Batas Usia Anak Dan Pertanggungjawaban Pidananya Berdasarkan Aturan Pidana Nyata Dan Aturan Pidana Islam (Ai-11)

loading...
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalankan kehidupan, insan sebagai makhluk Allah SWT selain bekerjasama dengan Tuhannya (habl min al-Allah) juga bekerjasama dengan insan lainnya (habl min al-Nas). Maka sadar atau tidak sadar akan dipengaruhi oleh lingkungan hidup di sekitarnya sekaligus juga diatur oleh aturan-aturan atau norma-norma hidup bersama yang mengekang hawa nafsu dari masing-masing individu sebagai batasan atas segala sikap masyarakat.


Dinamisnya suatu individu dalam diberinteraksi dengan individu lainnya menjadikannya tidak luput dari adanya suatu kesalahan terhadap suatu aturan, baik sifatnya moril yang nantinya spesialuntuk Allah-lah yang mempersembahkan hukuman atau eksekusi di alam abadi maupun kesalahan yang sifatnya sanggup eksklusif didiberikan suatu tindakan aturan berupa eksekusi atas kesalahannya itu, sebagaimana firman Allah SWT :
يا ايها الذ ين امنوا كتب عليكم القصاص في القتلي....
Sehubungan dengan itu, salah satu masalah yang penting dan menerima banyak perhatian dalam aturan pidana ialah masalah hukuman.


Dalam masalah hukuman, aturan pidana konkret menyampaikan pembedaan antara tujuan aturan pidana (strafrechtscholen) di satu sisi dengan tujuan eksekusi (strafrechstheorieen) di sisi lain, hal ini dikarenakan tujuan dari susunan aturan pidana ialah ialah tujuan diputuskannya suatu aturan aturan yakni untuk melindungi masyarakat dari kejahatan, sedangkan tujuan eksekusi ialah training dan bimbingan tentang tujuan ini masih banyak diperdebatkan dan banyak pendapat yang mendasarkan pada beberapa teori yang ada.

Anak sebagai generasi muda ialah potensi dan penerus keinginan usaha bangsa. Anak ialah modal pembangunan yang akan memelihara, mempertahankan, dan membuatkan hasil pembangunan yang ada. Oleh lantaran itu anak memerlukan derma dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, dan seimbang.

Dalam Islam pemeliharaan anak ialah tanggung balasan bagi kedua orang tuanya, sebagaimana disebutkan dalam ayat diberikut:
ياايهاالذين أمنوا قواانفسكم واهليكم نارا وقودها الناس والحجارة عليها ملئكة غلاظ شداد لا يعصون الله ما امر هم و يفعلون ما يؤ مرون .
Ayat tersebut menegaskan akan fungsi dan tanggung balasan orang renta terhadap anaknya yang pada hakikatnya ada dua macam, yaitu: 
1. Fungsi orang renta sebagai pengayom.
2. Fungsi orang renta sebagai pendidik.
Kedudukan anak dalam aturan ialah sebagai subyek aturan ditentukan dari bentuk dan sistem terhadap anak sebagai kelompok masyarakat dan tergolong tidak bisa atau di bawah umur. Menurut Undang-undang dianggap tidak bisa lantaran kedudukan nalar dan pertumbuhan fisik yang mengalami pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan hadis:

رفع القلم عن ثلاث عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم وعن المجنون حتى يعقل.
Seorang anak tidak akan dikenakan eksekusi had lantaran kejahatan yang dilakukannya, lantaran tidak ada beban tanggung balasan aturan atas seorang anak atas usia berapapun hingga beliau mencapai usia puber, qadhi spesialuntuk akan berhak untuk menegur kesalahannya atau tetapkan beberapa pembatasan baginya yang akan memmenolong memperbaikinya dan menghentikannya dari membuat kesalahan di masa yang akan hadir.
Namun jikalau kita mengacu pada Pasal 45 kitab undang-undang hukum pidana terkena anak-anak yang sanggup diajukan ke sidang pengadilan ialah jikalau anak tersebut sudah mencapai usia 16 tahun. Sedangkan jikalau kita melihat pada Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, Pasal 4 yang tetapkan batas usia anak yang sanggup dijatuhi eksekusi atau hukuman pidana sangatlah tidak sama. Ketentuan pasal tersebut berbunyi:
1.Batas umur anak bandel yang sanggup diajukan ke sidang anak ialah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

2.Dalam hal anak melaksanakan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang anak.
Memang dalam pergaulan sehari-hari, masalah batas umur antara kata sampaumur dan kata anak cukup menjadi problema yang rumit. Klasifikasi umur akan memilih sanggup tidaknya seseorang dijatuhi eksekusi serta sanggup tidaknya suatu tindak pidana dipertanggungjawabankan kepadanya dalam lapangan kepidanaan. Secara umum pembagian terstruktur mengenai yang ingin ditonjolkan sebagai inti dalam masalah ini ialah kedewasaan, walaupun kedewasaan seseorang dengan orang lain tidak disamakan, namun dalam kejadian aturan pembagian terstruktur mengenai ini akan selalu sama untuk suatu lapangan tertentu, lantaran menyangkut titik tamat yang ingin dicapai oleh para hakim dalam tetapkan suatu masalah dalam perasaan keadilan yang sebenarnya. Sebagai motto para hebat kriminologi yang berbunyi: “ Fight crime, help delinquent, love humanity ”.

Sementara, selama ini banyak fenomena seorang anak kecil di anak-anak duduk di dingklik tertuduh dan ditahan menyerupai layaknya penjahat besar spesialuntuk lantaran masalah sepele.

Seperti kasus-kasus yang terjadi, masalah pertama dialami Andang Pradika Purnama, bocah 9 tahun. Pihak kepolisianYogyakarta sempat menahannya hingga 52 hari. Menurut laporan polisi Kotagede, Andang terbukti mencuri dua burung Leci dan mengaku sudah melaksanakan pencurian sebanyak delapan kali. Juga, berdasarkan laporan polisi itu, ayahnya sudah tak sanggup mengasuhnya, sehigga polisi menyebutnya residivis. Kapolwil DI Yogakarta, mengatakan, penahanan Andang untuk diajukan ke Pengadilan Negeri sudah sesuai dengan KUHAP.

Kasus kedua, menimpa Said bin Djunaidi, bocah masyarakat Kecamatan Kopo, Serang Jawa Barat, semenjak 9 April 1995 sudah ditahan di Polsek setempat. Ia diduga melaksanakan pencurian di warung milik tetangganya. Oleh pengadilan (27/6/1995) anak ini divonis eksekusi 2 bulan 16 hari, potong masa tahanan. Seusai sidang, Said keluar dari penjara lantaran hukumannya sesuai dengan jangka waktu terpidana dalam tahanan.
Penyimpangan tingkah laris atau perbuatan melanggar aturan yang dilakukan anak disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain :
a. Adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat.
b. Arus globalisasi di bidang isu dan komunikasi
c. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Perubahan gaya dan cara hidup sebagian para orang tua
Telah membawa perubahan sosial yang fundamental dalam kehidupan masyarakat yang sangat kuat terhadap nilai dan sikap anak.

Di samping itu anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih akung, asuhan, bimbingan dan training dalam pengembangan sikap, perilaku, pembiasaan diri, serta pengawasan dari orang tua, wali, atau orang renta asuh akan praktis terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.
Walaupun anak sudah sanggup memilih sendiri langkah perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitarnya sanggup mempengaruhi perilakunya.
Karena itu dalam menghadapi masalah anak badung, orang renta dan masyarakat sekitarnya harusnya lebih bertanggung balasan terhadap pembinaan, pendidikan, dan pengembangan sikap anak tersebut.

Mengingat ciri dan sifat yang khas, maka dalam menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap anak bandel diupayakan supaya anak dimaksud tidakboleh hingga dipisahkan dari orang tuanya. Hubungan orang renta dengan anaknya ialah kekerabatan yang hakiki, baik kekerabatan psikologi maupun mental spiritual.

Bilamana kekerabatan orang renta dan anak kurang serasi atau lantaran sifat perbuatannya sangat merugikan masyarakat sehingga perlu memisahkan anak dari orang tuanya, hendaklah tetap dipertimbangkan bahwa pemisahan tadi semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri secara sehat dan wajar. 

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka sangat signifikan dan urgen untuk mereview lebih jauh terkena batas usia anak dan pertanggungjawabanan pidananya. 


Tag : Agama Islam
0 Komentar untuk "Batas Usia Anak Dan Pertanggungjawaban Pidananya Berdasarkan Aturan Pidana Nyata Dan Aturan Pidana Islam (Ai-11)"

Back To Top