Faktor – Faktor Yang Mensugesti Seruan Simpanan Berjangka Pada Bank Umum Konvesional Di Indonesia Tahun 2000.1 – 2005.4 (Ak-23)

loading...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam melaksanakan pembangunan, banyak duduk masalah yang dihadapi oleh negara Indonesia. Salah satu duduk masalah tersebut ialah kecilnya modal yang dimiliki. Modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan bisa berasal dari dalam negari maupun luar negeri.

Modal Pembangunan yang berasal dari luar negeri, terutama dalam bentuk utang luar negeri, sangatlah besar resikonya. Tidak spesialuntuk membebani anggaran penerimaan dan belanja negara tiap tahunnya, tetapi biasanya juga disertai campur tangan urusan dalam negeri oleh negara donor. Hal ini membuat banyak pihak tidak menyukai sumber modal dari luar negeri. melaluiataubersamaini kata lain sumber modal luar negeri ialah alternatif terakhir.

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang membutuhkan dana domenstik yang cukup besar guna membiayai pembangunan. Sekarang ini bangsa Indonesia tengah dihadapakan pada dua duduk masalah pokok. Pertama, kewajiban terhadap pertolongan luar negeri (foreign debt service); dan kedua, penyedian lapangan kerja untuk pertambahan tenaga kerja setiap tahunnya. Guna mempengaruhi kedua duduk masalah tersebut memerlukan dana yang cukup sehingga bangsa indonesia dituntut untuk lebih arif dalam perjuangan meningkatkan pembentukan permodalan (Budiono, 2001, 15)

Upaya menhadirkan modal gila untuk menutupi belum sempurnanya tabungan domenstik sangat diharapkan biar sasaran pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sanggup dicapai. Hal ini mengingat keadaan perekonomian negara indonesia yang masih belum stabil dan kondisi keamanan di Indonesia juga dirasakan masih belum nyaman oleh para investor baik gila maupun investor lokal guna melaksanakan investasi.

Salah satu jenis modal gila yang masuk ke Indonesia ialah berupa pertolongan luar negeri baik yang mengalir ke sektor pemerintah maupun swasta nasional. Penggunaan pertolongan luar negeri mempunyai fungsi sebagai tambahan dana domenstik yang belum memadai untuk membiayai seluruh proses pembangunan di Indonesia. Namun demikian, penerapan pertolongan luar negeri yang semakin besar porsinya dalam pembiayaan pembangunan, sudah membuat ketergantungan terhadap negara – negara atau forum donor, menjadikan beban pertolongan yang semakin berat dan turut andil pada terjadinya krisis nilai tukar dan krisis ekonomi di Indonesia semenjak petengahan tahun 1997. (Boediono, 16, 2001)

Salah satu upaya yang dipakai untuk memperkokoh pondasi bagi proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi indonesia ialah mengurangi ketergantungan dari arus modal gila (terutama arus modal jangka pendek) dan pertolongan luar negeri yang sudah menjadi salah satu penyebab ambruknya perekonomian Indonesia. Dalam kaitan dengan hal ini, perjuangan mobilisasi dana domestik ialah duduk masalah yang sangat penting, biar penerapan modal gila serta pertolongan luar negari sanggup dikurangi.

Institusi yang mempunyai tugas penting dalam menghimpun dana masyarakat ialah forum perbankan. Masyarakat menyisihkan sebagian dari pendapatannya yang tidak dikonsumsi untuk menabung. Tabungan inilah yang akan dihimpun oleh pihak bank sebagai dana pihak ketiga (DPK). Dimana tabungan ini spesialuntuk terjadi jikalau perkembangan perkonomi indonesia bisa jalan dengan lancar dan memungkinkan setiap rakyat Indonesia mempunyai kemampuan menabung.

Semenjak dikeluarakan kebijakan pemerintah disektor moneter yang dipertamai dengan deregulasi 1 Juni 1983. Mulai ada perubahan yang cukup fundamental pada industri perbankan di Indonesia. Kebijakan yang berupa penetapan suku bunga, pengerahan dana masyarakat, perkreditan, maupun penciptaan produk – produk perbankan kecuali yang mendapat prioritas mulai diserahkan kepada masyarakat perbankan sendiri. Sehingga perbankan yang biasa besifat pasif dan spesialuntuk menunggu nasabah, sekarang harus aktif mencari nasabah dengan aneka macam cara yang bisa menarikdanunik masyarakat menjadi nasabah. (Susilo, Sri, dkk, 2000, 43)

Hasil dari kebijakan pemerintah tersebut cukup menggembirakan sebagaimana terlihat dari meningkatnya dana simpanan berjangka dan tabungan masyarakat yang meningkat secara pesat. Walaupun beberapa kesukaran masih tetap membayangi kemantapan ekonomi kita umumnya. Kebijakan deregulasi membuat industri perbankan dan perekonomian lebih berwawasan global disebabkan oleh ekspor oriented economy, makin berperannya Pemegang Modal Asing (PMA), sistem devisa bebas dan komunikasi semakin canggih, sehingga lebih terbuka terhadap dampak pasar finansial global.

Guna Mendorong perkembangan perbankan, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan berupa ”Paket 27 Oktober 1988”. Isi dari Pakto 88 ini antara lain mempersembahkan kegampangan untuk mendirikan bank gres baik swasta nasional, campuran, maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pembukaan Kantor cabang baru, peningkatan status sebagai bank devisa. Pakto 88 mempunyai tujuan memperluas jaenteng perbankan dan meningkatakan keguakaragaman pelayanan untuk menggali sumber dana masyarakat dalam lingkup yang lebih luas biar sanggup mempercepat tercapainya pembentukan permodalan bangsa Indonesia, lebih menyehatkan sistem perbankan di Indonesia untuk menjamin keamanan dana masyarakat secara preventif dan bukan protektif, memdiberi peluang yang sama sekaligus meningkatkan daya saing dan kemampuan Perbankan Indonesia. (Susilo, Sri, 2000, 44)

Paket 27 Oktober 1988 diharapkan sanggup membuat perbankan nasional menjadi semakin profesional berdikari dan tentunya lebih dewasa, tidak lagi banyak bergantung pada Bank sentral ibarat masa sebelumnya. Namun, lantaran pertumbuhannya sangat pesat mengakibatkan persaingan juga semakin tajam maka, dalam perkembangannya perbankan membutuhkan tenaga profesional lantaran masih banyak bank yang melaksanakan pembajakan.
Bank Umum didefinisikan oleh Undang – undang No.10 Tahun 1998 sebagai Bank yang melaksanakan kegiatanya secara konvensional dan/atau menurut prinsip syariah yang dalam kegiatanya mempersembahkan jasa dalam kemudian lintas pembayaran. Dari aneka macam jenis simpanan masyarakat di Bank, yang paling besar porsinya ialah Simpanan Berjangka (Deposito Berjangka). Proporsinya yang secara umum dikuasai dari simpanan berjangka dalam penghimpunan dana masyarakat pada bank umum di Indonesia, pada tahun 2000:1 Simpanan berjangka di Indonesia sebesar Rp. 286843 miliar. Pada tahun 2002:4 meningkat lagi menjadi Rp. 365771 miliar, dan pada tahun 2004:1 mengalami penurunan menjadi Rp. 331603 tetapi tetap secara umum dikuasai diminati oleh masyarakat untuk menyimpan uangnya. Pada tahun 2004:4 mengalami peningkatan yang cukup besar sebesar Rp. 352723 Miliar, tapi pada tahun 2005:1 mengalami penurunan kembali sebesar Rp. 351596 Miliar dan untuk tahun 2005.4 mengalami kenaikan lagi sebesar Rp. 456739.

Tabel 1
Posisi Simpanan Bejangka
Pada Bank Umum
(2000 :1 – 2005 : 4)
Dalam Miliar


Periode Simpanan Berjangka
Bank Umum
2000.1 286843
2000.2 293163
2000.3 296284
2000.4 296885
2001.1 321209
2001.2 315200
2001.3 323338
2001.4 348257
2002.1 358239
2002.2 362711
2002.3 368091
2002.4 365771
2003.1 377214
2003.2 370171
2003.3 359810
2003.4 356890
2004.1 331603
2004.2 337841
2004.3 340441
2004.4 352723
2005.1 351596
2005.2 376494
2005.3 409322
2005.4 456740
Sumber : Badan Pusat Statistik, BPS

Berdasarkan kepemilikan sahamnya, Bank Umum di Indonesia di bagi menjadi empat, yaitu Bank Umum Pemerintah, Bank Pemerintah Daerah, Bank Umum Swasta Nasional, dan Bank Umum Swasta Asing. Keempat jenis bank tersebut spesialuntuk bank pemerintah dan Bank Umum Swasta Nasional yang mempunyai peranan secara umum dikuasai dalam menghimpun Simpanan Berjangka masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, penghimpunan Simpanan Berjangka oleh Bank Umum, Pertama – tama sangat bergantung pada kemampuan masyarakat dalam menyimpan uangnya, dimana kemampuan ini akan tercermin dari tingkat pendapatan nasional. Sebelum masyarakat menetapkan untuk menyimpan dananya pada forum keuangan perbankan, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Faktor – faktor tersebut ibarat tingkat bunga, jumlah kantor Bank dan nilai Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah. Tingkat bunga menandakan ukuran bank (Bank Size) yang dipandang oleh penyimpan dana sebagi salah satu faktor yang memilih dapat dipercaya bank, keberhasilan forum perbankan dalam menjangkau lokasi penabung dan mempersembahkan pelayanan kepada nasabah yang tercermin dari jumlah bank yang ada dan hasilnya stabilitas nilai kurs atau nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah, faktor penting untuk mempengaruhi permintaan simpanan berjangka, diantaranya megampangkan membat proyeksi nilai ekspektasi dimasa yang akan hadir.

Dalam Penelitian wacana faktor – faktor yang mempengaruhi simpanan berjangka pada Bank Umum ini variabel yang dipakai ialah PDB rill harga konstan tahun 2000, tingkat bunga, jumlah kantor bank, nilai tukar dollar Amerika Serikat dengan Rupiah, dan simpanan berjangka periode yang lalu, dengan memakai alat analisis Partial Adjusment Models.

Sesuai dengan keadaan yang sudah diuraikan diatas, maka penulis dalam penelitian ini akan mengambil judul ” Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Simpanan Berjangka Pada Bank Umum Konvesional di Indonesia Tahun 2000.1 – 2005.4.”
1.2 Rumusan Masalah Penelitian .
Berdasarkan duduk masalah yang sudah diuraikan, maka sanggup ditetapkan rumusan duduk masalah penelitain tersebut sebagai diberikut :
1. Apakah pendapatan nasional mempunyai dampak terhadap permintaan simpanan berjangaka bank umum di Indonesia?
2. Apakah tingkat suku bunga simpanan berjangka mempunyai dampak terhadap permintaan simpanan berjangka bank umum di Indonesia?
3. Apakah jumlah kantor mempunyai dampak terhadap permintaan simpanan berjangka bank umum di Indonesia?
4. Apakah nilai tukar dollar Amerika Serikat dengan rupiah mempunyai dampak tehadap permintaan deposito berjangka pada bank umum di Indonesia.
5. Apakah simpanan berjangka periode yang kemudian mempunyai dampak terhadap permintaan simpanan berjangka pada bank umum di Indonesia.






Tag : Akuntansi
0 Komentar untuk "Faktor – Faktor Yang Mensugesti Seruan Simpanan Berjangka Pada Bank Umum Konvesional Di Indonesia Tahun 2000.1 – 2005.4 (Ak-23)"

Back To Top