loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan intinya ialah pengembangan sumber daya manusia. Melalui pendidikan, kita ingin menghasilkan insan Indonesia yang berkarakter. Melalui pendidikan juga, huruf penerima didik akan terbentuk. Mulai semenjak bayi insan memerlukan menolongan tuntunan, pelayanan, dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan mendalami berguru setahap demi setahap untuk memperoleh kepandaian, ketrampilan dan pembentukan perilaku dan tingkah laris sehingga lambat laun sanggup bangun sendiri yang tiruananya itu memerlukan waktu yang cukup lama.[1]
Karakter anak akan terbentuk dengan baik atau jelek tergantung pendidikan yang diperolehnya. Sehingga disinilah letak betapa beratnya kiprah seorang pendidik di dunia pendidikan. Terlepas dari hal tersebut, alasannya yaitu itulah kewajiban seorang pendidik sebagai upaya menyelamatkan generasi bangsa untuk mencetak kader-kader yang berkarakter. Pada salah satu aliran pendidikan menyampaikan bahwa anak lahir di dunia ini sudah mempunyai talenta baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan, yang lebih dikenal dengan aliran Konvergensi. Disinilah kiprah penting pendidikan untuk menghantarkan pertumbuhan anak secara optimal sesuai dengan pembawaan yang dimilikinya. Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan talenta yang dibawa semenjak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa tunjangan lingkungan yang sesuai bagi berkembangan talenta itu sendiri.[2]
Manusia yang berkarakter dilihat dari segi pendidikan sudah terkandung secara terang dalam Tujuan Pendidikan Nasional. Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tujuan Pendidikan Nasional dirumuskan sebagai diberikut:
Tujuan pendidikan nasional yaitu bertujuan “untuk membuatkan potensi penerima didik biar menjadi insan yang diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi masyarakat negara yang demokratis serta bertanggung jawaban.”[3]
Peserta didik biar sanggup mencapai Tujuan Pendidikan Nasional yang sudah ditentukan, maka diharapkan wahana yang sanggup digambarkan sebagai kendaraan. Pembelajaran Matematika sanggup dipakai sebagai media untuk mencapai Tujuan Pendidikan Nasional.
Matematika ialah mata pelajaran yang selalu diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada kenyataannya, yang terjadi ketika ini menunjukkan bahwa mata pelajaran Matematika tidak begitu diminati oleh para siswa. Sampai ketika ini spesialuntuk kalangan siswa-siswa tertentu saja yang menyukai pelajaran Matematika. Sebagian siswa menganggap bahwa Matematika yaitu pelajaran yang susah dan angker seperti Matematika yaitu momok yang menyeramkan. Lebih memprihatinkan lagi bahwa hasil prestasi siswa di bidang Matematika masih relatif rendah.
Secara teoritis, siswa Sekolah Dasar umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, hingga 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini yaitu kemampuan dalam proses. Karena tingkat befikir siswa masih berada pada kemampuan berfikir konkrit maka seharusnya pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan benda-benda konkrit yang ada di lingkungan sekitar siswa.
Pada pembelajaran Matematika, siswa memerlukan alat menolong berupa media, dan alat peraga yang sanggup memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran yang jarang atau bahkan tidak memakai media akan membuat siswa menjadi jenuh dan tidak bisa menarikdanunik siswa biar lebih termotivasi dalam berguru Matematika.
Melihat bahwa dari masa perkembangannya anak–anak ditandai dengan perkembagan psikososial, salah satunya mereka tidak lepas dalam dunia bermain. Bermain mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak. Sebab, bawah umur menghabiskan lebih banyak waktunya diluar rumah bermain dengan kawan-kawannya dibanding terlibat dalam kegiatan lain. Permainan juga ialah suatu bentuk aktifitas yang sangat senang yang dilakukan semata-mata untuk aktifitas itu sendiri, bukan alasannya yaitu ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari aktifitas tersebut. Menurut Schwartzman yang dikutip oleh Desmita, hal ini yaitu alasannya yaitu bagi bawah umur proses melaksanakan sesuatu lebih menarikdanunik daripada hasil yang akan didapatkannya.[4] Seperti yang diungkapkan Dockett dan Fleer dalam Yuliani sebagai diberikut :
Mereka memandang, “Kegiatan bermain sebagai masukana sosialisasi, diharapkan melalui bermain sanggup memdiberi akad anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi dan berguru secara sangat bahagia.”[5]
Untuk itu betapa pentingnya dunia bermain pada bawah umur dalam kegiatan kesehariannya, sehingga tidak menutup kemungkinan bila hal ini di bawa untuk menghantarkan anak dalam melaksanakan kegiatan belajarnya.
Dalam suatu pembelajaran, salah satu kegiatan yang harus pendidik lakukan yaitu melaksanakan pemilihan dan penentuan metode untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran akan terjadi bila pemilihan metode tidak dilakukan dengan pengenalan terhadap karakteristik dari masing-masing metode pembelajaran. Oleh alasannya yaitu itu seorang pendidik harus tau hal terbaik yang harus dilakukannya, yaitu dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan dari beberapa metode pembelajaran. Jadi, terang sekali bahwasannya pemilihan dan penentuan metode pembelajaran sangat besar lengan berkuasa terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.[6]
Adapun factor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan metode pembelajaran yaitu : (1) tujuan yang hendak dicapai (2) penerima didik (3) bahan/ materi yang diajarkan (4) akomodasi (5) Guru (6) situasi (7) kebaikan dan kelemahan metode (8) partisipasi.[7] Disamping penerapan metode yang tepat, pemdiberian motivasi juga sangatlah penting. Tanpa motivasi, pembelajaran juga kurang terbaik, mirip kata bagai sayur tanpa garam. Pemdiberian motivasi yang tepat, akan meningkatkan keberhasilan pada pelajaran itu. Kaprikornus motivasi akan senantiasa menentukan intensitas perjuangan berguru bagi para siswa.[8]
Berdasarkan observasi yang sudah peneliti laksanakan bahwa siswa kelas 3 MI Miftahul Huda Tawangrejo Wonodadi Blitar masih banyak permasalahan yang dijumpai dalam proses pembelajaran diantaranya guru masih memakai seni administrasi pembelajaran yang monoton, hampir tanpa variasi yang kreatif. Pembelajaran masih memakai metode ekspositori sehingga mencatat dan mengambarkan menjadi lebih banyak didominasi dalam berguru di kelas. Guru kurang membuatkan kegiatan pembelajaran yang bermacam-macam untuk siswa contohnya diskusi, tanya jawaban, demonstrasi, dan strategi-strategi pembelajaran tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Sebagian besar siswa kelas 3 MI Miftahul Huda merasa bosan akan pelajaran Matematika, merasa rumit dan siswa sering tidak mengerti materi yang dipelajari untuk apa. Hal ini ditunjukkan pada setiap kali pelajaran, sebagian besar siswa tidak semangat dalam mengikuti pelajaran Matematika. Hal ini dikarenakan setiap kali pelajaran guru selalu memakai metode yang monoton dan kurang bervariatif. INI salah satu faktor yang membuat siswa menjadi bosan dalam mengikuti pelajaran.
Ada juga yang menyampaikan bahwa pelajaran Matematika angker dan rumit sehingga mereka enggan untuk suka pada pelajaran tersebut sehingga malas untuk mengerjakan apabila didiberi kiprah oleh guru. Merasa kesusahan dan kurang paham akan materi. Terkadang banyak sekali alasan disampaikan pada guru jika tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), alasan lupa dan atau tidak tahu kalau ada PR. Kurang adanya motivasi dalam berguru Matematika tentu saja akan mempengaruhi prestasi berguru anak. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut akan menyulitkan pendidik dan siswa.
Pelajaran Matematika yang diajarkan pada satuan pendidikan kelas 3 Madrasah Ibtida’iyah mencakup aspek bilangan, geometri, dan pengukuran. Salah satu pokok bahasan bilangan yang diajarkan di kelas 3 yaitu geometri yang mencakup perhitungan luas persegi dan persegi panjang. Siswa masih kesusahan untuk mempelajari geometri materi luas persegi dan persegi panjang, terlihat pada setiap guru mengadakan ulangan harian nilai yang dicapai siswa belum memuaskan.
0 Komentar untuk "Penerapan Metode Bermain Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Berguru Matematika Siswa Kelas 3 Mi Miftahul Huda (Pmt-41)"