Alasan diberikutnya lantaran adanya kesan negatif bahwa pelajaran matematika itu susah dan membosankan. Selama ini pihak guru di sekolah tersebut masih memakai metode pembelajaran konvensional yaitu guru menerangkan, penerima didik mendengarkan, mencatat, mengerjakan soal tes dan lain-lain, sehingga menimbulkan penerima didik kurang antusias dalam kegiatan mencar ilmu mengajar matematika.
[1] Muhammad Abdulloh Ad Duweisy. Menjadi Guru Yang Sukses dan Berpengaruh. ( Surabaya: la Raiba Bima Amanta, 2006) hal 20-22
[2] Rohmad, Tinjauan Filsafat dan Psikologi Konstruktivisme, (dalam www.Rohmad-Unnes.Blogspot.com), hal. 1 diakses tanggal 5 maret 2011
[3] Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, (Yogyakarta: Kanisius(anggota IKAPI) , 2007) Hal 22
[5] Rohmad, Tijauan......., hal. 3
[6] Ibid., hal. 3
[7] Mulyasa, kurikulum berbasis kompetensi konsep, karakteristi, implementasi dan inovasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003) hal 114
[8] Iif Khoiru Ahmadi, dkk. PAIKEM GEMBROT mengembangkan pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot (Sebuah analisis teoritis, konseptual dan praktis). 2011. Jakarta: PT Prestasi Pustakakarya
0 Komentar untuk "Penerapan Model Paikem Gembrot (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira, Berbobot) Untuk Meningkatkan Prestasi Berguru Matematika Pada Bahan Bangkit Datar Akseptor Didik Kelas V Mi Al Pesan Yang Tersirat (Pmt-24"