Analisis Imbas Capital Adequacy Ratio, Operational Efficiency, Dan Loan To Deposit Ratio Terhadap Return On Asset (Studi Komparatif Pada Bank Bumn Di Indonesia Periode Tahun 2008-2011) (Ke-28)

loading...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Prinsip tiruana pelaku perjuangan yaitu mencari keuntungan atau berusaha untuk meningkatkan labanya. Hal ini menjadikan keuntungan menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Laporan terkena rugi keuntungan suatu perusahaan menjadi paling penting dalam laporan tahunan. Selain itu, kegiatan perusahaan selama periode tertentu mencangkup acara rutin atau operasional, juga perlu dilaporkan sehingga diharapkan bisa mempersembahkan isu yang berkaitan dengan tingkat keuntungan, risiko, fleksibilitas keuangan, dan kemampuan operasional perusahaan. Prediksi kinerja keuangan suatu perusahaan pada umumnya dilakukan oleh pihak internal (manajemen) dan pihak eksternal perusahaan yang mempunyai relasi dengan perusahaan yang bersangkutan, menyerupai : investor, kreditur, dan pemerintah.
Informasi wacana posisi keuangan perusahaan, kinerja perusahaan, anutan kas perusahaan, dan isu lain yang berkaitan dengan laporan keuangan sanggup diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan ialah salah satu isu keuangan yang bersumber dari intern perusahaan (Zainuddin dan Hartono, 2009). Laporan keuangan menjadi penting, alasannya yaitu mempersembahkan input (informasi) yang bisa digunakan untuk pengambilan keputusan. Selain mempersembahkan isu wacana kondisi perusahaan ketika ini dan masa lalu, laporan keuangan juga sanggup digunakan untuk memprediksi prospek perusahaan di masa yang akan hadir. Sehingga secara umum sanggup dikatakan bahwa penerapan laporan keuangan yang meliputi banyak sekali isu akuntansi bertujuan untuk mengurangi unsur ketidakpastian dalam pengambilan keputusan, terutama bagi pihak eksternal yang berkepentingan (Machfoedz, 1994)
Untuk sanggup memanfaatkan laporan keuangan diharapkan metode untuk mengintreprestasikan laporan keuangan. Analisis terhadap laporan keuangan bertujuan untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan (Mamduh, 2005). Salah satu metode dalam analisis laporan keuangan yaitu analisis rasio keuangan (Sudarini,2005).

Analisis rasio keuangan ialah instrumen analisis perusahaan yang menunjukan banyak sekali perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa kemudian dan memmenolong menggambarkan rujukan perubahan tersebut untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang menempel pada perusahaan yang bersangkutan (Tumirin, 2004).
Rasio keuangan menjadi salah satu alat oleh para pengambil keputusan baik bagi pihak internal maupun eksternal dalam memilih kebijakan diberikutnya. Bagi pihak eksternal terutama kreditur dan investor, rasio keuangan sanggup digunakan dalam memilih apakah suatu perusahaan masuk akal untuk didiberikan kredit atau untuk dijadikan lahan investasi yang baik. Bagi pihak manajemen, rasio keuangan sanggup dijadikan alat untuk memprediksi kondisi keuangan perusahaan di masa hadir (Usman, 2003).
Analisis rasio keuangan sanggup memmenolong para pelaku bisnis, pihak pemerintah, dan para pemakai laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan perusahaan, tidak terkecuali perusahaan perbankan (Sudarini, 2005).
Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai financial intermediary atau mediator pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 wacana perbankan bahwa bank yaitu tubuh perjuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Falsafah yang mendasari kegiatan perjuangan bank yaitu kepercayaan masyarakat. Hal tersebut tampak dalam kegiatan pokok Bank yang mendapatkan simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, deposito berjangka, dan mempersembahkan kredit kepada pihak yang memerlukan dana.
Tingkat kesehatan Bank yaitu evaluasi atas suatu kondisi laporan keuangan Bank pada periode dan ketika tertentu sesuai dengan standar Bank Indonesia (Riyadi, 2006). Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan Bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca kondisi Bank yang bergotong-royong termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja administrasi Bank selama satu periode. Dalam laporan keuangan termuat isu terkena jumlah kekayaan (assets) dan jenis-jenis kekayaan yang dimiliki. Kemudian juga akan tergambar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang serta ekuitas (modal sendiri) yang dimilikinya. Kemudian laporan keuangan juga mempersembahkan isu wacana hasil-hasil perjuangan yang diperoleh bank dalam suatu periode tertentu dan biaya-biaya atau beban yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil tersebut (Kasmir : 2000).
Untuk menilai kesehatan suatu Bank sanggup diukur dengan banyak sekali metode. Penilaian kesehatan akan besar lengan berkuasa terhadap kemampuan Bank dan loyalitas nasabah terhadap Bank yang bersangkutan. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan Bank yaitu dengan analisis CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity). Aspek permodalan meliputi CAR (Capital Adequacy Ratio) , aspek assets meliputi NPL (Non Performing Loan), aspek earning melipuri ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi), aspek likuiditas meliputi LDR (Loan to Deposit Ratio). Aspek-aspek tersebut kemudian dinilai dengan memakai rasio keuangan sehingga sanggup menilai kondisi keuangan perusahaan perbankan (Kasmir : 2000)
ROA ialah indikator yang paling penting untuk mengukur kinerja suatu Bank. ROA memseriuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam kegiatan operasi perusahaan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan. Tujuan utama operasional Bank yaitu mencapai tingkat profitabilitas yang terbaik. ROA penting bagi Bank alasannya yaitu ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.


Rasio yang digunakan yaitu ROA, alasannya yaitu sanggup memperhitungkan kemampuan administrasi Bank dalam mengelola aktiva yang dimilikinya untuk menghasilkan income. Semakin besar ROA suatu Bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai Bank tersebut dan semakin baik pula posisi Bank tersebut dari segi penerapan asset (Dendawijaya, 2005) .
Mengingat begitu pentingnya peranan perbankan di Indonesia, maka pihak Bank perlu meningkatkan kinerjanya biar tercipta perbankan yang sehat dan efisien. Tabel 1.1 menyajikan perkembangan kinerja Bank umum nasional selama tahun 2006-2010
Tabel 1.1
Perkembangan Kinerja Bank Umum Nasional  Tahun 2006-2010

TAHUN

INDIKATOR
2006
2007
2008
2009
2010

CAR (%)
23,2
22,95
20,83
14,39
15,64


BOPO(%)
79,46
80,06
82,49
73,64
82,03


LDR(%)
82,19
79,7
89,75
78,62
82,01


ROA(%)
2,65
2,33
2,1
2,03
2,01


Sumber : Laporan Publikasi BI (diolah)
Berdasarkan tabel 1.1 di atas, maka sanggup diketahui, bahwa secara rata-rata ROA tahun 2006 – 2010 sudah mencapai standar ukuran Bank di Indonesia yaitu di atas 1,5%, pada tahun 2007 ROA mengalami penurunan walaupun masih berada di atas standar ukuran bank di Indonesia yaitu 1,5%. Dalam perkembangannya ROA selama 2006-2007 mengalami penurunan yaitu 2,65% pada tahun 2006, kemudian turun menjadi 2,33% pada tahun 2007, kemudian ROA turun lagi menjadi 2,10% pada tahun 2008. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 2,03% dan menurun lagi pada 2010 menjadi 2,01%. Dari tabel terbukti bahwa ROA bank mengalami penurunan dari tahun 2006 hingga tahun 2010 walaupun presentasenya kecil.
Diharapkan Bank sanggup menjaga atau meningkatkan nilai ROA-nya sehingga akan meningkatkan pula perolehan profitabilitas pada tahun-tahun menhadir. Dan apabila terjadi penurunan nilai profitabilitas maka perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan fluktuasi (ROA) sehingga sanggup segera diatasi guna meningkatkan profitabilitas selanjutnya. ROA perlu dijadikan pedoman dalam mengukur profitabilitas Bank, alasannya yaitu ROA ialah indikator yang umum digunakan oleh BI sebagai pembina dan pengawas perbankan yang lebih mementingkan aset yang dananya berasal dari masyarakat (Dendawijaya, 2005). Disamping itu alasannya yaitu ROA ialah metode pengukuran yang obyektif yang didasarkan pada data akuntansi yang tersedia dan besarnya ROA sanggup mencerminkan hasil dari serangkaian akal perusahaan terutama perbankan.
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa CAR sebagai indikator permodalan mengalami penurunan setiap tahunnya yaitu sebesar 23,20% pada tahun 2006 sedikit turun menjadi 22,95% pada tahun 2007 kemudian turun menjadi 20,83% pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 CAR menurun lagi menjadi 14,39% dan naik menjadi 15,64% pada tahun 2010. Bahkan secara individu hingga dengan tahun 2010 hampir sebagian besar bank mengalami CAR yang menurun, walaupun masih di atas ketentuan BI yaitu di atas 8%, maka semakin menurunnya CAR mencerminkan permodalan bank yang semakin melemah.
Jika dilihat dari kekonsistenan data antara rasio keuangan CAR dengan ROA pada tahun 2006-2009 nilai rata-rata CAR mengalami penurunan dan diikuti dengan menurunnya nilai rata-rata ROA. Akan tetapi peningkatan CAR pada tahun 2010 menjadi sebesar 15,64% tidak diikuti dengan peningkatan ROA, dimana ROA bank umum masih tetap turun walaupun sedikit yaitu dari 2,03% menjadi 2,01% .
Pada tabel 1.1 terlihat  perolehan BOPO dari tahun 2006 hingga 2010 tidak menentu arahnya atau bisa dikatakan berfluktuasi. Rasio BOPO mencerminkan tingkat efisiensi perbankan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya BOPO mengalami pergerakan yang meningkat dari tahun 2006 – 2007 yaitu sebesar 79,46% pada 2006 kemudian meningkat menjadi sebesar 80,06% pada tahun 2007 dan kembali meningkat pada 2008 menjadi 82,49% .
Pada tahun 2009 BOPO turun menjadi 73,64% akan tetapi turunnya BOPO tidak diikuti meningkatnya ROA, dimana ROA turun menjadi 2,03%. Hal ini berperihalan dengan teori yang ada, dimana jikalau rasio BOPO menurun, maka seharusnya ROA mengalami kenaikan. Jika BOPO semakin kecil, maka sanggup disimpulkan bahwa kinerja keuangan suatu perusahaan (perbankan) semakin meningkat atau membaik (Riyadi, 2006). Pada tahun 2010 BOPO naik menjadi 82,03% serta diikuti menurunnya ROA.
Variabel yang digunakan dalam evaluasi aspek likuiditas yaitu LDR. Jika dilihat dari Tabel 1.1 LDR Bank umum di Indonesia dari tahun 2006-2010 terus mengalami fluktuasi yaitu sebesar 82,19% pada tahun 2006, menurun menjadi 79,70% pada tahun 2007, meningkat menjadi 89,75% pada tahun 2008. Kemudian turun pada tahun 2009 menjadi 78,62% dan meningkat menjadi 82,01% pada 2010. Dari tabel terlihat bahwa LDR berfluktuasi dari tahun ke tahun. Akan tetapi perolehan LDR yang fluktuatif ini tidak sesuai dengan teori yang ada dimana relasi antara LDR dan ROA seharusnya yaitu berbanding lurus, dimana setiap kenaikan LDR akan diikuti kenaikan ROA.
Tabel 1.2
Standar Ukuran Rasio Bank di Indonesia
Rasio
Standar BI
CAR
>  8%
BOPO
 93,52%
LDR
 110 %
ROA
> 1,5%
Sumber :  Publikasi BI (2010)

Alasan digunakannya variabel independent CAR, BOPO, dan LDR dalam penelitian ini yaitu didasarkan adanya ketidakkonsistenan dari hasil penelitian terlampau yang menguji variabel independen tersebut terhadap ROA :

1.       CAR mencerminkan modal Bank, semakin besar CAR maka ROA yang diperoleh Bank yang akan semakin besar alasannya yaitu semakin besar CAR  maka semakin tinggi kemampuan permodalan bank dalam menjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian kegiatan usaspesialuntuk sehingga kinerja Bank juga meningkat. Selain itu, semakin tinggi permodalan bank maka bank sanggup melaksanakan perluasan usaspesialuntuk dengan lebih aman. Adanya perluasan perjuangan yang pada kesannya akan mensugesti kinerja keuangan bank tersebut. CAR yang diteliti Yuliani (2007) menemukan bahwa CAR mempunyai relasi dengan kinerja profitabilitas (ROA). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Usman (2003) dan Sudarini (2005) menunjukkan bahwa CAR tidak besar lengan berkuasa terhadap ROA dan tidak signifikan terhadap ROA.
2.       BOPO sanggup digunakan untuk mengukur apakah administrasi bank sudah memakai tiruana faktor produksinya dengan efektif dan efisien. Semakin kecil BOPO maka ROA akan meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan Almillia dan Herdinigtyas (2005) menunjukkan bahwa BOPO mempunyai efek signifikan terhadap kondisi bermasalah pada bank. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Usman (2003) menunjukkan bahwa tidak adanya efek antara BOPO terhadap ROA.
3.       Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan seberapa besar dana bank dilepaskan ke perkreditan. Semakin tinggi LDR maka keuntungan bank akan semakin meningkat, dengan meningkatnya keuntungan bank maka kinerja bank juga meningkat. Penelitian terkena LDR yang dilakukan oleh Ponco (2006) menunjukkan hasil bahwa LDR besar lengan berkuasa aktual dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Usman (2003) dan Yuliani (2007) menunjukkan hasil bahwa LDR tidak besar lengan berkuasa terhadap ROA.

Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi Bank persero, Bank umum swasta nasional devisa, Bank umum swasta nasional non devisa, Bank pembangunan daerah, Bank adonan dan Bank asing. Bank yang diteliti dalam penelitian ini yaitu Bank BUMN (persero) . Alasan pemilihan Bank BUMN alasannya yaitu Bank BUMN ialah Bank yang mengelola aset-aset negara. Hal tersebut sanggup dilihat dari kepemilikan saham yang menunjukkan jumah saham yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia lebih besar dari yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu, Bank BUMN yang berjumlah empat Bank, mempunyai total aset, dana pihak ketiga, dan kredit yang cukup besar hampir menyaingi Bank swasta devisa yang berjumlah 31 Bank (Annual Report Bank Persero, 2010) .
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar ROA Bank BUMN di Indonesia yang dipengaruhi  CAR, BOPO, dan LDR selama periode empat tahun terakhir yaitu periode 2008 hingga tahun 2011.
Sampel yang digunakan yaitu tahun 2008 hingga tahun 2011 alasannya yaitu pada periode empat tahun terakhir tersebut sanggup digunakan untuk mempergampang prediksi perolehan keuntungan bank pada tahun-tahun selanjutnya. Berdasarkan latar belakang penelitian yang sudah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul :

Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Operational Efficiency, Dan Loan to Deposit Ratio Terhadap Return On Asset” (Studi komparatif pada Bank BUMN di Indonesia periode tahun 2008-2011).





Tag : Keuangan
0 Komentar untuk "Analisis Imbas Capital Adequacy Ratio, Operational Efficiency, Dan Loan To Deposit Ratio Terhadap Return On Asset (Studi Komparatif Pada Bank Bumn Di Indonesia Periode Tahun 2008-2011) (Ke-28)"

Back To Top